Sabtu, 14 Juni 2014

Bab Puasa Ramadlan (bagian 1)


Ramadhan adalah merupakan bulan yang banyak mengandung hikmah serta keutamaannya. Setiap orang Islam dan beriman akan merasa gembira saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadlan adalah bulan yang penuh barokah, selain Alloh SWT berjanji bagi setiap muslim yang menunaikan ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda, di dalam bulan Ramadhan Allah Ta'ala juga telah menurunkan kitab suci al-Quranul-karim, yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia di alam semesta ini dan juga untuk membedakan antara yang benar dengan yang salah.
Kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan ini telah di perintahkan oleh Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya :"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa."
Jadi tujuan puasa Ramadhan adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa dengan sesungguhnya. Yaitu menjalankan apa yang diperintahNya serta menjauhi segala apa yang dilarangNya.
Mari kita ulas kembali tentang pengertian puasa. Yang dimaksud dengan berpuasa menurut syariat Islam ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti halnya makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak mulai terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari, disertai dengan niat iklhas ibadah kepada Allah, dan karena mengharapkan ridho-Nya serta menyiapkan diri dalam rangka meningkatkan ketakwaan.
Mengingat penting dan wajib bagi setiap muslim, maka mempelajari (mengetahui) tentang ilmu berpuasa menjadi wajib. Hal itu dimaksudkan agar dalam kita melaksanakan puasa sesuai dengan aturan syari’at Islam. Dikatakan oleh shohibuz zubad, “setiap orang yang melakukan amal (ibadah) tanpa ilmu, maka ibadahnya ditolak dan tidak diterima oleh Alloh”.
Berkaitan dengan hal tersebut mari kita kaji bersama beberapa hal yang berkaitan dengan mas’alah puasa yang kita nukil dari Kitab Safinatun Naja’ berikut ini:
1.       Syarat sahnya berpuasa
Syarat sahnya berpuasa (ramadlan) itu ada 4, yaitu:
a.      Orang Islam (muslim). Orang non muslim (kafir) tidak sah berpuasa ramadlan.
b.      Berakal, artinya orang yang terganggu pikirannya, misal orang gila, tidak sah puasanya.
c.       Suci dari haidl, nifas maupun wiladah. (bagi perempuan)
d.      Mengetahui waktu yang dapat menerima (dapat untuk) berpuasa. Beberapa waktu yang tidak dapat (haram) berpuasa adalah: dua hari raya (idul fitri dan idul adh-ha), hari tasyrik (tanggal 11, 12, 13 bulan zulhijah) dan hari “mamang/syak” yakni tanggal 30 bulan sya’ban.
Wallohu a’lam,,,,,

(bersambung)


Jumat, 13 Juni 2014

Makalah: Organisasi dan Tokoh terkemuka Penyelenggara Pendidikan Islam di Indonesia


A.    Jami’at Khair: Konsep Pendidikan Konfergensi
Konsep pendidikan konvergensi yaitu sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara sistem pendidikan madrasah (islam) dengan pendidikan barat (sekolah) di Indonesia. Jamiat Khair melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yaitu: pertama, pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua, pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar.

B.      Taman Siswa: Konsep Pendidikan Nasional.
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Konsep pendidikan Taman Siswa berasal dari berbagai sumber ide yang di nilai bermanfaat dan layak untuk di masukkan sebagai acuan sistem pendidikan yang dicita-citakan. Dalam makna lain Taman Siswa terbuka dari pengaruh luar, yang bersifat tidak merugikan dan tidak pula mengorbankan prinsip dasar dan tujuan yang hendak di capai. Taman Siswa sudah mempersiapkan suatu konsep tentang pendidikan, sebagai suatu sistem yang digali dari kekayaan kebudayaan nasional. Asas-asas pokok yang berdasarkan kemanusiaan, kodrat alam, Kebangsaan, kebudayaan, dan kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara menyusun sistem pendidikannya, yang disebut dengan “kembali kepada yang nasional.”
  1. Sistem Among.
Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak asuh itu untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya.
2.      Teori Trisentra.
Trisentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan taman siswa. Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan) merupakan pembentukan lingkungan pendidikan yang terpadu antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3.      Kebudayaan  Nasional.
Gagasannya adalah untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.

