Rabu, 30 Januari 2013

Budaya Jawa: Bersih Makam (Gebasan)


Desa Logandu Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen, kaya akan budaya dan tradisi yang masih terus berkembang sampai sekarang. Diantaranya adalah Bersih Makam atau menurut istilah lokal namanya “Gebasan”. Tradisi/adat Gebasan merupakan kegiatan ritual yakni membersihkan makam dan lingkungan sekitar makam para leluhur warga Logandu yang dilaksanakan 4 bulan sekali. Puncaknya adalah pada setiap bulan Ruwah (sya’ban).
Istilah Gebasan muncul dari istilah bahasa lokal (Logandu), Gebasan berasal dari kata Gebas yang artinya membersihkan. Sehingga gebasan berarti kegiatan bersama seluruh warga masyarakat untuk membersihkan makam para leluhur yang dilakukan setiap 4 bulan sekali.

Menurut penuturan salah satu tokoh budaya Desa Logandu (Mbah Kuswari) Gebasan pertama kali dilakukan pada masa Hayam wuruk Raja Kerajaan Majapahit pada tanggal 4 sya’ban sampai dengan 1 syawal kira-kira 1362 masehi. “Menurut cerita para leluhur gebasan pertama dilakukan oleh Hayam Wuruk Raja Majapahit yang saat itu dinamakan Sema srada yakni setiap bulan Ruwah menjelang bulan puasa Raja Hayam wuruk memerintahkan punggawanya untuk membersihkan makam raja-raja Majapahit terdahulu dan rakyatnya supaya membersihkan makam leluhurnya.
Ritual bersih makam para Raja Majapahit itu ditutup pada tanggal 1 syawal dengan mengadakan selamatan ketupat. Tradisi bersih makam itu kemudian menjadi adat sebagian orang Jawa (termasuk masyarakat Logandu tentunya) secara turun temurun sampai sekarang bahkan menjadi sebuah acara ritual yang dilakukan oleh warga Desa Logandu terutama pada bulan Ruwah (Sya’ban)

Secara lahiriyah Gebasan bertujuan membersihkan lingkungan makam untuk melatih hidup bersih, karena kebersihan sangat penting bagi kita semua. Seperti ajaran Islam pun sangat menganjurkan kepada kita semua untuk hidup bersih, karena kebersihan bagian dari iman.
Secara batiniyah gebasan oleh para sesepuh desa Logandu merupakan acara ritual untuk memohon berkah kepada para leluhur ataw sesepuh desa yang telah meninggal, Makanya pada acara gebasan itu selain membersihkan makam warga desa Logandu juga membakar kemenyan dimakam leluhurnya masing-masing.
Setelah bersih makam selesai, warga melakukan kenduri (selamatan) bersama di Balai Desa/di rumah Kepala Desa. Pada acara itu selain diadakan do’a bersama memohon keselamatan kepada Tuhan YME, juga menjadi media berkumpul untuk saling memberikan informasi dan komunikasi antara warga dengan pemerintah desa.

Gebasan menjadi sebuah tradisi yang dipegang teguh oleh warga Desa Logandu sehingga ada sebuah anggapan, kalau warga tidak melakukan Gebasan (bersih makam) secara lahiriyah akan berdampak pada : “Kebersihan kurang” maksudnya kalau tidak dilakukan gebasan, maka makam akan terlihat kotor, terlihat angker dan tidak enak dilihat.
Ada juga sebagian warga yang mempunyai keyakinan kalau tidak mengikuti tradisi gebasan itu, para leluhur akan murka dan “NYENDU “ (menurunkan bala’) kepada ahli warisnya.

Demikian sekilas tentang budaya dan adat jawa yang ada di Desa Logandu, ada pelajaran positif (makna yang tersirat) yang tentunya bisa menjadi pendidikan bersama. Hanya terkadang kebanyakkan melihatnya secara lahiriyah. Ada pesan dari para leluhur dengan bahasa filosofis yang tidak terai dengan kata-kata.
,……………… wallahu a’lam.


Makam Mbah Suradiwangsa keturunan Mbah Kepadangan, tokoh yang ikut membuka Desa Logandu


Kondisi pemakaman umum sebelum di bersihkan (gebasan)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar