Sabtu, 26 Januari 2013

Perbandingan konsep pemikiran pendidikan

MAKALAH
PERBANDINGAN KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu

Mata Kuliah
PERBANDINGAN PENDIDIKAN
PRODI : S1/PAI/VI/E
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

Dosen Pembimbing
Mustolih, M.Pd.I, M.Pd



Disusun oleh
Mardiadi
NIM 2083247



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ‘ULAMA (STAINU) KEBUMEN
TAHUN 2011




PERBANDINGAN KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN

1. Pemikiran Pendidikan Menurut S.M. Naquib al-Attas

a. Sejarah Hidup dan Riwayat Pendidikannya

Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Lahir dibogor, Jawa Barat, pada tanggal 5 September 1931. Ia adik kandung dari Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang ilmuwan dan pakar sosiologi di Univeritas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah AL-Attas, sedangkan ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yangterkenal dari kalangan sayid.
Riwayat pendidikan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas (selanjutnya akan disebut Al-Attas), sejak ia masih kecil berusia 5 tahun. Ketika ia berada di Johor Baru, tinggal bersama dan di bawah didikan saudara ayahnya Encik Ahmad, kemudian dengan Ibu Azizah hingga perang kedua meletus. Pada tahun 1936-1941, ia belajar di Ngee Neng English Premary Schoool di Johor Baru. Pada zaman Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun. Ia belajar agama dan bahasa Arab Di Madrasah Al-Urwatul Wutsqa di Sukabumi Jawa Barat Pada tahun 1942-1945. Tahun 1946 ia kemabali lagi ke Johor Baru dan tinggal bersama saudara ayahnya Engku Abdul Aziz (menteri besar Johor Kala itu), lalu dengan Datuk Onn yang kemudian juga menjadi menteri besar Johor (ia merupakan ketua umum UMNO pertama). Pada tahun 1946, Al-Attas melanjutkan pelajaran di Bukit Zahrah School dan seterusnya di English College Johor Baru tahun 1946-1949. Kemudian masuk tentara (1952-1955) hingga pangkat Letnan. Namun karena kurang berminat akhirnya keluar dan melanjutkan kuliah di University Malaya tahun 1957-1959, lalu melanjutkan di Mc Gill University, Montreal, Kanada, dan mendapat gelar M. A. Tidak lama kemudian melanjutkan lagi pada program pascasarjana di University of London tahun 1963-1964 hingga mendapat gelar Ph. D.

b. Corak pemikiran pendidikan Al-Attas

Apabila ditelaah dengan cermat, format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas, tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan terpadu.
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan dalam Islam harus mewujudkan manusia yang baik, yaitu manusia universal (Al-Insan Al-Kamil). Insan kamil yang dimaksud adalah manusia yang bercirikan: pertama; manusia yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian; a) dimensi isoterikvertikal yang intinya tunduk dan patuh kepada Allah dan b) dimensi eksoterik, dialektikal, horisontal, membawa misi keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang dalam kualitas pikir, zikir dan amalnya (achmadi, 1992: 130). Maka untuk menghasilkan manusia seimbang bercirikan tersebut merupakan suatu keniscayaan adanya upaya maksimal dalam mengkondisikan lebih dulu paradigma pendidikan yang terpadu.
Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam rumusan sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak sangat jelas upaya Al-Attas untuk mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya tidak hanya ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis.
Dari deskripsi di atas, dapat dilacak bahwa secara makro orientasi pendidikan Al-Attas adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterepaduan sistem. Hal tersebut terlihat dalam konsepsinya tentang Ta’dib (adab) yang menurutnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan bahwa setelah manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan adab, etika dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi` pertimbangan nilai-nilai dan ajaran agama.
Hal itu merupakan indikator bahwa pada dasarnya paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas lebih mengacu kepada aspek moral-transendental (afektif) meskipun juga tidak mengabaikan aspek kognitif (sensual–logis) dan psikomotorik (sensual-empiris). Hal ini relevan dengan aspirasi pendidikan Islami, yakni aspirasi yang bernafaskan moral dan agama. Karena dalam taksonomi pendidikan Islami, dikenal adanya aspek transendental, yaitu domain iman disamping tiga domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan B.S.Bloom dkk. (Muhaimin, 1991 : 1971: 72-73).
Domain iman amat diperlukan dalam pendidikan Islami, karena ajaran Islam tidak hanya menyangkut hal-hal rasional, tetapi juga menyangkut hal-hal yang supra rasional, dimana akal manusia tidak akan mampu menangkapnya, kecuali didasari dengan iman, yang bersumber dari wahyu, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Domain iman merupakan titik sentral yang hendak menentukan sikap dan nilai hidup peserta didik, dan dengannya pula menentukan nilai yang dimiliki dan amal yang dilakukan.

