Selasa, 27 Mei 2014

Pendidikan kita,,,,



Sebagai insan beriman di bulan Mei 2014 kita patut bersyukur kepada Alloh SWT. Karena pada bulan ini ada 3 peristiwa penting bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, yakni Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Hari Kebangkitan Nasonal dan peringatan Isro' Mi'roj nabi Muhammad SAW.
 Dari ketiga peristiwa penting itu dapat kita korelasikan dan merupakan peringatan penting bagi kita semua. Sebagai muhasabah  kita bersama, ada pertanyaan penting yang mesti harus kita jawab bersama-sama juga.
1. Bagaimana pendidikan kita saat ini?
2. Dengan melihat realita generasi saat ini terkait dengan  dunia pendidikan, apa yang harus kita lakukan?
3. Apakah nilai-nilai pendidikan ketika dikorelasikan dengan nilai ajaran Islam utamanya yang terkandung dalam Isro' Mi'roj sudah ada titik keberhasilan?

Berbicara tentang Pendidikan nasional, berdasarkan UU RI No. 20 Th. 2003, Bab VI, Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan, Bagian kesatu, Umum, pasal 13, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Memperhatikan kepada UU tersebut sudah cukup jelas maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Namun yang menjadi masalah adalah nuansa-nuansa pendidikan di luar ketiga jalur pendidikan di atas, yakni pendidikan yang secara tidak langsung seperti kegiatan politik yang tidak sehat, kegiatan-kegiatan yang berlangsung di masyarakat, siaran atau berita yang disampaikan melalui mess media cetak, audio visual telah membantuk moral baru bagi generasi muda, cenderung merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai bentuk keperihatinan pendidikan yang merusak atau cenderung mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara yang kurang baik terhadap pembentukan moral bangsa adalah adanya persoalan-persoalan material, spritual, sosial, politik dan peradaban serta pemahaman sempit tentang pendidikan. Yang selama ini belum terpecahkan telah menganggu ketertiban pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian muncul persoalan-persoalan baru, yakni persoalan rasialisme, keamanan dabn meningkatkan angka kriminalitas, lapangan kerja, dan hilangnya berbagai standar nilai kemanusiaan. Di mana-mana terjadi kerusuhan, musibah silih berganti, semua itu telah mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa generasi.
Disadari atau tidak bahwa efek samping kejadian dan peristiwa tersebut telah berpengaruh terhadap perkembangan moral/akhlak, sehingga dewasa ini sering muncul bentuk-bentuk kejahatan yang dirasakan dan cukup meresahkan kehidupan masyarakat, yakni menjamurnya bentuk-bentuk pemalsuan, penipuan, pencurian, penghianatan, tidak loyal pada janji dan tidak pula komitmen terhadap kebijakan, dan lain sebagainya. Belum bicara tentang merajalelanya mabuk-mabukan, pecandu obata-obatan terlarang, berkosaan, dan bentuk-bentuk pelanggaran terhadap kehormatan dan membudayanya perkataan kotor dan cacian, dan lain sebagainya.
Persoalan tersebut tidak lepas dari persoalan pendidikan yang kurang memperhatikan kepada pendidikan moral, di sekolah-sekolah mata pelajaran sejarah sudah ditiadakan, yang mana secara tidak langsung telah memberikan pengalaman hidup berbangsa dan bernegara yang seyogyanya menjadi bahan renungan bagi generasi muda untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara UU pendidikan nasional memang pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya menyempurnakan kurikulum, pola dan starategi pembelajaran, namun demikian penyempurnaan tersebut hanya terarah kepada pembinaan pengetahuan dan keterampilan, terarah pada pembinaan pola dan sterategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Akan tetapi menyangkut moral kurang perhatian, guru-guru agama di sekolah-sekolah umum kurang berperan dan jam/alokasi pelajarannyapun sangat terbatas. Dalam waktu 2 (dua) jam perminggu tidaklah cukup untuk menyelenggarakan pendidikan agama plus akhlak/kepribadian. Di samping itu pendidikan agama belum mampu mengimbangi kemajuan ilmu dan teknologi serta komunikasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa :
1.       Pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan, tidak saja di kalangan pemerintah, akan tetapi menjadi perhatian bagi semua komponen bangsa.
2.       Penyelenggaraan pendidikan hendaknya tidak terfokus pada peningkatan mutu ilmu dan keterampilan saja melainkan juga harus memperhatikan segi moral yang didasarkan pada agama.
3.   Penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pada pendidik saja, melainkan juga orang tua khususnya dan masyarakat pada umumnya.
4.          Nuansa-nuansa pendidikan yang disiarkan dalam mess media cetak dan audio visual tidak hanya mengejar segi material saja, akan tetapi juga hendaknya dapat menunjang segi moral kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.   Penanaman nilai, pembiasaan beribadah dan membangun kepedulian sosial hendaknya menjadi perhatian serius dan menjadi point penting dalam penyelenggaraan pendidikan, terlebih dengan "wacana" adanya kurikulum 2013 yang menekankan pada pendidikan karakter.

