Didalam “jagat pakeliran” ada cerita atau
lakon Maguru ada yang menyebut Pandhu swargo yang menceritakan tentang darma
bakti seorang anak kepada orangtuanya yang patut kita teladani. Sosok Bima
satria kedua Pandawa, bersedih hatinya ketika mengetahui orangtuanya yakni
Prabu Pandudewayana atau Pandu dewanata dan ibunya Dewi Madrim dimasukkan ke
dalam Kawah Candradimuka tempat penyiksaan para kawula yang dianggap berdosa
dan menentang perintah para dewa. Kesalahan dan dosa Prabu Pandu Dewanata dan
Dewi Madrim karena berani menaiki Lembu Andini yang merupakan kendaraan Bathara
Guru. Bima ingin memberontak, karena keputusan Bathara Guru dianggap tidak adil
dan tidak sesuai dengan peraturan kadewatan. Karena keberanian Prabu Pandu
Dewanata dan Dewi Madrim menaiki Lembu Andini sudah atas ijin Bathara Guru.
Tidak ada yang salah, dan tidak ada kata menentang aturan dewa. Namun apalah
daya, sebaik dan sebenar apapun tindakan kawula jika tidak sesuai dengan
keinginan dewa tetaplah dianggap salah. Bima sadar keterbatasan dan
kelemahannya sebagi kawula yang tidak akan mampu melawan keputusan dewata.
Namun Bima adalah Bima, sosok satria tangguh dan teguh pada prinsipnya. Apapun
resikonya seorang anak harus dan wajib hukumnya berbakti kepada orangtuanya.
Salahsatu bentuk baktinya adalah bertekad membebaskan orangtuanya dari siksa
kawah Candradimuka dan dimasukkan swargaloka. Untuk mencapai cita-cita dan
keinginannya, Bima mendirikan “padhepokan atau paguron” dengan mengajarkan ilmu
suci yang disebut dengan ilmu “Sangkan paraning dumadi”.
Apa ilmu Sangkan paraning dumadi sehingga
dianggap ilmu suci dan puncak dari ilmu? Ilmu Sangkan paraning dumadi adalah
ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia dan mengajarkan kepada manusia
untuk mengetahui jati dirinya. Membangun kesadaran diri siapakah aku? Dari mana
asalnya, dimana saat ini berada dan akan menuju kemana aku berlabuh dan berakhir.
Hakikat
manusia adalah sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri dari tiga
unsur, yaitu: unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Sebagai hamba Allah
SWT, kewajiban manusia adalah menyembah dan taat beribadah hanya kepada Allah
SWT Tuhan Yang Maha Esa. Kewajiban menyembah atau mengesakan Tuhan adalah janji
manusia kepada Tuhan sebelum dilahirkan bahkan perjanjian bapak moyang manusia
pertama yakni Nabi Adam AS kepada Allah SWT ketika diciptakan.
Kapan perjanjian
itu dilakukan? Setelah kakek moyang manusia Nabi Adam ‘alaihissalam diciptakan.
Demikian yang tersurat dalam hadis riwayat Abu Hurairah.
لَمَّا خَلَقَ
اللَّهُ آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ، فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ كُلُّ نَسَمَةٍ هُوَ
خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ
كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبِيصًا مِنْ نُورٍ، ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ فَقَالَ:
أَيْ رَبِّ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ ذُرِّيَّتُكَ
Artinya:
Sewaktu
menciptakan Nabi Adam, Allah mengusap punggungnya. Maka berjatuhanlah dari
punggungnya setiap jiwa keturunan yang akan diciptakan Allah dari Adam hingga
hari Kiamat. Kemudian, di antara kedua mata setiap manusia dari keturunannya
Allah menjadikan cahaya yang bersinar. Selanjutnya, mereka disodorkan
kepadanya. Adam pun bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah mereka?” Allah menjawab,
“Mereka adalah keturunanmu,” (HR. Al-Tirmidzi).
Pada saat seluruh
calon keturunan Adam ‘alaihissalam dikeluarkan dari punggungnya Allah mengambil
janji dan sumpah setia mereka:
وَإِذْ أَخَذَ
رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, (QS. Al-A‘raf [7]: 172).
Dalam keterangan lain disebutkan
bahwa, Ruh, sebelum dilahirkan ke dunia, hanya ditanya satu kali oleh
Allah SWT. Pertanyaan ini berkaitan dengan janji setia yang harus dipenuhi
oleh manusia di dunia. Dalam hadis, disebutkan bahwa Allah bertanya kepada
ruh-ruh manusia, "Apakah aku Tuhan kalian?" dan ruh-ruh
menjawab, "Iya, kami bersaksi.".
Janji setia
yang dimaksud adalah persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT. Kejadian ini terjadi di alam rahim, sebelum ruh dimasukkan ke dalam tubuh
manusia yang baru dibentuk. Persaksian
ini merupakan dasar penting bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan
bertanggung jawab atas segala perbuatannya di hadapan Allah SWT.
Selanjutnya membangun kesadaran diri, bahwa
manusia diciptakan oleh Tuhan mempunyai tanggungjawab sebagai kholifah atau
pemimpin di bumi. Sebagai kholifah, manusia mempunyai tanggungjawab dan
kewajiban merawat bumi, menjaga kelestarian ekosistemnya sebagai sumber
kehidupan dan keberlangsungan hidup manusia. Hindari perilaku merusak bumi,
merusak ekosistem bumi yang ada. Jangan sampai termasuk golongan manusia yang membuat
kerusakan di bumi, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh malaikat kepada Allah
SWT ketika akan menciptakan manusia pertama yakni Nabi Adam AS. Firman Allah SWT didalam Al Qur’an Surat Al
Baqarah ayat 30:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ
جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ
فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ
قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
“Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami
bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Baqarah: 30)
Kemudian ditegaskan didalam QS Ar Rum : 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).
Ilmu Sangkan paraning dumadi, juga mengajarkan
wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orangtuanya. Kewajiban berbakti
kepada oraangtua tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, hidup dan mati. Karena hubungan
nasab persambungan darah tidak akan pernah terputus oleh apapun dan oleh
siapapun.
Dengan pemahaman ilmu Sangkan paraning dumadi
itulah yang membangkitkan tekad dan semangat sang Bima untuk mengeluarkan dan
membebaskan orangtuanya dari siksa kawah Candradimuka dan memuliakannya dengan memasukkan ke swargaloka. (kgta_230052025)