Rabu, 23 Januari 2013

Perbandinga pendidikan 1

PERBANDINGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN MUHAMMAD ABDUH DAN IBNU SINA


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Perbandingan Pendidikan
Semester VI Tahun Akademik 2010/2011

Dosen Pengampu:
Mustolih, M.Pd.I, M.Pd.




Disusun oleh

Nama : MASNGUDIN
NIM : 2083248
Prodi : S1 PAI / VI / E



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
( STAINU) KEBUMEN
2011


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial di Mesir pada abad ke 20 yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam .Dialah penganjur yang sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern. Di dunia Islam Ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang keagamaan,dialah yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Al Quran dan Assunnah as Sahihah .Ia juga terkenal dengan pembaharuannya dibidang pergerakan (politik) ,dimana Ia bersama Jamaludin al-Afgani menerbitkan majalah al’Urwatul Wutsqa di Paris yang makalah-makalahnya menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan dunia Islam pada umumnya. Disamping Ia dikenal sebagai pembaharu dibidang keagamaan dan pergerakan (politik) ,Ia juga sebagai pembaharu dibidang pendidikan Isalam,dimana Ia pernah menjabat Syekh atau rektor Universitas Al Azhar di Cairo Mesir.Pada masa menjabat rektor inilah Ia mengadakan pembaharuan-pembaharuan di Universitas tersebut, yang pengaruhnya sangat luas di dunia Islam. Dan usaha –usaha pembaharuan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Permasalahan

Untuk membatasi permasalahan pada makalah ini maka kami membatasi permasalahan yang dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran pendidikan Muhammad Abduh?
2. Bagaimana pemikiran pendidikan Ibnu Sina?
3. Bagaimana komparasi pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut?


C. Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Perbandingan Pendidikan pada semester VI Prodi S1 PAI.
2. Untuk memberikan sedikit gambaran tentang pemikiran pendidikan dari Muhammad Abduh dan Ibnu Sina.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

1. Sekilas tentang Muhammad Abduh

Muhammad bin Abduh bin Hasan dilahirkan di desa Mahallat Nashr, Al-Buhairoh, Mesir pada tahun 1849 M. Dia murid kesayangan Jamaluddin Al-Afghani. Dia wafat pada tahun 1905. Beliau belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang mengusung gerakan Pan-Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika. Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun pada 1882, karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Libanon, Abduh sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond.

2. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Al-Azhar mulai dikenal pada masa dinasti Fatimiyah menguasai Mesir ,pada paro kedua abad ke 10. Tepatnya pada tahun 359 H/970 M,Khalifah al-Muiz Lidinillah (341 – 365 H/953 – 975 M ) memerintahkan panglima Jauhar al-Katib as-Siqili agar meletakan batu pertama bagi pembangunan Masjid Jami’ al-Azhar yang selesai pembangunannya pada tahun 361 H / 971 M.6 Semula ide para pnguasa daulah Fatimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar di al-Azhar adalah karena dorongan kepentingan madzhab.Namun gagasan ini kemudian berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah perguruan tinggi. Pada tahun 365 H / 975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiyah yang sederhana materinya adalah prinsip-prinsip fiqih syiah yang terkandung dalam buku al-Ikhtisar atau al-Iqsar yang ditulis oleh orang tua Abu Hasan an-Nu’man .Kemudian atas usulan mentri Ya’kub bin Killis (Ibnu Killis) perkuliahan itu dilaksanakan secara kontinyu.
Jabatan Syekh al-Azhar dibentuk pada tahun 925 H /1517 M.Sejak itu,Syekh al-Azharlah orang pertama yang berhak memberikan penilaian atas reputasi ilmiyah bagi tenaga pengajar,mufti dan hakim.Sedang sistem pengajaran dipakai di al-Azhar adalah sistem halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran dalam masjid) yang menggunakan syarah niqasi (diskusi) dan hiwar (dialog). Pada bulan Februari 1872 M,mulai ada pengembangan di al-Azhar ,yaitu pada masa kepemimpinan Syekh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi Syekh (rektor) al-Azhar ke –21,Ia memasukan sistem ujian untuk mendapat ijazah al-Azhar .Selanjutnya seiring perkembangan zaman al-Azhar mengalami pengembangan –pengembangan termasuk pada kepemimpinan Syekh Muhammad Abduh.
Karir Muhammad Abduh sendiri dimulai setelah Abduh menamatkan kuliahnya pada tahun 1877,atas usaha Perdana Mentri Riadl Pasya,Ia diangkat menjadi dosen pada Universitas Darul Ulum,disamping itu menjadi dosen pula pada Universitas al-Azhar ,Ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal sesuai dengan cita-citanya,yaitu memasukan udara baru yang segar pada perguruan-perguruan tinggi Islam itu,menghidupkan Islam dengan metode-metode baru baru sesuai dengan kemajuan zaman,memperkembangkan kesusastraan Arab sehingga ia merupakan bahasa yang hidup dan kaya raya ,serta melenyapkan cara-cara lama yang kolot dan fanatik,Tidak itu saja ia mengkritik politik pemerintah pada umumnya,terutama sekali politik pengajarannya yang menyebabkan para mahasiswa Mesir tidak mempunyai roh kebangsaan yang hidup,sehingga rela dipermainkan oleh politik penjajah asing.
Di al-Azhar sendiri Ia mengajar logika,teologi dan filsafat,etika dan sejarah.Untuk etika dipilihnya buku Tahzib al-Akhlaq (pembinaan akhlaq) karangan Ibnu Maskawaih dan Sejarah Peradaban Eropa karangan F.Guizot untuk pelajaran sejarah.Dalam mengajar Abduh menekankan kepada mahasiswanya untuk berpikiran kritis dan rasional dan tidak harus terikat kepada suatu pendapat,9 dan menjauhi paham patalisme karena paham ini harus dirubah dengan paham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan ,inilah yang akan menimbulkan dinamika umat Islam kembali .
Ketidak kritisan dan fatalisme umat Islam menyebabkan kemunduran Umat,kelemahan umat,stagnasi pemikiran Umat,absennya jihad Umat,absennya kemajuan kultur Ummat dan tercabutnya Umat dari norma-norma dasar pendidikan Islam11