c. Kondisi obyektif pendidikan Islam dewasa ini

Untuk memotret bagaimana kondisi dunia pendidikan Islam dewasa ini, setidaknya bisa dicerna pandangan dan penilaian kritis para cendekiawan muslim, dimana secara makro dapat disimpulkan bahwa ia masih mengalami keterjajahan oleh konsepsi pendidikan Barat. Walaupun statemen ini berupa tesis atau hipotesa yang perlu dikaji ulang, tetapi ia sangat penting sebagai cermin dan refleksi untuk memperbaiki wajah pendidikan Islam yang dicita-citakan.
Prof. Dr. Isma’il Raji Al-Faruqi dalam karya monumentalnya islamization of knowlegde: general principles and workplan mensinyalir bahwa kondisi umat Islam saat ini sangat memprihatinkan, berada di bawah anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Mengenai kondisi ini, ia menulis the whole world nomdays is led to thing that the religion of islam standas at the root of all evils (Al-Faruqi, 1995: x). Dalam bukunya Al-Tawhid, ia menambahkan bahwa : the ummah of islam is undeniabley the most unhappy ummah in modern times (Al-Faruqi, 1994: xiii). Al-Faruqi meyakini bahwa kondisi umat islam yang memprihatinkan ini, disebabkan oleh sistem pendidikan yang dipakai jiplakan dari sistem pendidikan Barat, baik materi maupun metodologinya (AL-Faruqi, 1984:17).
Tidak bisa dipungkiri, bahwa masyarakat Islam di seluruh dunia sedang berada dalam arus perubahan yang sangat dahsat seiring datangnya era globalisasi dan informasi. Sebagai masyarakat mayoritas dalam dunia ketiga, sungguhpun telah berusaha menghindari pengaruh westernisasi, tetapi dalam kenyataannya modernisasi yang diwujudkan melalui pembangunan berbagai sektor termasuk pendidikan, intervensi dan westernisasi tersebut sulit dielakkan.
Sehubungan dengan itu Fazlur Rahman Anshari yang selanjunya dikutip oleh Muhaimin, menyatakan : bahwa dunia Islam saat ini menghadapi suatu krisis yang belum pernah dialami sepanjang sejarahnya, sebagai akibat dari benturan peradaban Barat dengan dunia Islam.
Khursyid Achmad, seorang pakar muslim asal Pakistan, mencatat empat kegagalan yang ditemui oleh sistem pendidikan Barat yang liberal dan sekuler, yaitu:
Pertama, pendidikan telah gagal mengembangkan cita-cita kemasyarakan di kalangan pelajar.
Kedua, pendidikan semacam ini gagal menanamkan nilai moral dalam hati dan jiwa generasi muda. Pendidikan semacam ini hanya memenuhi tuntutan pikiran, tetapi gagal memenuhi kebutuhan jiwa.
Ketiga, pendidikan liberal membawa akibat terpecah belahnya ilmu pengetahuan. Ia gagal menyusun atau menyatukan ilmu dalam kesatuan yang utuh. Empat, selanjutnya pendidikan liberal menghasilkan manusia yang tiadak mampu menghadapi masalah kehidupan yang mendasar. (Achmad, 1992:22-23).
Semerntara Al-Attas melihat bahwa universitas modern (baca:Barat) tidak mangakui eksistensi jiwa atau semangat yang ada pada dirinya, dan hanya terikat pada fungsi administratif pemeliharaan pembangunan fisik
Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dewasa ini, secara makro telah terkontaminasi dan terinvensi konsep pendidikna Barat. Dimana paradigma pendidikan Barat tersebut secara garis besar dapat dikatakan hanya mengutamakan pengejaran pengetahuan ansich, menitik beratkan pada segi teknik empiris, sebaliknya tidak mengakui eksistensi jiwa, tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari landasan spiritual.

d. Menuju paradigma pendidikan Islam

Melihat kondisi pendidikan dewasa ini sebagaimana telah dideskripsikan, maka peniruan terhadap konsepsi pendidikan Barat harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan dengan cita-cita pendidikan Islam. Sebaliknya merupakan suatu keniscayaan untuk mencari paradigma pendidikan yang paling sesuai dengan cita-cita islam.
Dalam wacana ilmiah, setidaknya dapat dikemukakakan beberapa alasan mendasar tentang pentingnya realisasi paradigma pendidikan Islam.
Pertama, Islam sebagai wahyu Allah yang meruapakan pedoman hidup manusia untuk mencapia kesejahteraan di dunia dan akherat, baru bisa dipahami, diyakini, dihayati dan diamalkan setelah melalui pendidikan. Disamping itu secara fungsional Nabi Muhammad, sendiri di utus oleh Allah sebagai pendidikan utama manusia.
Kedua, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora juga termasuk ilmu normatif, sebab ia terikat dengan norma-norma tertentu. Disini nilai-nilai Islam sangat memadai untuk dijadikan sentral norma dalam ilmu pendidikan itu.
Ketiga, dalam memecahkan dan menganalisa berbagai masalah pendidikan selama ini cenderung mengambil sikap seakan-akan semua permasalahn pendidikan, baik makro maupun mikro diyakini dapat diterangkan dengan teori-teori atau filsafat pendidikan Barat, padahal yang disebut terakhir tadi bersifat sekuler. Oleh karena itu, nilai-nilai ideal Islam mestinya akan lebih sesuai untuk menganalisa secara kritis fenomena kependidikan (Lihat Achmadi, 1992: viii-ix).

e. Aktualisasi konsep Al-Attas dalam pendidikan Islam masa kini

Berdasarkan pada fenomena dan kondisi obyektif dunia pendidikan masa kini pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya, maka pemikiran pendidikan Islam yang terformula dalam konsep ta’dib yang ditawarkan Al-Attas, sungguh memilki relevansi dan signifikansi yang tinggi serta layak dipertimbangkan sebagai solusi alternatif untuk diaktualisasikan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan Islam. Karena pada dasarnya ia merupakan konsep pendidikan yang hendak mengintegrasikan dikhotomi ilmu pengetahuan, menjaga keseimbangan-equilibrium, bercorak moral dan religius. Secara ilmiah Al-Attas telah mengemukakan proposisi-proposisinya sehingga menjadi sebuah konsep pendidikan yang sangat jelas. Sehingga bukanlah suatu hal yang naif bahwa statement Al-Attas ini merupakan sebuah jihad intelektual dalam menemukan paradigma pendidikan Islam. Bila dicobakan untuk berdialog dengan filsafat ilmu, apa yang diformulasikan oleh Al-Attas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik dari dataran ontologis, epistemologis maupun aksiologis.

2. Pemikiran Muhammad Abduh

a. Riwayat hidup Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir disuatu desa di Mesir Hilir tahun 1849. Bapaknya bernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai Umar bin Khatab. Mereka tinggal dan menetap di Mahallah Nasr. Muhammad Abduh dibesarkan dilingkungan keluarga yang taat beragama dan mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.
1) Muhammad Abduh mulai belajar membaca dan menulis serta menghafal Al Qur an dari orang tuanya, kemudian setelah mahir membaca dan menulis diserahkan kepada satu guru untuk dilatih menghafal Al Qur an. Ia dapat menghafal Al Quran dalam masa dua tahun. Kemudian Ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Sekh Ahmad ditahun 1862, Ia belajar bahasa Arab, nahu, sarf, fiqih dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam pembelajaran itu tidak lain metode hapalan diluar kepala, dengan metode ini Ia merasa tidak mengerti apa-apa sehingga Ia tidak puas dan meninggalkan pelajarannya di Tanta.
2) Ketidak puasan dengan metode menghafal diluar kepala, Ia meninggalkan pelajarannya dan kembali pulang kekampung halamannya dan berniat akan bekerja sebagai petani. Dan pada tahun 1865, sewaktu masih berumur 16 tahun Iapun menikah.
3) Setelah empat puluh hari menikah, Ia dipaksa orang tuanya kembali ke Tanta untuk belajar, Iapun meninggalkan kampungnya tapi tidak pergi ke Tanta ,malah bersembunyi dirumah pamannya yang bernama Syekh Darwisy Khadr seorang terpelajar pengikut tarikat Syadli dan merupakan alumni pendidikan tasawuf di Libia dan Tripoli.
4) Syekh Darwisy kelihatannya tahu keengganan Muhammad Abduh untuk belajar, kemudian ia selalu membujuk pemuda itu untuk bersama-sama membaca buku, namun setiap kali dibujuk Muhammad Abduh tetap menolaknya. Berkat kegigihan Syekh Darwisy akhirnya Muhammad Abduh mau membacanya,dan setiap Ia membaca beberapa baris Syekh Darwisy memberi penjelasan luas tentang arti yang dimaksud oleh kalimat itu. Akhirnya Iapun pergi ke Tanta untuk meneruskan pelajarannya.
Setelah selesai belajar di Tanta, Ia meneruskan studinya di Al-Azhar pada tahun 1866. Sewaktu belajar di Al-Azhar inilah Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaludin Al-Afgani, ketika ia datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Dalam perjumpaan ini Al-Afgani memberikan beberapa pertanyaan kepada Muhammad Abduh dan kawan-kawan mengenai arti dan maksud beberapa ayat Al-Qur an. Kemudian ia memberikan tafsirannya sendiri.Perjumpaan ini memberikan kesan yang baik didalam diri Muhammad Abduh.
5) Dan ketika Jamaludin Al-Afgani datang da tahun 1871, untuk menetap di Mesir, Muhammad Abduh menjadi murid yang paling setia. Ia belajar filsafat dibawah bimbingan Al-Afgani. Dimasa ini Ia mulai menulis di harian Al-Akhram yang pada waktu itu baru saja terbit.
Pada tahun 1877 studinya selesai di Al-Azhar dengan mendapat gelar ‘Alim. Ia kemudian mengajar di almamaternya yaitu Al-Azhar, Darul Ulum dan dirumahnya sendiri, Ia mengajarkan buku akhlak karangan Ibnu Maskawaih, Muqaddimah Ibnu Khgaldun dan Sejarah kebudayaan Eropa karangan guizot dan lain-lain. Dari sinilah Ia mengadakan pembaharuan-pembaharuan khususnya dibidang pendidikan Islam.

b. Ide Pembaharuan Pendidikan Islam Muhammad Abduh

1) Pembaharuan Pendidikan Islam di Al-Azhar

Al-Azhar mulai dikenal pada masa dinasti Fatimiyah menguasai Mesir ,pada paro kedua abad ke-10. Tepatnya pada tahun 359 H/970 M,Khalifah al-Muiz Lidinillah (341 – 365 H/953 – 975 M ) memerintahkan panglima Jauhar al-Katib as-Siqili agar meletakan batu pertama bagi pembangunan Masjid Jami’ al-Azhar yang selesai pembangunannya pada tahun 361 H / 971 M.
Semula ide para pnguasa daulah Fatimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar di al-Azhar adalah karena dorongan kepentingan madzhab.Namun gagasan ini kemudian berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah perguruan tinggi. Pada tahun 365 H / 975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiyah yang sederhana materinya adalah prinsip-prinsip fiqih syiah yang terkandung dalam buku al-Ikhtisar atau al-Iqsar yang ditulis oleh orang tua Abu Hasan an-Nu’man. Kemudian atas usulan mentri Ya’kub bin Killis (Ibnu Killis) perkuliahan itu dilaksanakan secara kontinyu.
Jabatan Syekh al-Azhar dibentuk pada tahun 925 H /1517 M.Sejak itu,Syekh al-Azharlah orang pertama yang berhak memberikan penilaian atas reputasi ilmiyah bagi tenaga pengajar, mufti dan hakim. Sedang sistem pengajaran dipakai di al-Azhar adalah sistem halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran dalam masjid) yang menggunakan syarah niqasi (diskusi) dan hiwar (dialog). Pada bulan Februari 1872 M, mulai ada pengembangan di al-Azhar ,yaitu pada masa kepemimpinan Syekh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi Syekh (rektor) al-Azhar ke –21, Ia memasukan sistem ujian untuk mendapat ijazah al-Azhar. Selanjutnya seiring perkembangan zaman al-Azhar mengalami pengembangan-pengembangan termasuk pada kepemimpinan Syekh Muhammad Abduh.
Karir Muhammad Abduh sendiri dimulai setelah Abduh menamatkan kuliahnya pada tahun 1877, atas usaha Perdana Mentri Riadl Pasya, Ia diangkat menjadi dosen pada Universitas Darul Ulum, disamping itu menjadi dosen pula pada Universitas al-Azhar , Ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal sesuai dengan cita-citanya,yaitu memasukan udara baru yang segar pada perguruan-perguruan tinggi Islam itu, menghidupkan Islam dengan metode-metode baru baru sesuai dengan kemajuan zaman,memperkembangkan kesusastraan Arab sehingga ia merupakan bahasa yang hidup dan kaya raya , serta melenyapkan cara-cara lama yang kolot dan fanatik, Tidak itu saja ia mengkritik politik pemerintah pada umumnya,terutama sekali politik pengajarannya yang menyebabkan para mahasiswa Mesir tidak mempunyai roh kebangsaan yang hidup, sehingga rela dipermainkan oleh politik penjajah asing.
Di al-Azhar sendiri Ia mengajar logika,teologi dan filsafat, etika dan sejarah. Untuk etika dipilihnya buku Tahzib al-Akhlaq (pembinaan akhlaq) karangan Ibnu Maskawaih dan Sejarah Peradaban Eropa karangan F.Guizot untuk pelajaran sejarah. Dalam mengajar Abduh menekankan kepada mahasiswanya untuk berpikiran kritis dan rasional dan tidak harus terikat kepada suatu pendapat, dan menjauhi paham patalisme karena paham ini harus dirubah dengan paham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan, inilah yang akan menimbulkan dinamika umat Islam kembali.
Ketidak kritisan dan fatalisme umat Islam menyebabkan kemunduran Umat, kelemahan umat, stagnasi pemikiran Umat, absennya jihad Umat, absennya kemajuan kultur Ummat dan tercabutnya Umat dari norma-norma dasar pendidikan Islam.
Poin-poin tersebut diatas pada dasarnya menunjukan krisis intelektual dalam dunia Islam yang berlarut-larut. Krisis tersebut penyebabnya adalah salah satunya dikarenakan adanya dikotomi Ilmu Pengetahuan pada saat itu, sehingga umat Islam jauh tertinggal secara kultural dan peradaban.
Kondisi tersebut diatas yang menimpa umat Islam secara keseluruhan pada abad ke-12, juga menimpa al-Azhar, dimana al-Azhar dikuasai oleh ulama-ulama konservatif yang membawa al-Azhar terjebak dalam dikotomi ilmu pengetahuan ,dimana mereka lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supemasi fiqih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain.
Kondisi al-Azhar tersebut, menggugah Muhammad Abduh untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dia yakin bahwa apabila al-Azhar diperbaiki, kondisi umat Islam akan baik. Menurutnya ,apabila al-Azhar ingin diperbaiki, pembenahan administrasi dan pendidikan didalamnyapun harus dibenahi, kurikulumnya diperluas ,mencakup ilmu-ilmu modern, sehinnga al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan universitas-unuversitas lain di Eropa serta menjadi mercusuar dan pelita bagi kaum muslimin.
Untuk mewujudkan cita-citanya untuk mewujudkan kemajuan al-Azhar, Muhammad Abduh berusaha mencari dukungan ulama-ulama al-azhar dan tokoh-tokoh lain termasuk al-Khudaywi untuk merestui rencananya itu, namun dia gagal.
Ketika Abbas Hilmi naik kepentas kekuasaan, dia mengeluarkan keputusan untuk membentuk sebuah panitia yang mengatur al-Azhar. Dalam kepanitiaan itu Muhammad Abduh mewakili pemerintahdan menjadi pemerkasanya. Kesempatan ini digunakan Muhammad Abduh dengan sebaik-baiknya untuk mereformasi kondisi al-Azhar, usahanya ini didukung oleh Syekh an-Nawawi yang merupakan teman akrabnya.
Adapun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh untuk kemajuan al-Azhar adalah:
a) Menaikan gaji guru-guru atau dosen-dosen yang miskin
b) Membangun Ruaq Al-Azhar yaitu kebutuhan pemondokan bagi dosen-dosen dan mahasiswanya.
c) Mendirikan Dewan Administrasi Al-Azhar ( Idarah al-Azhar)
d) Memperbaiki kondisi perpustakaan yang sangat menyedihkan.
e) Mengangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas Syekh al-Azhar.
f) Mengatur hari libur,dimana libur lebih pendek dan masa belajar lebuh panjang.
g) Uraian pelajaran yang bertele-tele yang dikenal Syarah al-Hawasyi diusahakan dihilangkan dan digantikan dengan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
h) Menambahkan mata pelajaran Berhitung, Aljabar, Sejarah Islam, Bahasa dan Sastra dan Prinsip-prinsip Geometri dan Geografi kedalam kurikulum al-Azhar.
Usaha pembaharuan Muhammad Abduh mengalalami kegagalan terutama usahanya menghilangkan dikotomi pendidikan, setelah al-Khudaywi Abbas berbalik menolak upaya perbaikan terhadap al-Azhar dan mendukung orang-orang yang kontra dengan Muhammad Abduh. Syekh Muhammad Abduh akhirnya dipecat dari kepanitiaan tersebut, dan al-Azharpun kembali kepada keadaan semula, dengan kurikulum lamanya.
Walaupun Muhammad Abduh pada saat itu belum berhasil memperbaiki kondisi al-Azhar karena banyak penetangan dari ulama-ulama al-Azhar yang konservatif, tetapi usaha pembaharuannya sangat berpengaruh pada dunia Islam hingga sekarang.

