Dewasa ini banyak para pemuda yang jatuh dalam pergaulan yang salah,
senang dengan tindakan brutal dan kekerasan, ugal-ugalan, hura-hura dan bahkan
kemaksiatan,
seperti:
minum minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya. Termasuk yang paling mengkhawatirkan
adalah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim yang
telah baligh, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Alasannya sangat sederhana,
yakni memang begitulah seharusnya seorang pemuda itu, kalau tidak demikian
namanya bukan anak muda.
Kita semuanya pasti menyadari,
bahwa masing-masing kita mempunyai kesalahan dan pernah melakukan dosa, lupa serta
khilaf. Hanya saja orang yang mendapatkan taufiq dan mau menyadari
kekeliruannya pasti akan bersegera untuk bertaubat dan minta ampun kepada Alloh
SWT, menyesali
perbuatan itu dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi-nya,
sebagaimana difirmankan Alloh SWT,
yang artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari
pada Alloh, dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan Surga yang
di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal” (QS: Ali ‘Imron: 135-136)
Betapa Maha Besarnya Alloh SWT, Seseorang telah
melakukan tindak kekejian, menganiaya diri sendiri, kemudian mau bertaubat,
menyesal, minta ampunan dan meninggalkan kemaksiatan itu lalu Alloh Subahanahu
wa Ta’ala mengampuni dan memberikan untuknya kenikmatan abadi di Surga.
Mengalir di bawahnya sungai-sungai, disediakan buah-buahan ranum tak kenal
musim, keteduhan dan kedamaian, bidadari yang jelita dan memandang wajah Alloh Subahanahu
wa Ta’ala Yang Agung lagi Mulia yang merupakan nikmat paling besar
bagi penduduk Surga.
Dasar Kekeliruan
Berbagai tindakan menyimpang yang
dilakukan para pemuda ternyata memiliki muara yang boleh dikatakan sama, yaitu
kekeliruan dalam memahami dan menyikapi masa muda. Hampir sebagian besar pemuda
memiliki persangkaan dan persepsi, bahwa masa muda adalah masa berkelana,
hura-hura, bersenang-senang, main-main, berfoya-foya dan mengabiskan waktu
untuk bersuka ria semaunya.
Untuk menimbang dan memandang dari
sudut syar’i dikatakan belum waktunya dan bukan trendnya. Padahal
kenyataannya syari’at berbicara lain, yaitu masa muda adalah masa dimulainya
seseorang untuk memikul suatu beban tanggung jawab sebagaimana yang disebutkan
dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, bahwa ada tiga golongan yang pena
diangkat (tidak ditulis dosanya) yang salah satunya adalah seorang anak hingga
ia dewasa (menjadi pemuda). Maka bagaimanakah seorang pemuda muslim yang ketika
itu catatan keburukan sudah mulai ditulis malah justru memperbanyak
keburukannya?
Yang sebenarnya adalah, masa muda
merupakan masa dimulainya seseorang memulai menumpuk dan memperbanyak amal
kebajikan, masa menghitung dan introspeksi diri, masa penuh semangat dan jiwa
membara untuk membangun dan beramal sebanyak-banyaknya. Masa di mana segenap
kemampuan dan tenaga dicurahkan serta masa yang penuh dengan kesempatan emas
untuk melakukan berbagai ketaatan dan kebaikan.
Bentuk-Bentuk Kesalahan yang Sering
Dilakukan Pemuda, antara lain:
1.
Meremehkan
Kewajiban
2.
Terlalu
Menuruti Hawa Nafsu
3.
Menyia-Nyiakan
Waktu/Umur
4.
Mabuk-Mabukan
dan Mengkonsumsi Narkoba
5.
Merokok
6.
Kebiasaan
Rahasia (Onani)
7.
Suka
Meniru Trend Orang Kafir (Tasyabbuh)
8.
Hobi
Mengumbar Lisan
9.
Durhaka
Kepada Kedua Orang Tua
10.
Bangga
dengan Perbuatan Dosa
11.
Tidak
mensyukuri nikmat Allah dan menyia-nyiakannya.
12.
Mengganggu
dan menyakiti orang lain, tidak menghormati yang tua.
13.
Memutuskan
hubungan silatur rahim.
14.
Suka
mengikuti program obrolan dengan lawan jenis via telepon.
15.
Menunda
taubat dan panjang angan-angan.
16.
Terlalu
banyak tertawa dan bercanda
17.
Bergaul
dengan teman yang buruk perangai.
18.
Tidak
perhatian dengan urusan-urusan kaum muslimin.
(Sumber
Rujukan: “Min Akhtha’ Asy Syabab” Qism Al-Ilmi Darul Wathan Riyadh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar