Jumat, 05 Juni 2020

Lockdown dan kekerasan terhadap anak

Akhir tahun 2019 dunia digegerkan dengan munculnya virus corona/covid-19 yang dengan ganas dan cepatnya menyerang ke seluruh penjuru dunia, dan tidak ketinggalan juga Indonesia. Pengaruh dari maraknya penyebaran covid-19 sebagai upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan  melahirkan kebijakan lockdown. Anjuran untuk dirumah saja yakni bekerja dari rumah, belajar/proses pembelajaran dari rumah, bahkan beribadah dari rumah ternyata membawa dampak yang sangat luar biasa dalam kondisi sosial masyarakat.
Dampak perekonomian yang paling mudah dilihat sehingga yang paling mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dengan analisa data munculnya pengangguran baru, pendapatan penghasilan keluarga yang menurun, sepinya pasar dari penjual dan pembeli, melangitnya harga kebutuhan masyarakat dan kelangkaan kebutuhan masyarakat menjadi dasar dan acuan pemerintah untuk menggelontorkan sejumlah anggaran baik dari pusat sampai ke daerah bahkan ke desa yang muaranya adalah untuk mengatasi permasalahan ekonomi dampak dari covid-19.
Pertanyaannya adalah, apakah masalah ekonomi merupakan satu-satunya dampak atau dampak yang terbesar dari adanya kebijakan lockdown? Tentu saja secara tegas dapat kita jawab TIDAK.
Perekonomian adalah bagian mata rantai atau lingkaran dari dampak lockdown, yang artinya diluar itu banyak dampak yang terjadi yang mungkin lebih berbahaya dan harus lebih mendapatkan perhatian dari pemerintah dan kita semua. Salahsatunya yang sebetulnya sangat penting dan mendasar namun luput dari perhatian dan sering terabaikan adalah kekerasan terhadap anak.
Kebijakan dirumah saja jika tidak disikapi dengan baik dan diterima dengan penuh kesadaran, akan berdampak pada rasa kejenuhan dan beban psikologis yang luarbiasa. Begitu juga kebijakan belajar dari rumah dengan model pembelajaran online ini juga menjadi permasalahan tersendiri didunia anak-anak. Jika sebelumnya ada larangan bagi anak-anak agar tidak membawa handphone/ hp ke sekolah, dirumahpun dibatasi dan diatur saat penggunaan hp, namun sekarang mau tidak mau anak-anak setiap hari harus selalu pegang hp dan harus selalu online. Hal ini tentunya disamping permasalahan ekonomi, juga akan menimbulkan permasalahan  baru dalam dunia anak-anak dan juga orang dewasa.

1. Renggangnya hubungan antara orangtua dan anak. (Kebijakan yang kontradiksi antara anjuran dirumah saja yang dengan anjuran itu diharapkan komunikasi antara anak dan orangtua akan lebih hangat, namun dengan kebijakan bekerja dan belajar dari rumah, maka justru akan melahirkan kesenjangan dan kerengganngan keluarga)
2. Minimnya fungsi kontrol orangtua, pembelajaran online selain akan membuka peluang dan kesempatan bagi anak-anak untuk mengakses semua yang ada di internet, termasuk konten-konten yang belum layak konsumsi bagi anak-anak. Berawal dari sini-lah pintu masuk terjadinya kekerasan pada anak.
3. Kejenuhan awal lahirnya hayalan.
Di rumah saja, berkomunikasi dengan media sosial, akan melahirkan kejenuhan dan hayalan-hayalan negatif yang muaranya tentunya berdampak pada rawan kekerasan (baik kekerasan fisik, psikis maupun kekerasan seksual).
4. Rawan kecanduan;
Dengan setiap hari dituntut untuk mengakses materi pembelajaran dan tugas belajar secara terus menerus selain ada kejenuhan juga akan menjadi beban psikis bagi anak. Sebagai “refreshingnya” adalah diselingi dengan bermain game. Berawal dari selingan, lama-kelamaan menjadi kecanduan.
5. Malas berfikir;
Pembelajaran dengan media internet (online) ketika mengerjakan tugas kecenderungan anak adalah mencari jalan pintas/instan. Kemauan untuk mencari sumber referensi akan semakin lemah, yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana agar mampu menjawab dengan cepat. Dampaknya anak malas berfikir kritis, ide dan gagasan akan terpendam, kreatifitas akan terkubur dan tenggelam dalam angan-angan.