Senin, 12 Mei 2014

Film Anak "Stop Pernikahan Usia Anak"

Setiap anak berhak tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Dalam Peraturan Desa Logandu Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak Bab V Pasal 35 disebutkan, "Anak berhak, berkewajiban, menjaga dan melindungi dirinya serta mencegah menikah di usia anak;
Dan Pasal 36 menyebutkan, "Pemerintah Desa, masyarakat dan orangtua wajib mencegah terjadinya pernikahan Usia Anak.
Dengan dasar itulah Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) dan Kelompok Anak Child Alhabib Desa Logandu Kecamatan Karanggayam menyajikan Film Pendek dengan Judul "Aja Meksa" (StopPernikahan Anak) sebagai media promosi Perlindungan Anak.
Mari kita tonton bareng, semoga bermanfaat bagi kita semua,,,,,
 


Selasa, 06 Mei 2014

Pacaran Islami, Adakah?


Bagi remaja, bila istilah pacaran disebut-sebut bisa membuat jantung berdebar. Siapa sich yang enggak semangat bila bercerita seputar pacaran? Semua orang yang normal pasti senang dan bikin deg-degan.
Bicara soal cinta memang diakui mampu membangkitkan semangat hidup. Termasuk anak masjid (santri), yang katanya "dicurigai" tak kenal cinta. Sama saja, anak masjid (santri) juga manusia, yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Pasti dong, mereka juga butuh cinta dan dicintai. Soalnya perasaan itu wajar dan alami. Malah aneh bila ada orang yang enggak kenal cinta, jangan-jangan bukan orang.
Nah, biasanya bagi remaja yang sedang kasmaran, mereka mewujudkan cinta dan kasih sayangnya dengan aktivitas pacaran. Kayak gimana sich? Deuuh, pura-pura enggak tau. Itu tuch, cowok dan cewek yang saling tertarik, lalu mengikat janji, dan akhirnya ada yang sampai hidup bersama layaknya suami istri.
Omong-omong soal pacaran, ternyata sekarang ada gossip baru tentang pacaran islami. Ini kabar benar atau cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu? Malah disinyalir, katanya banyak pula yang melakukannya adalah anak masjid. Artinya mereka itu pengen Islam, tapi pengen pacaran juga. Ah, ada-ada saja!!!
Memang betul, kalau dikatakan bahwa ada anak masjid yang meneladani tingkah James Van Der Beek dalam serial Dawson's Creek, tapi bukan berarti kemudian dikatakan ada pacaraan Islami, itu enggak benar. Siapapun yang berbuat maksiat, tetap saja dosa. Jangan karena yang melakukan adalah anak masjid, lalu ada istilah pacaran Islami. Enggak bisa, jangan-jangan nanti kalau ada anak masjid kebetulan lagi nongkrongin judi togel, disebut judi Islam? Wah gawat bin bahaya.
Tentu lucu bin menggelikan dong bila suatu saat nanti teman-teman remaja yang berstatus anak masjid atau aktivis dakwah terkena "virus" cinta kemudian mengekspresikannya lewat pacaran. Itu enggak bisa disebut pacaran Islami karena memang enggak ada istilah itu. Jangan salah sangka, mentang-mentang pacarannya pakai jilbab, baju koko, dan berjenggot, lalu mojoknya di masjid, kita sebut aktivitas pacaran Islami. Wah salah besar itu!!!
Lalu bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syahwatnya sebagai pacaran Islami? Sekali lagi dosa! Iya dong. Soalnya siapa saja yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi anak masjid, malu-maluin ajach.
Coba simak QS. An-Nuur : 30, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan menjaga kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Kemudian QS. An-Nuur : 31, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya..."

               Jadi gimana dong? Dalam Islam tetep tak ada yang namanya pacaran Islami. Lalu kenapa istilah itu bisa muncul? Boleh jadi karena teman-teman remaja hanya punya semangat keislaman saja tapi minus tsaqafah 'pengetahuan' Islamnya. 
So? Ngaji lagi yuk!!! 

sumber :link dari remajaislamcerdas.blogspot.com