Kamis, 27 Februari 2014

MASJID SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


A.    Latar Belakang
       Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan Masjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Selain itu Masjid juga merupakan sarana pendidikan Islam karena bagaimanpun Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Adapun fungsi masjid yang ada di pedesaan cuman sebatas sarana untuk beribadah seperti, shalat, mengaji saja, dan belum banyak yang menjadikan Masjid di pedesaan/pedalaman sebagai tempat pendidikan yang sudah berkembanga saat ini.

B.     Masjid dalam tinjauan Etimologi
Masjid berarti tempat bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa semitik). Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masjid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan". [1]Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

C.     Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal tahun pertama hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.

D.    Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi.[2] Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. selain dalam bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran majelis ta’lim.
Salah satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid disamping sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid juga digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun strategi perang. Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan lainnya yang berurusan dengan kepentingan umat.[3]
Orang boleh saja meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global ini. Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan dapat dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat pendidikan agama Islam.
Masjid juga sudah ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun berada. Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah, tetapi keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat muslimnya.
Mayoritas penduduk kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini minimal terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya luas dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan masjid. Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan masjid jauh lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih banyak, disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal sebagai tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT, komplek RW, komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan mushalla, tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen, adalah contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan tiga bangunan masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan di masjid, secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep memakmurkan masjid.
Keberadaan bangunan masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas wilayah dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at. Masjid juga tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah yang kecil. Bangunan masjid semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya penduduk di Indonesia dan semakin banyaknya pembangunan komplek perumahan. Semakin banyaknya masjid dan tuntutan mendirikan masjid menunjukkan bahwa masjid sangat berpotensi untuk menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat peradaban yang menyertai perkembangan kehidupan umat Islam sepanjang masa.[4]
Makmurnya masjid juga berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam dan tempat pembinaan umat. Pendidikan agama Islam di masjid pada umumnya dilaksanakan secara konservatif atau tradisional. Pendidikan agama Islam dengan cara tradisional adalah dengan metode bandungan atau sorogan. Pengajar pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau ditirukan oleh santri masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan untuk terjadinya Tanya jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau kyai masjid.
Sejarah perkembangan masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan sosial. Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga tahun.
Pendidikan agama Islam yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu. Konsep pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun tidak dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa dengan masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya terbatas, hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter masyarakat perdesaan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. [5]Ketika Nabi Muhammad saw. berhijrah dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah di Quba, program yang pertama kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah masjid yang kemudian beliau namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal ini dimaksudkan oleh Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna menunaikan shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt., saling bermusyawarah dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi “Madhar”(manifestasi) bagi persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan menjadikan masjid menjadi tempat pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan nasihat dalam masalah agama, akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang masuk ke dalam masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau belajar (mencari ilmu), maka ia bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. sendiri seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat secara melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian beliau menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka. Dan jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga kemudian di Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan Qira'atul Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama, hukama, khulafa, umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu hitung, dan lain-lain.
Saat ini konsep sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep sekolah-sekolah Islam terpadu dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah Islam terpadu. Bahkan di sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya pembangunan masjid di tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah mendalam yang sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw. di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya tempat untuk mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung Rasulullah juga melakukan berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat yang lain seperti, di rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang. Sesuai dengan ilmu dan ajaran yang akan disampaikannya.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau qolbunya pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui sesuatu hal yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan tidak juga hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan kepada kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna). Karena pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:[6]
1.      Afektif, yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai hakiki ini ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah menjalankan shalat, pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang terkandung di dalam shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2.      Kognitif, yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah bertasbih dan membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di dalamnya. Dan sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama melakukannya di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an
3.      Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.

PENUTUP

Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan. Sekolah-sekolah yang dibangun di seputar masjid dewasa ini menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar di atas dapat berjalan bersamaan. Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan kepandaian dalam olah ilmu pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah, serta kemampuan fisiknya dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah. Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat awal hijrah Rasulullah saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan masjid-masjid sebagai rumah Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di masjid, mengikuti pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan kajian-kajian baik masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul karimah. Baik itu masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di lingkungan sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai panggilan shalat, maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan pendidikan yang diharapkan.

DAFTAR FUSTAKA

Hasanuddin, Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Ibey. 2011. Fungsi Masjid. (http://wordpress.com, diakses tanggal 21 Juni 2011). 

Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Muhammad Natsir, Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se Dunia di Makkah, Jakarta, Perwakilan Rabitah Alam Islami , 1395H.

Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,Upaca Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.

Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an , Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1971.




[1] Moh E Ayub. Menejemen Masjid. (Jakarta : Gema Insani Press, 1997).
[2] Hasanudin. Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia. (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
[3] Sidi Gazalba. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. 9Jakarta : Pustaka Antara, 1971).
[4] Moh E Ayub. Menejemen Masjid. (Jakarta : Gema Insani Press, 1997).
[5] Muhamad Natsir. Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se Dunia di Makkah. (Jakarta : Perwakilan Rabitah Alam Islami.)
[6] Nana Rukmana. Masjid dan Dakwah, Merencanakan Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah, Upaya Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual. (Jakarta : Almawardi Prima, 2002).

Rabu, 19 Februari 2014

WORKSHOP UNDANG-UNDANG DESA DAN IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK ANAK DI KABUPATEN KEBUMEN


Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 ayat 1). Dan pada pasal 5 disebutkan bahwa, Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. Itu artinya bahwa Otonomi desa’ tidak lagi menjadi sisanya ‘otonomi daerah’ (yang bersumber dari hak berian), melainkan menjadi wujud pengakuan atas hak asal-usul yang dimiliki desa (bersumber dari hak bawaan)
Pemerintahan desa yang didalamnya adalah Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), memegang peranan penting sebagai penyelenggara pemerintahan desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara partisipatif, transparan dan akuntabilitas dengan mengarus-utamakan pro poor, gender dan pemenuhan hak anak.
Berbicara tentang pemenuhan hak anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Bab IV pasal 20 disebutkan bahwa “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”, terlebih setelah lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak, pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dari segala tindak kekerasan menjadi tanggungjawab bersama dan harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak yang peduli terhadap perlindungan anak.
Dengan dasar pertimbangan tersebut maka Undang-Undang tentang Desa sebagai payung hukum bagi desa dan Peraturan yang terkait dengan Perlindungan Anak harus dipahami oleh pemerintah desa, lembaga desa dan seluruh elemen masyarakat dalam rangka mewujudkan kemandirian desa dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Berangkat dari pemikiran diatas, Forum KPAD Kabupaten Kebumen sebagai organisasi sosial yang berkomitmen dalam perlindungan anak, bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB Kabupaten Kebumen) dan Forum Masyarakat Sipil (Formasi) menyelenggarakan “Workshop Undang-Undang tentang Desa dan Implementasi Perlindungan Anak di Kabupaten Kebumen”.
Kegiatan workshop yang dilaksanakan pada hari Senin, 10 Februari 2014 di Balai Desa Balingasal Kecamatan Padureso itu dihadiri oleh 80 orang peserta yang terdiri dari unsur Kepala Desa, Ketua BPD dan Ketua KPAD dari 23 Desa dan Muspika di Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun dengan narasumber Drs. Susilo Kabid Perlindungan Anak BPPKB Kabupaten Kebumen, dan Mustika Aji, S.Pd dari Forum Masyarakat Sipil (Formasi Kebumen)
Dalam kata pengantarnya Ketua Umum Pengurus Harian Forum KPAD Kebumen Mardiadi menyampaikan, bahwa Maksud dan tujuan dari kegiatan workshop ini adalah: Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak, meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan desa, terkait dengan Undang-undang Desa dan Mendorong terwujudnya pemerintahan yang partisipatif, berperspektif anak, perempuan dan warga miskin.
Sedangkan Camat Padureso R. Agung Pambudi, SIP, M.Si, dalam sambutan pembukaanya mengatakan bahwa, masih banyak masyarakat kita yang belum memahami tentang UUPA. Dengan adanya UUPA kita perlu ada perubahan pola pengasuhan terhadap anak. Sering kali orangtua melakukan (sadar/tidak) telah mengajarkan sesuatu yang tidak baik. Sehingga menjadi pembiasaan saat dewasa, contohnya: membeli rokok, menghutang.
Terkait dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, beliau menyampaikan, Munculnya UU Desa akan membawa angin segar bagi desa, yang butuh kesiapan sejak perencanaan, penganggaran, pelaksana, pertanggungjawaban. Itu artinya butuh kesiapan penuh bagi desa sebagai obyek dan pemerintahan sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kami menyambut baik kegiatan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua dalam rangka membangun desa.

dokumentasi kegiatan Sambutan Camat Padureso




Paparan Fasilitator