Analisa kekawatiran sebagaimana tersebut diatas memang analisa kualitatif yang bisa benar dan salah. Dan sangat mugkin juga masih ada kemungkinan dan dampak sosial yang lain yang lebih membahayakan bagi masa depan anak-anak kita. Yang terpenting yang ingin saya sampaikan adalah “Lockdown, waspada kekerasan anak”.

Rabu, 03 Juni 2020

Mohammad Farid, Bapak Hak Anak Indonesia

Pertama ketemu dan mengenal beliau sekitar tahun 2008/2009 saat menfasilitasi Pelatihan sosialisasi KHA bagi Pendamping Anak. Selanjutnya pada pada tahun-tahun berikutnya dengan materi yang sama saat penguatan bagi para pengurus KPAD.
Yang paling mengesan adalah saat berkunjung ke Desa Logandu untuk mendampingi proses FGD anak-anak Child Alhabib dalam rangka menyusun Pemetaan ASHA pada Selasa siang, 27 September 2011 di Sanggar Anak. Beliau berkenan bermalam dirumah kami (tidak dihotel) bareng Bung Anggoro Putro saat itu.
Dari pertemuan-pertemuan itulah banyak hal yang dapat kami peroleh dan tentu kita teladani dari beliau:


1. Kesederhaan hidupnya.
“Sampeyan, sebagai pendamping anak harus membiasakan dan memperlihatkan kesederhanaan dalam berbicara dan berperilaku didepan anak-anak. Jangan jumawa, dan terkesan angkuh. Dengan begitu anak-anak akan merasa nyaman dan aman”, kata beliau saat itu. Dan menurut saya, hal itu tidak hanya beliau ucapkan, tetapi juga dipraktekkan.


2. Pemahaman keilmuan dan kesabarannya;
Menurut saya, beliau tidak hanya hafal pasal demi pasal, ayat demi ayat, tetapi beliau sangat paham makna baik yang terkandung dalam KHA maupun aturan yang lain terkait perlindungan anak.
Hal itu saya rasakan ketika beliau menyampaikan dan menjelaskan baik saat di forum pelatihan maupun saat diluar acara. Sering kali kami menghubungi beliau via hp (telepon / sms) untuk minta pencerahan dan penguatan saat menjumpai kebuntuan dan permasalahan dilapangan. Dengan kesabarannya beliau jelaskan secara detail, pelan-pelan namun terasa sangat berbobot sehingga menguatkan langkah kami.


3. Komitmen dan kuat memegang prinsip.
Pesan beliau saat menginap dirumah, “sampeyan sudah terlanjur disebut pendamping anak, dan pembela hak anak. Sampeyan harus bangga, karena tidak semua orang mampu melakukannya, dan yakinlah bahwa apa yang sampeyan lakukan juga bagian dari ibadah”.
Selamat jalan, jasamu kan selalu terkenang....


#MengenangMohammadFarid
#BapakHakAnakIndonesia

Selasa, 02 Juni 2020

HILANGNYA ADZAN JUM'AT

Sepi, sunyi .....
Bumi seakan tak berpenghuni
Semua manusia telah mati
Mati ... ditelan ketakutan yang menghantui.
Tuhan ......
Sudah sangat durhaka-kah kami ?
Yang selalu memuja apa yang ada di bumi;
Tuhan .....
Sudah sangat ingkar-kah kami ?
Yang dengan entengnya meninggalkan perintah-Mu demi keangkuhan kami;
Tuhan ...
Sudah sangat berdosa-kah kami ?
Yang setiap saat bermaksiat tiada henti.
Tuhan ...
Kami sadar, namun kami tak mau menyadari
Kami tahu, namun kami tak mau mengetahui
Kami meratap, namun kami tak tahu apa yang diratapi
Kami menangis, namun kami tak tahu apa yang kami tangisi...
Tuhan ...
Hati kami menjerit, meronta membelah angkasa..
Dimana “hayya ‘alashsholah”?
Dimana “hayya ‘alal falah”?
Dimana tongkat sang khatib yang perkasa?
Dimana seruan lantang “ayooo bertaqwa”
Tuhan ....
Sungguh kami lemah dan hina..
Sungguh kami malu dan tiada berguna..
Hanya Kau kirimkan makhluk yang bernama corona,
Kami ssemua lumpuh dan tak berdaya
Tuhan ...
Kami bersimpuh, memohon belas kasih-MU
Cukupkanlah teguran-MU
Dengan sifat rahman dan rahim-MU
#teras_istiqomah, (Jum’at Pahing, 27032020)