2) Pembaharuan di Bidang Pendidikan Politik

Ketertarikan Muhammad Abduh pada dunia politik dimulai semenjak perkenalannya dengan seorang tokoh pembaharu yaitu Jamaludin Al Afgani pada tahun 1870 sewaktu Ia masih menjadi mahasiswa di al-Azhar. Sewaktu Al-Afgani diusir dari Mesir pada tahun 1879, karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khadewi tawfiq, Muhammad Abduh dipandang ikut campur dalam soal ini, Ia dibuang keluar Cairo. Tapi ditahun 1880 Ia boleh kembali keibu kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah “Al-Waqi’ Al-Misriyah”.
Al Waqi’ Al-Misriyah, surat kabar resmi pemerintah dibawah pimpinan Muhammad Abduh, mempunyai peranan penting dalam perjuangan rakyat Mesir melawan kolonial, dimana surat kabar bukan hanya menyiarkan berita-berita resmi,tetapi juga artikel-artikel tentang kepentingan Mesir dan senantiasa mendorong rasa nasionalisme rakyat Mesir untuk membela negaranya.
Setelah Urabi Pasya, dari golongan nasionalis sepenuhnya dapat mengontrol dan menguasai tentara Mesir dari perwira-perwira Turki dan Sarkas, Inggris tidak berkenan dan menganggap berbahaya bagi kepentingannya di Mesir, untuk itu mereka ingin menjatuhkan Urabi Pasya dengan mengebom Alexandria dari laut pada tahun 1882. Pengeboman Inggris atas Alexandria mendapat perlawanan sengit dari kaum nasionalis, walaupun pada akhirnya kaum nasionalis dapat dikalahkan pasukan Inggris,Mesirpun jatuh dibawah kekuasaan Inggris.
Dalam revolusi Urabi Pasya itu,Muhammad Abduh turut mmainkan peranan. Dia bersama-sama pemimpin lainnya ditangkap,dipenjarakan dan kemudian dibuang keluar negeri pada tahun 1882. Pertama di Bairut Libanon kemudian di Paris. Pada tahun1884 Ia bersama-sama Jamaludin Al-Afgani mendirikan majalah “AL-Urwatul Wutsqa” di Paris.
Melalui majalah ini Ia bersama Jamaludin Al-Afgani menyusun gerakan bernama Al-Urwatul Wutsqa,yaitu gerakan kesadaran umat Islam sedunia. Dengan perantaraan majalah itulah ditiupkannya suara keinsyapan keseluruh dunia Islam, supaya mereka bangkit dari tidurnya melepaskan cara berpikir fanatik dan kolot serta bersatu membangun kebudayaan dunia berdasarkan nilai-nilai Islam. Suara itu lantang sekali kedengarannya dan dengan pesat menggema keseluruh dunia,memperlihatkan pengaruhnya dikalangan umat Islam, sehingga dalam tempo yang singkat kaum imperalis menjadi gempar dan cemas. Akhirnya majalah itu ditutup pemerintah Prancis dikala majalah itu baru terbit delapan belas nomor.
Dibidang politik kenegaraan, Abduh memiliki ide-ide yang berbeda dengan gurunya Jamaludin Al-Afgani.Al Afgani menghendaki pembaharuan umat Islam melalui pembaharuan negara, sedangkan Abduh berpendapat bahwa pembaharuan negara dapat dicapai melalui pembaharuan umat. Abduh tidak menghendaki jalan revolusi tapi melalui jalan evolusi. Olehkarena itu Abduh tidak menghendaki sikap konfrontatif terhadap penjajah agar dapat memperbaiki umat dari dalam.
Dalam soal kekuasaan,Muhammad Abduh memandang perlu membatasi kekuasaan dengan institusi yang jelas. Tanpa konstitusi akan timbul tindakan sewenang-wenang.Untuk itu,Muhammad Abduh mengajukan prinsip musyawarah yang dipandang dapat mewujudkan kehidupan politik yang demokratis.