Poin-poin tersebut diatas pada dasarnya menunjukan krisis intelektual dalam dunia Islam yang berlarut-larut .12Krisis tersebut penyebabnya adalah salah satunya dikarenakan adanya dikotomi Ilmu Pengetahuan pada saat itu ,sehingga umat Islam jauh tertinggal secara kultural dan peradaban.
Kondisi tersebut diatas yang menimpa umat Islam secara keseluruhan pada abad ke-12 ,juga menimpa al-Azhar ,dimana al-Azhar dikuasai oleh ulama-ulama konservatif yang membawa al-Azhar terjebak dalam dikotomi ilmu pengetahuan ,dimana mereka lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supemasi fiqih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain. Kondisi al-Azhar tersebut,menggugah Muhammad Abduh untuk mengadadakan perubahan-perubahan.Dia yakin bahwa apabila al-Azhardiperbaiki ,kondisi umat Islam akan baik.Menurutnya ,apabila al-Azhar ingin diperbaiki,pembenahan administrasi dan pendidikan didalamnyapun harus dibenahi ,kurikulumnya diperluas ,mencakup ilmu-ilmu modern,sehinnga al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan universitas-unuversitas lain di Eropa serta menjadi mercusuar dan pelita bagi kaum muslimin.
Untuk mewujudkan cita-citanya untuk mewujudkan kemajuan al-Azhar ,Muhammad Abduh berusaha mencari dukungan ulama-ulama al-azhar dan tokoh-tokoh lain termasuk al-Khudaywi untuk merestui rencananya itu ,namun dia gagal
Ketika Abbas Hilmi naik kepentas kekuasaan,dia mengeluarkan keputusan untuk membentuk sebuah panitia yang mengatur al-Azhar.Dalam kepanitiaan itu Muhammad Abduh mewakili pemerintahdan menjadi pemerkasanya.15Kesempatan ini digunakan Muhammad Abduh dengan sebaik-baiknya untuk mereformasi kondisi al-Azhar,usahanya ini didukung oleh Syekh an-Nawawi yang merupakan teman akrabnya. Usaha pembaharuan Muhammad Abduh mengalamalami kegagaalan terutama usahanya menghilangkan dikotomi pendidikan,setelah al-Khudaywi Abbas berbalik menolak upaya perbaikan terhadap al-Azhar dan mendukung orang-orang yang kontra dengan Muhammad Abduh.Syekh Muhammad Abduh akhirnya dipecat dari kepanitiaan tersebut ,dan al-Azharpun kembali kepada keadaan semula,dengan kurikulum lamanya.
Walaupun Muhammad Abduh pada saat itu belum berhasil memperbaiki kondisi al-Azhar karena banyak penetangan dari ulama-ulama al-Azhar yang konservatif, tetapi usaha pembaharuannya sangat berpengaruh pada dunia Islam hingga sekarang.
Pembaharuan di Bidang Pendidikan Politik, Ketertarikan Muhammad Abduh pada dunia politik dimulai semenjak perkenalannya dengan seorang tokoh pembaharu yaitu Jamaludin Al Afgani pada tahun 1870 sewaktu Ia masih menjadi mahasiswa di al-Azhar 19 .Sewaktu Al-Afgani diusir dari Mesir pada tahun 1879,karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khadewi tawfiq,Muhammad Abduh dipandang ikut campur dalam soal ini ,Ia dibuang keluar Cairo.Tapi ditahun 1880 Ia boleh kembali keibu kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah “Al-Waqi’ Al-Misriyah”.20
Al Waqi’ Al-Misriyah ,surat kabar resmi pemerintah dibawah pimpinan Muhammad Abduh,mempunyai peranan penting dalam perjuangan rakyat Mesir melawan olonial,dimana surat kabar bukan hanya menyiarkan berita-berita resmi,tetapi juga artikel-artikel tentang kepentingan Mesir dan senantiasa mendorong rasa nasionalisme rakyat Mesir untuk membela negaranya.

B. Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina

1. Sekilas tentang Ibnu Sina

Nama lengkapnya adalah Abu ’Ali al-Husyn ibn Abdullah. Penyebutan nama ini telah menimbulkan pebedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nama tersesut diambil dari bahasa latin, Avin Sina, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata Al-Shin yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut dihubungkan dengan nama tempat kelahirannya, yaitu Afshan. Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Belkh, suatu kota yang termasyhur dikalangan orang-orang Yunani, kota tersebut sebagai pusat kegiatan polotik, juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan keagamaan. Adapun Ibu Ibnu Sina bernama Astarah, berasal dari Afshana yang termasuk wilayah Afganistan. Namun demikian, ia ada yang menyebutkan sebagai berkebangsaan Persia, karena pada abad ke-10 M, wilayah Afganistanini termasuk daerah Persia.

2. Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina

Tampilnya Ibnu Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal didukung oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya yang dikenal sebagai pejabat tinggi, juga karena kecerdasannya yang luar biasa. Sejarah mencatat, bahwa Ibnu Sina melalui pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari ialah membaca al-qur’an. Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama islam seperti tafsir, fiqh, ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal al-qur’an dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Upaya memperdalam dan menguasai berbagai cabang ilmu pengetahhuan dilanjutkan ibnu sina pada saat ia memperoleh kesempatan menggunakan perpustakaan milik Nuh bin Mansyur yang pada saat itu menjadi sultan di Bukhara. Kesempatan tersebut terjadi karena jasa ibnu sina yang berhasil mengobati penyakit Sultan tersebut hingga sembuh.
Dengan menenggelamkan diri dalam membaca buku-buku yang terdapat dalam perpustakaan tersebut, Ibnu Sina berhasil mencapai puncak kemahiran dalam ilmu pengetahuan. Tidak ada satupun cabang i9lmu pengetahuan yang tieda dipelajari. Hampir setahun lamanya ia membaca dan menelaah buku-buku yang terdapat perpustakaan tersebut, sampai datang musibah yang memutuskan semua harapannya, yaitu terjadinya kebakaran pada perpustakaan tersebut hingga memusnahkan buku-buku yang ada di dalamnya. Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samawi yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakaan itu mengatakan demikian.
Tujuan Pendidikan, Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat). Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.
Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara professional. Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat.
Kurikulum, Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Kurikulim disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua pihak sehingga anak didik dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dean belajar menyumbangkan jasanya untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.
Mengenai mata pelajaran olahraga, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Dalam hubungan ini Ibnu Sina menjelaskan ketentuan dalam berolahraga yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja diantara anak didik yang perlu dilatih olah raga lebih banyak lagi. Ibnu Sina lebih lanjut memperinci tentang mana saja olahraga yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian dan mana saja olahraga yang tergolong ringa, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sabagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan anak didik. Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam kurikulum adalah olahraga kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta.
Mengenai pelajaran kebesihan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pelajaran hidup berusia dimulai dai sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak bangun kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat. Selanjutnya kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga. Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur’an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat daru segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.
Selanjutnya kurikiulum untuk usia 14 tahun ke atas menurut Ibnu Sina mata pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu sian menganjurkan kepada para pendidikagar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya. Kedua, bahwa startegi penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat, atau berorientasi pasar (marketing oriented). Dengan cara demikian, setiap lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada dimasyarakat.
Ketiga, strategi pembentukan kurikulum Ibnu Sina tampak sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat dalam dirinya. Pengalaman pribadinya dalam mempelajari berbagai macam, ilmu dan keterampialan ia coba tuangkan dalam konsep kurikulumnya. Dengan kata lain, ia menghendaki agar setiap orang yang mempelajari berbagai ilmu dan keahliaan menempuh sebagaimana cara yang ia lakukan. Dengan meliha cirri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa konsep kurikulum Ibnu Sina telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat modern saat ini. Konsep kurikulum untuk anak 3 sampai5 tahun misalnya, tampak masih cocok untuk diterapkan dimasa sekarang, sepeti pada kurikulum Taman Kanak-Kanak.
Metode Pengajaran, Konsep metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibnu Sina selalu membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan pertimbangan psikologinya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan dengan sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi yang diajarkan tidak akan kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi magang, dan penugasan. Yang dimaksud dengan metode talqin dalam cara kerjanya digunakan untuk mengajarkan membaca al-qur’an, dimulai dengan cara memperdengerkan bacaan al-qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang hingga hafal. Cara seperti ini dalam ilmu pendidikan modern dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam pengajaran dengan modul.
Selanjutnya mengenai metode demontrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan mempergunakan metode tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan huruf hijaiyah di hadapan murid-muriodnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyyah sesuai dengan makhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya. Berkenaan dengan metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dmengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan denganm perkembangan jiwa si anak, sebagaimana hal ini telah disinggung pada uraian diatas. Selanjutnya metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Berkenaan dengan metode magang, Ibnu Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek. Yaitu satu hari diruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekan teori tersebut dirumah sakit atau balai kesehatan.
Selanjutnya berkenaan dengan metode penugasan adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam bahasa arab pengajaran dengan penugasan ini dikenal dnegan istilah at-ta’iim bi al-marasil ( pengajaran dengan mengirimkan sejumlah naskah atau modul ). Cirri-ciri metode tersebut hingga sekarang masih banyak digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ibnu Sina dalam bidang metode pengajaran masih relevan dengan tuntutan zaman.
Konsep Guru, Konsep guru yang idtawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akh;ak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni. Lebih lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya darikaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membingbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak dll. Berkenaan dengan tugas pendidikan, maka tugas seorang guru tidaklah mudah. Sebab pada hakekatnya tugas pendidikan yang utama adalah membentuk perkembangan anak dan membiasakan kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang baik menjadi factor utama guna mencapai kebahagiaan anak, oleh karena itu orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak hingga tidak meninggalkan kesan buruk dalam jiwa anak yang menirunya.
Jika diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki Ibnu Sina adalah guru yang lebih lengkap dari potret guru yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Dalam pendapatnya itu Ibnu Sina selain menekankan unsure kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia dapat membina mental dan akhlak anak.
Konsep Hukuman dalam Pengajaran, Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukumanm dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman. Penggunaan-penggunaan bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan dan merupakan seni bagi seorang pendidik. Dengan ada control secara terus-menerus, maka mendidik anak dapat diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan sebagainya.