C.    Indonesia Nederland School : Konsep Sekolah Kerja.
Didirikan oleh M. Syafei, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanan, Sumatra Barat. Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75% dan praktek 25% sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing teori 50% dan praktek 50% sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (does school). Tujuan utamanya adalah pendidikan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan mengutamakan peranan pekerjaan tangan, M. Syafei berkeyakinan, bukan pelajaran saja yang pokok, tetapi cara pengajarannya tidak boleh diabaikan. Adanya kaitan antara materi pelajaran dengan metode yang digunakan guru, akan menopang tiga unsur pokok pendidikan yang akan di kembangkan. Ketiga unsur pokok itu adalah pembentukan watak, kebiasaan kerja sistematis, intensitas dan rasa setia kawan antara para murid.

D.    Perguruan Muhammadiyah : Konsep Sekolah Agama
Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah mendirikan sekolah umum model pemerintah seperti Kweek School (sekolah guru) tetapi tidak netral agama. Dengan predikatnya sebagai pembaharu Muhammadiyah menyusun kurikulum pengajaran di sekolah-sekolahnya mendekati rencana pelajaran sekolah-sekolah pemerintah. Pada pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) di ajarkan, walaupun ia mendasarkan sekolahnya pada masalah-masalah agama. Tampaknya dalam kurikulum, pemisahan antara dua macam disiplin ilmu itu dinyatakan dengan tegas.
Berdasarkan susunan mata pelajaran yang termuat dalam rencana pelajaran (seluruh) mata pelajaran agama hanya 20%(lima mata pelajaran) di madrasah Mu’allimin (sekolah guru Muhammadiyah). Kedua, sebagai institusi pendidikan islam yang menginginkan pembaharuan dalam pendidikan islam agaknya kecenderungan sistem pendidikan yang dipilih oleh Muhammadiyah adalah pendidikan integratif menggabungkan kurikulum sekolah pemerintah dengan kurikulum madrasah. Madrasah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[1]
  1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
  2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
  3. Muhammadiyah sebagai gerakan
Dari beberapa ciri di atas terdapat pula tujuan-tujuan di antaranya adalah di bidang pendidikan. Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
  1. Tajdid, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan
  2. Kemasyarakatan
  3. Aktivitas
  4. Kreativitas
  5. Optimisme
Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara. Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
  1. Sekolah Umum
Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
2.      Sekolah Agama
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun dan Madrasah Diniyah.[2]
Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah perkembangannya semakin pesat. Pada dasarnya ada 4 macam jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu:
  1. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK, dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
  2. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: Madrasah Ibtidaiyyah (MI), MTs, dan MA.
  3. Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah Tablig, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
  4. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sampai sekarang cukup banyak mengelola lembaga pendidikan tinggi, baik umum ataupun agama.
Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Umum di bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah pimpinan Kopertais (Departemen Agama).

E.     Santri Asromo : Konsep Pesantren Kerja.
Didirikan oleh KH. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu kabupaten Majalengka. Karel A Steen brink menilai bahwa pendidikan santri Asromo bertujuan membentuk kepribadian murid-muridnya dengan memberikan kesempatan untuk meraih suatu jabatan dengan bekal keterampilan yang terlatih. Tujuan pendidikan santri Asromo yang digariskan Abdul Halim itu memang tampaknya merangkum dua tujuan pokok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum sebagai tujuan akhir yang akan di capai adalah membentuk anak-anak agar menjadi manusia yang akan dapat membekali dirinya untuk hidup di dunia (dengan pengetahuan) dan akhirat (dengan pengetahuan agama). Adapun tujuan khusus yang akan di capai anak-anak berkaitan dengan bakat, lingkungan, kondisi sosial, kemampuan pendidik, dan tugas kelembagaan adalah untuk membentuk anak menjadi manusia mandiri,keperluan sendiri harus di buat sendiri.
Dari beberapa tulisan yang dijumpai baik Abdul Halim sendiri maupun yang dikemukakan penulis seperti Lothrop Stoddard, di duga  Santri Asromo  banyak dipengaruhi oleh pemikiran Thantowi Jauhari dan Amir Syakib-Arsalan. Pemikiran kedua tokoh itu diserap beliau dan kemudian dipadukan dengan kondisi di tanah air dan cita-citanya untuk mendirikan suatu sistem pendidikan islam yang dapat menghasilkan santri-santri yang dapat hidup mandiri. Tampaknya Santri Asromo merupakan realisasi dari pemikiran Abdul Halim tentang pembaharuan pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan pengangguran, kemiskinan, dan kebodohan mayoritas umat Islam dari zamannya.