3). Pembaharuan dibidang Sosial Keagamaan

Menurut Muhammad Abduh, sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat Islam. Karena faham jumud inilah umat Islam tidak menghendaki perubahan, umat Islam setatis tidak mau menerima perubahan dan umt Islam berpegang teguh tradisi. Untuk mencerahkan umat Islam dari kejumudan itu, Muhammad Abduh menerbitkan majalah al-Manar. Penerbitan majalah ini diteruskan oleh muridnya yaitu Rasyid Ridla (1865-1935) yang kemudian menjadi tafsir Al-Manar.
Adapun pokok –pokok pemikiran Muhammad Abduh dibidang sosial keagamaan adalah :
a) Kemajuan agama Islam itu tertutup oleh umat Islam sendiri, dimana umat Islam beku dalam memahami ajaran Islam, dihapalkan lapadznya tapi tidak berusaha mengamalkan isi kandungannya. Dalam hal ini ungkapan Abduh yang terkenal didunia Islam “Islam itu tertutup oleh pengikut-pengikut Islam itu sendiri”.
b) Akal mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam. ”Agama adalah sejalan dengan akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan akal”.
c) Dari akal akan terungkap misteri alam semesta yang diciptakan Allah untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Hanya dengan ketinggian akal dan ilmu manusia mampu mendudukan dirinya sebagai makhluk Allah yang tunduk berbakti kepada yang Maha Pencipta.
d) Ajaran Islam sesuai dengan pengetahuan modern begitu pula
e) Ilmu Pengetahuan modern pasti sesuai dengan ajaran Islam.

Ide-ide dan ajaran Muhammad Abduh diatas mempengaruhi dunia Islam pada umumnya dan khususnya dunia Arab baik melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri maupun melalui tulisan-tulisan murid-muridnya, seperti Muhammad Rasyid Ridla dengan majalah al-Manar dan tafsir al-Manarnya, Kasim Amin dengan dengan buku Tahrir al-Marah, Farid Wajdi dengan Dairah al-Ma’arif dan lain-lain. Karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri telah banyak diterjemahkan kedalam bahasa asing, seperti bahasa Turki, Urdu dan Indonesia.


Daftar Pustaka

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, 1981, penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta.
__________, Konsep Pendidikan dalam Islam, 1990, penerjemah Haidar Bagir, Mizan, cet III, Bandung.
Achmadi, 1988, Ilmu pendidikan Islam II, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Salatiga.
___________, 1992, Islam paradigma ilmu pendidikan, Aditya Media, cet.I, Yogyakarta.
___________, Edisi 01/Tahun I/1998, Klasifikasi ilmu pengetahuan Islam: Perspektif Sejarah Peradaban Islam, jurnal wahana Akademika, kopertais Wil. IX, Semarang.
Al-Syaibany, Oemar M. Al-Thoumy, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta.
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, editor A.E. Priyono, Mizan, Bandung.
Muhadjir, Noeng, 1987, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: suatu teori pendidikan, Rake sarasin, Yogyakarta.
Muhaimain, 1991, Konsepsi Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Ramadhani, Solo.
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Jogjakarta; Gama Media,2002
Ensiklopedi Islam Jilid 1 ,Jakarta;Ikhtiar Baru Van Hoeve,2001
Ensiklopedi Islam Jilid 3 ,Jakarta;Ikhtiar Baru Van Hoeve,2001
Husayn Ahmad Amin,Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam,Bandung; Remaja Rosdakarya,2001
Harun Nasution,Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan , Jakarta; Bulan Bintang,1975
Syekh Muhammad Abduh,Risalah Tauhid,Jakarta ; Bulan Bintang 1975
Rusni, Kemuhammadiyahan, Surakarta; Majlis Dikdasmen Pimpinan Muhammadiyah Kota Surakarta, 1994


Tidak ada komentar:

Posting Komentar