C. Komparasi Pemikiran Pendidikan antara Muhammad Abduh dan Ibnu Sina

Adapun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh untuk kemajuan pendidikan adalah :
1. Menaikan gaji guru-guru atau dosen-dosen yang miskin
2. Membangun Ruaq Al-Azhar yaitu kebutuhan pemondokan bagi dosen-dosen dan mahasiswanya.
3. Mendirikan Dewan Administrasi Al-Azhar ( Idarah al-Azhar)
4. Memperbaiki kondisi perpustakaan yang sangat menyedihkan.
5. Mengangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas Syekh al-Azhar.
6. Mengatur hari libur,dimana libur lebih pendek dan masa belajar lebuh panjang.
7. Uraian pelajaran yang bertele-tele yang dikenal Syarah al-Hawasyi diusahakan dihilangkan dan digantikan dengan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
8. Menambahkan mata pelajaran Berhitung,Aljabar,Sejarah Islam,Bahasa dan Sastra dan Prinsip-prinsip Geometri dan Geografi kedalam kurikulum al-Azhar.

Sedangkan pemikrian Ibnu Sina banyak kaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang falsafat ilmu.
Menurut Ibnu Sina terbagi menjadi 2, yaitu:
1. ilmu yang tak kekal
2. ilmu yang kekal
Ilmu yang kekal dari peranannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan ilmu yang teoritis. Selanjutnya dengan cara otodidak, ibnu sina mempelajari ilmu kedokteran secara mendalam, hingga ia menjadi seorang dokter yang termasyhur pada zamannya. Hal ini didukung oleh kesungguhannya melakukan penelitian dan praktek pengobatan. Berkenaan dengan ini sebagian para penerjemah menduga bahwa ibnu sian mempelajari ilmu kedokteran dari ‘Ali abi Sahl al-Masity dan Abi mansur al-Hasan ibn Nuh al-Qamary. Dengan cara demikian, ilmu kedokteran mengalami perkembangan yang didukung oleh keluasan teori dan praktek.

Dalam keseluruhan urasian mengenai metode pengajaran tersebut diatas terdaoat empat ciri penting, yakni:
1. uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari ibnu sina terhadap keberhasilan pengajaran.
2. setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam presfektif kesesuaiannya dengan bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
3. metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik.
4. metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingka perguruan tinggi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan aqal di atas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi aqal manusia. Wahyu, katanya, menolong aqal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat; mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya; menyempurnakan pengetahuan aqal tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya; dan mengetahui cara beribadah serta bersyukur kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Muhammad Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan aqal dan informasi. Lebih jauh, Muhammad Abduh memandang bahwa menggunakan aqal merupakan salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada aqal. Islam, katanya, adalah agama yang pertama kali ‘mempersaudarakan’ antara aqal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan aqal. Kemudian dia beranggapan bahwa wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan aqal. Kalau ternyata antara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi, sehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
Ide-ide dan ajaran Muhammad Abduh diatas mempengaruhi dunia Islam pada umumnya dan khususnya dunia Arab baik melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri maupun melalui tulisan-tulisan murid-muridnya ,seperti Muhammad Rasyid Ridla dengan majalah al-Manar dan tafsir al-Manarnya,Kasim Amin dengan dengan buku Tahrir al-Marah,Farid Wajdi dengan Dairah al-Ma’arif dan lain-lain. Karangan –karangan Muhammad Abduh sendiri telah banyak diterjemahkan kedalam bahasa asing ,seperti bahasa Turki,Urdu dan Indonesia. Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukumanm dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman.
Penggunaan-penggunaan bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan dan merupakan seni bagi seorang pendidik. Dengan ada control secara terus-menerus, maka mendidik anak dapat diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas’ud,Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Jogjakarta;Gama Media,2002
Crow dan Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan,(Yogyakarta:Rake sarasin, 1990), Edisi III
Dr. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, kalam Mulia, Jakarta,1994.
Harun Nasution,Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan ,Jakarta; Bulan Bintang,1975
Husayn Ahmad Amin,Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam,Bandung; Remaja Rosdakarya,2001
Jalaluddin & Drs. Usman Said, Filsafat Pend. Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo,1999.
Ibn Sina, Kitab As-Syiasah Fi attarbiyah, ( Mesir: majalah Al-Masyrik, 1906).
Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prof. Dr. H. M. Yunus,SPI, PT Hidakarya Agung, Jakarta, 1989.
Sayyed Hosain, Tiga Madzhab Ulama Filsafat Islam,(Yogyakarta, IRCisod,2006).
Syekh Muhammad Abduh,Risalah Tauhid,Jakarta ; Bulan Bintang 1975

Tidak ada komentar:

Posting Komentar