F.     Persis (Persatuan Islam): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi
Didirikan secara resmi pada tanggal 12 September1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus. Pada awal berdirinya, pesantren persis dikenal sebagai pesantren yang sangat modern apalagi dibandingkan dengan pesantren-pesantren lain pada umumnya karena keberaniannya memasukkan beberapa sistem administrasi pendidikan dan model kurikulum seperti yang diajarkan sekolah Belanda. Walaupun demikian, pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan pesantren Persis ini adalah perimbangan pendidikan agama sebagai prioritas, jika dibandingkan dengan pendidikan umum, dan yang menarik,kurikulum yang dipakai sampai saat ini adalah hasil rakitan sendiri. Namun begitu dalam pengakuan berbagai pendidik di kalangan pesantren, “kurikulum rakitan” itu masih didasarkan kepada kaidah-kaidah baku gerakan persis, seperti yang disebut Ahkam al-Syar’i dan qaidah ushul. Dari racikan kurikulum seperti ini, diharapkan para santri memiliki bekal pengetahuan akidah yang cukup, dan ta’abudi(berbudi pekerti) yang berdasarkan al-sAkhlak al-kKarimah(akhlak budi pekerti luhur).
Di samping menyelenggarakan pendidikan Islam berupa madrasah atau sekolah lain, Persis juga mendirikan sebuah pesantren. Pesantren Persis didirikan di Bandung tanggal 1 Dzulhijjah 1354 H bertepatan dengan Maret 1936. Pesantren ini dipimpin oleh A. Hasan sebagai kepala dan Muhammad Nasir sebagai Penasehat dan Guru. Tujuan pendidikan pesantren ini untuk mengeluarkan mubalig-mubalig yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mengajarkan agama Islam. Dengan demikian, diharapkan terbentuknya kader-kader yang punya kemauan keras untuk melakukan dakwah Islamiyah. Namun demikian, pada tahun 1988 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan Persis, yakni ketika pimpinan pesantren Persis secara kelembagaan mengizinkan para santri untuk mengikuti ujian negara dalam bentuk evaluasi belajar tahap akhir persamaan. Hal ini belaku bagi siswa yang merampungkan studinya di tingkat Tsanawiyah maupun tingkat muallimin. Hal ini merupakan langkah besar bagi Persis karena pada masa kepemimpinan sebelumnya di bawah pimpinan KH. Abdurrahman, para santri dan siswa di lingkungan persis tidak diperbolehkan mengikuti ujian negara yang salah satu tujuan utamanya mendapatkan ijazah negeri. Dalam perspektif Kyai, hal ini akan mempengaruhi visi dan orientasi para siswa di didik di lingkungan Persis untuk menjadi ulama menjadi cenderung pragmatis seperti pegawai negeri.[3]

G.    Nahdhatul Ulama’ (NU)
Nahdhatul Ulama pada waktu berdirinya ditulis dengan ejaan lama “Nahdlatoel Oelama (NO)” didirikan di Surabaya tanggal 31 Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut mazhab yang sering kali menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah. Berdirinya gerakan NU tersebut adalah sebagai reaksi terhadap gerakan reformasi dalam kalangan umat Islam Indonesia dan berusaha mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Sedangkan dalam hal i’tiqad NU berpegang pada aliran Ahlussunah Waljama’ah. Dalam konteks ini NU memahami hakikat Ahlussunah Waljama’ah sebagai ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya.[4]
Sebelum menjadi partai Politik , NU bertujuan memegang teguh salah satu mazhab dari mazhab imam yang empat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali dan mengajarkan apa-apa yang menjadi kemaslahatan untuk agama Islam (ADNU tahun 1926).
Setelah menjadi partai politik Mei 1952 yang dituangkan dalam anggaran Dasarnya  yang baru, di mana NU bertujuan:
  1. Menegakkan syari’at Islam dengan berhaluan salah satu dari empat mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali
  2. melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukanlah usaha-usaha, antara lain:
  1. Menyiarkan agama Islam melalui tablig-tablig, kursus-kursus dan penerbitan-penerbitan.
  2. Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam
  3. Penyelenggaraan Pendidikan
Selanjutnya, pada akhir tahun 1938 (1356 H) komisi perguruan NU berhasil melahirkan reglemen tentang susunan madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan mulai tanggal 2 Muharram 1357 H. Adapun susunan madrasah-madrasah tersebut adalah:[5]
  1. Madrasah Awaliyah dengan lama belajar 2 tahun
  2. Madrasah Ibtidaiyyah dengan lama belajar 3 tahun
  3. Madrasah Tsanawiyah dengan lama belajar 3 tahun
  4. Madrasah Mu’allimin Wustha 2 tahun
  5. Madrasah Mu’allimin “Ulya” 3 tahun
Kurikulum yang menjadi acuan pengajaran di Madrasah-madrasah tersebut tampaknya harus menurut ketentuan PBNU bagian pendidikan dan pengajaran atau yang dikenal dengan Ma’rif. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran formal ini NU membentuk satu bagian khusus yang menanganinya, yaitu yang disebut Ma’arif di mana tugasnya adalah untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU.
H.    Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan madrasah yang tertua dan termasyhur di Jakarta yang didirikan pada tahun 1913 oleh Perhimpunan Al-Irsyad Jakarta dengan tokoh pelopornya Ahmad Syurkati Al-Anshari. Tujuan perkumpulan Al-Irsyad ini adalah memajukan pelajaran agama Islam yang murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Al-Irsyad di samping bergerak di bidang pendidikan, juga  bergerak di bidang sosial dan dakwah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul secara murni dan konsekuen.
Dalam bidang pendidikan, Al-Irsyad mendirikan madrasah:
  1. Awaliyah, lama belajar 3 tahun (3 kelas)
  2. Ibtidaiyah, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
  3. Tajhiziah,  lama belajar 2 tahun (2 kelas)
  4. Mu’allimin, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
  5. Takhassus, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
Pada tahun 1924 dimulailah usaha perbaikan organisasi sekolah, ketika dikeluarkannya sebuah peraturan di mana hanya anak-anak di bawah umur 10 tahun yang dapat diterima pada kelas satu Sekolah Dasar yang lama belajarnya 5 tahun. Begitu juga pelajar-pelajar dari sekolah guru mempunyai kesempatan untuk praktek atau latihan mengajar. Anak yang lebih dari 10 tahun dapat masuk ke kelas-kelas yang lebih tinggi tergantung pada kemampuan yang diperlihatkannya pada ujian masuk yang dilaksanakan semacam placement test untuk sekarang.
Dewasa ini organisasi Al-Irsyad terus berkembang dan bidang yang menjadi garapannya pun semakin luas, baik bidang pendidikan, kesehatan, dakwah dan sebagainya.

I.       Perserikatan Ulama
Organisasi Islam yang bernama Perserikatan Ulama ini merupakan perwujudan dari lahirnya gerakan-gerakan pembaharuan di Indonesia, hal ini khususnya terjadi di daerah Majalengka, Jawa Barat. Kehadiran Perserikatan Ulama ini adalah inisiatif K. Abdul Halim pada tahun 1911. Lembaga pendidikan tersebut sudah menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan sistem lama yang memakai halaqah. Inilah yang mengilhaminya untuk mengadakan perubahan sistem pendidikan tradisional di daerah asalnya sekembalinya ke tanah air. Di samping itu juga motivasinya adalah untuk membuktikan kepala pihak familinya yang kebanyakan golongan priyayi (politik pendidikan pemerintah kolonial) bahwa dia meskipun dari golongan rakyat biasa mampu melayani masyarakat dengan baik. Setelah enam bulan sekembalinya dari Tanah Suci Makkah pada tahun 1911 Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Orang-orang yang bergabung di dalamnya kebanyakan dari petani dan pedagang. Di bidang ekonomi pada mulanya organisasi ini bermaksud untuk membantu anggota-anggotanya yang bergerak di bidang perdagangan dalam persaingannya dengan pedagang-pedagang Cina. Sedang di  bidang pendidikan, KH. Abdul Halim mulanya menyelenggarakan pelajaran agama skali seminggu untuk orang-orang dewasa. Umumnya materi yang diberikan adalah pelajaran fiqh dan hadits.
Dalam rangka perbaikan mutu lembaga pendidikannya Abdul Halim berhubungan dengan Jami’at Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan murid-muridnya pada tingkat yang lebih tinggi untuk memahami bahasa Arab yang kemudian menjadi bahasa pengantar pada kelas-kelas lanjutan. Organisasi tersebut kemudian diganti namanya menjadi Perserikatan Ulama, yang disahkan secara hukum oleh pemerintah pada tahun 1917 dengan bantuan HOS Cokroaminoto (pimpinan Serikat Islam). Ia disebut juga Perikatan Umat Islam yang pada tahun 1952 difusikan dengan organisasi lainnya Al-Ittahadiyatul Islamiyah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI). Perserikatan Ulama secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura mulai tahun 1924 dan pada tahun 1937 lebih jauh lagi ke seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 1932 dalam suatu Kongres Perserikatan Ulama di Majalengka Abdul Halim mengusulkan agar didirikan sebuah lembaga pendidikan yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan saja dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga kelengkaspsan-kselengkaspsan berupa pengembangan prosesi dan keterampilan seperti pekerjaan tangan, perdagangan dan pertanian, tergantung pada bakat maing-masing yang bersansgksutsan.

J.      Al-Washliyah
Al-Jami’atul Washiliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1249 H oleh para pelajar-pelajar dan guru-guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Maktab Islamiyah Tapanuli. ini adalah sebuah madrasah yang didirikan di Medan pada tanggal 19 Mei 1913 oleh masyarakat Tapanuli dan merupakan madrasah yang tertua di Medan. Sebagai pengurus yang pertama pada organisasi ini adalah Isma’il Banda sebagai ketua I, A Rahman Syihab ketua II dan sebagai penasihatnya adalah Syeikh H.M. Yunus. Al-Washiliyah adalah sebuah organisasi yang berasaskan Islam, yang dalam fiqh memakai mazhab Syafi’i serta dalam hal i’tiqad adalah Ahulussunah Waljama’ah al-Washiliyah bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan keagamaan.
Al-Washiliyah menyelenggarakan pendidikannya dengan susunan sebagai bersikut:
  1. Madrasah Ibtidaiyyah 6 tahun
  2. Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
  3. Madrasah Qimul Ali 3 tahun
  4. Madrasah Mualimun 3 tahun
  5. PGA
  6. Madrasah Al-Washiliyah 6 tahun
  7. SMP Al-Washiliyah 6 tahun
  8. MA Al-Washiliyah 6 tahun
Untuk lembaga pendidikan sekolah dasar sampai SMA materi pelajarannya adalah 70 s% umum 30 s% agama. Pada tahun 1958 Al-Washiliyah telah mampu mendirikan Perguruan Tinggi Agam Islam (PTAI) di Medan dan Jakarta. Di Medan kemudian menjadi Universitas dan mempunyai cabang, seperti Sibolga, Kebun Jahe, Rantau Prapat, Lansa (Aceh) bahkan sampai ke Kalimantan tepatnya di Barabai Kalimantan Selatan yang sekarang bernama Al-Washiliyah Barabai.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam masa yang cukup panjang, pendidikan Islam di Indonesia berada di persimpangan jalan antara mempertahankan tradisi lama atau mengadopsi perkembangan baru. Dalam konteks inilah kemudian dituntut adanya suatu ketegasan visi dan misi pendidikan Islam sehingga tidak tergoda oleh tarik-menarik kecendrungan secara ekstrem. Pendidikan Islam bukanlah sekadar untuk menjadikan pendidikan agama Islam sebagai ‘cagar budaya’ dengan mempertahankan paham-paham keagamaan tertentu, tetapi sebagai agen of change, tanpa kehilangan jati diri keislamannya. Dengan demikian pendidikan Islam akan resfonsif terhadap tuntutan masa depan, yaitu bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh tetapi juga produktif.
Ada tiga alasan yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan untuk menyekolahkan anak-anaknya, yaitu nilai, status sosial,dan cita-cita. Masyarakat yang terpelajar akan semakin beragam pertimbangannya dalam memilih pendidikan anak-anaknya. Eksistensi madrasah selalu ditentukan oleh bagaimana masyarakat memberi dukungan, baik dalam bentuk moral maupun materil termasuk dengan menyekolahkan anaknya ke madrasah. Madrasah sulit berkembang justru erat kaitannya dengan persepsi masyarakat tentang madrasah.
Beberapa agenda besar harus mendapat respon dari dunia madrasah unggul dambaan masyarakat dan umat Islam. Sedikitnya ada empat syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu ketersediaan tenaga pendidikan yang professional, kelengkapan sarana dan prasarana, perlu ditangani dengan sistem manajemen profesional yang modern, dan adanya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan dunia modern. Selain itu madrasah juga perlu memberikan perhatian untuk senantiasa meningkatkan kualitas, mengembangkan inovasi dan kreativitas, membangun jaringan kerjasama dan memahami kerakteristik pelaksanaan otonomi daerah.



[1] Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999).Hlm 96.
[2] Adul Rahman Saleh. Madrasahdan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi. (Jakarata:PT Raja Grafindo Persada, 2006).hlm 19.
[3] M Ali Hasan, Mukti Ali. Kapita Sketsa Pendidikan Islam. Hlm 27.
[4] Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1999).Hlm 106.
[5] Abdul Rahman Saleh. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi. (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006). Hlm 20.