Jumat, 20 Januari 2012

NU dan Isu-isu global : HAM, GENDER DAN DEMOKRASI

Sebagai jam’iyyah yang menganut paham ahlussunah wal jama’ah,  NU tidak bisa dilepaskan dari isu global. Masalah Hak Asasi Manusia, gender, demokrasi  dan pluralisme merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Perjuangan terus menerus untuk menciptakan harkat dan martabat manusia sebagai puncak ciptaan Illahi juga merupakan bagian inti dari tugas para nabi dan rosul. Karena itulah mengapa kisah para rosul mempunyai porsi terbanyak dalam ayat-ayat Al Qur’an yang bertujuan agar umat Islam mampu menangkap pesan-pesan kemanusiaan yang dirisalahkan melalui para nabi dan rosul ( Zamzami, 2000 : 48 )
Fungsi Islam dalam hal ini adalah penyempurna untuk membverikan bimbingan kepada manusia agar bisa mengaktualisasikan potensi positifnya dan meminimalisir potensi negatifnya.Paham ahlus sunah wal jama’ah tidak ingin melakukan perombakan total tetapi lebih kepada proses penyempurnaan terhadap pola hidup manusia.
1.    Hak Asasi Manusia ( HAM )
Sejak awal Islam menentang penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan. Habil putera nabi Adam AS disebut orang durhaka karena telah membunuh dan merampas hak hidup saudaranya Qobil.
Feodalisme yang berkembang di Eropa yang membedakan hak dan martabat manusia mendapat penentangan secara gradual. Munculnya tokoh seperti : Thomas Aquinas, Hobbes, John Lock, David Hume, Jaques Rousseau, Immanuel Kant, dan munculnya Piagam Magna Charta (1215),  Revolusi Inggris I (1640 an),Revolusi Inggris II (1688), Deklarasii Kemerdekaan Amerika (1776) hingga Revolusi Perancis (1789), telah menyuarakan gagasan persamaan, persaudaraan dan kebebasan, merupakan bukti kesadaran ummat manusia untuk menghapus segala bentuk ketimpangan, absolutisme, penindasan dan lain-lain.
Namun jauh sebelum itu semua para nabi dan rosul telah berjuang membebaskan umat manusia dari penindasan kaum dlolim. Seperti Nabi Musa membebaskan bangsa Israel dari peniondasan Raja Fir’aun, sampai pada Nabi Muhammad SAW dengan segala pengorbanannya berhasil menciptakan masyarakat madani (civilized society)
Masalah HAM mulai menjadi perhatian serius setelah lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ), Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Right (UDHR) tanggal 10 Desember 1948, disusul kemudian International Convenant Economis and Cultural Right (31 Januarti 1976) dan International Convenant on Civil and Political Right (23 Maret 1976)
Upaya penegakan HAM merupakan masalah global dan tugas manusia secara keseluruhan yang harus mendapat respons serius dari agama (ahlus sunah wal jama’ah). Al Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa menghalangi upaya penegakan keadilan merupakan tindakan orang kafir.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Alloh dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang mengajak manusia berbuat adil, maka “gembirakanlah” mereka dengan siksa yang pedih” (QS. Ali Imron, 3; 21)
Masalah kemanusiaan merupakan tuntutan dan tanggungjawab bersama tanpa pandang bulu (mas-uliyyah insaniyyah). HAM yang dijelaskan UDHR pasal 30 pada dasarnya terangkum dalam lima prinsip universal (kulliyyat alkhoms) nya para ahli fikih dan hokum Islam dalam menetapkan produk hokum, yaitu :
1.    Hak beragama (hifzh ad-din)
2.    Hak hidup, terbebas dari rasa takut, penganiayaan, penindasan, dan menentukan nasib sendiri (hifzh an-nafs)
3.    Hak kebebasan berekspresi, menyatakan pendapat, hak pendidikan, berserikat, berbudaya dan berkumpul (hifzh al ’aql)
4.    Hak atas jaminan sosial, bebas dari kelaparan, dan upah yang layak (hifzh al mal)
5.    Hak persamaan derajat dalam hukum, hak privacy, berkeluarga, turut serta dalam pemerintahan, hak atas pekerjaan dan hak atas peradilan bebas (hifzh al’irdl wa an-nasl). (Said Agil Siroj,1999;109).

2.    Gender.
Wacana gender selalu menampilkan wacana stereotif yang membedakan posisi laki-laki dan perempuan. Thomas Aquinas, filsuf Skolastik abad 13 mengatakan bahwa tatanan sosial merupakan bagian integral dari alam semesta ciptaan Allah, yang telah menciptakan dunia sesuai derajat rasionalitas dan kesempurnaan. Masyarakat diciptakan sebagai hierarki yang teratur sesuai derajat rasionalitas. Laki-laki dianggap lebih rasional daripada perempuan, orang tua lebih rasional ketimbang anaknya. (Hans Fink, 2003; 25-26).
Setting masyarakat arab ketika Nabi Muhammad datang membawa risalah Islam adalah komunitas yang tidak “memanusiakan” perempuan. Kaum laki-laki bebas memilih pasangan sebanyak-banyaknya, anak laki-laki lebih dibanggakan, perempuan dianggap barang warisan.
Al Qur’an (Islam) merupakan peristiwa kebahasaan, kebudayaan dan keagamaan yang berfungsi sebagai garis pemisah antara “pemikiran primitif” (savage thinking) (Claude Lavi-Strauss) dan “pemikiran berbudaya” (civilited thinking) ( Arkoun, 1996; I ). Zaman sebelum Al Qur’an (Islam) dikaitkan dengan tradisi Jahiliyyah yaitu suatu kondisi masyarakat yang bercirikan paganisme dan secara cultural “tidak berbudaya”. Sedangkan zaman sesudah Islam dikaitkan dengan pencerahan agama dan budaya. (Zamzami, 2000; 62).
Bagaimana Islam menempatkan perempuan ? Beberapa teks suci al Qur-an yang seringkali dirujuk adalah “Al Rijal Qawwamun ‘ala Nisa….”.(Q.S. al Nisa, 34) atau surah al Nisa, ayat 1, tetapi ayat ini sesungguhnya memberikan makna antropologis (Lily Zakiah Munir(ed 1999 ; 36), dan hadits Nabi saw : “Lan yufliha Qawmun wallaw amrahum imra-atan” dan “Ma taraktu ba’di fitnatan adharra ‘ala al Rijal min al Nisa” dilihat dari asbab al wurud adalah kondisi saat itu kepala suku memegang peranan penting untuk segala urusan pemerintahan, sehingga bisa dibayangkan (sangat kerepotan) jika saat itu perempuan tampil sebagai pemimpin.
Secara konseptual NU pada dasarnya mengembangkan kesetaraan derajat antara laki-laki dan perempuan (dengan batas-batas yang tidak bertentangan dengan kodrat). Beberapa keputusan Ulama NU  yang mencerminkan pandangan ini adalah :
a.        Keputusan Konbes Syuriah NU tanggal 17 Sya’ban 1376/19 Maret 1957 di Surabaya, membolehkan perempuan menjadi anggota DPR/DPRD
b.        Keputusan Muktamar NU 1961 di Salatiga membolehkan wanita menjadi Kepala Desa
c.        Keputusan Munas Alim Ulama 1997 di NTB, memberikan lampu hijau atas peran publik, hingga menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

3.        Demokrasi
            Sebagai kelompok Islam yang ikut membidani lahirnya kemerdekaan dan pembentukan Republik Indonesia NU melewati dinamika tersendiri dalam melihat Islam dan negara. Tesis NU sebagian kelompok Suni adalah : bahwa Nabi Muhammad SAW tidak memberikan wasiat kepemimpinan kepada siapapun. Artinya masalah pengaturan masyarakat, negara dan kepemimpinan berada ditangan umat (H.R Bukhori dari Aisyah).

Untuk itu perlu dilakukan musyawarah (syura) dalam memutuskan masalah-masalah yang berkaitan dengan umat, termasuk negara.
            Menurut Ali Abdur Raziq dalam kitabnya Al Islam wa Ushul al-hukm  1926, bahwa sebuah negara dapat diterima eksistensinya oleh Islam apabila memenuhi 3 sendi pola kenegaraan, yaitu :
a.    Keadilan (al ’adalah)
b.    Persamaan derajat (al-musawamah)
c.    Demokrasi (asy-syura)
Secara konseptual penegakan keadilan (al-qisht) menjaga ukhuwah,dan melakukan islah merupaka nilai-nilai kemanusiaan universal yang harus dijaga dan diimplementasikan.
Pemahaman inilah yang menjadi dasar ketika NU menerima Pancasila sebagai dasar negara bukan syari’at Islam, karena sila-sila yang termuat tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam atau tujuan syari’at Islam yang disebut maqoshid asy-syariah. Keputusan Muktamar NU ke 27 di Situbondo ditegaskan bahwa penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. (Muhith Muzadi,tt 61-62).
Demokrasi (dalam tataran subtantif) harus dijaga sebagai fragme perjuangan untuk menegakan nilai-nilai, sebagai berikut :
1.        keadilan (al-adalah),
2.        persamaan derajat (al-musawah),
3.        menghargai perbedaan suku budaya dan agama (at-tasamuh),
4.        kemerdekaan dan kebebasan berekspresi (al-huriyah),
5.        solidaritas (at-ta’awun)
6.        musyawarah (syura). Hal itulah yang akan membuat masyarakat mampu membangun kebersamaan, menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai (pluralisme) dan pemerintahan yang baik (good governance).
BAB KEENAM
PEMIKIRAN DAN AMALIAH NAHDLATUL ULAMA

A.Syakhsiyah Nahdliyah
            NU mempunyai visi dan misi serta strategi gerakan cultural: menjaga, melestarikan dan mengembangkan Islam Ahlussunnah Waljama’ah ditengah-tengah kondisi dan dinamika kehidupan.
            NU berpendirian bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan lil’alamin, memiliki makna dan fungsi universal, suci, fitri, hanif serta dapat diterima dan diamalkan oleh seluruh umat manusia.
Ragam ras, budaya, aliran dan lainnya dipahami Islam sebagai sunnatulloh.
Pluralitas adalah rahmatulloh bahkan amanah ilahiyah dan kemanusiaan yang harus dimaknai dan disikapi dengan saling mengenal, memahami, membuka diri, merangkul dan mendialogkan secara kreatif untuk menjalin kebersamaan dan kerjasama atas dasar saling menghormati.
            Spesifikasi NU yang membedakan dengan organisasi lainnya adalah agenda mengusung Ahlussunnah Waljamaah. Dalam tataran aplikatif, faham Ahlussunnah Waljama’ah dijabarkan dalam naskah Khittah NU yang merupakan landasan berpikir, bersikap dan bertindak sesuai acuan Ahlussunnah Waljama’ah. Naskah Khittah NU tersebut adalah:

KHITTAH NU
Motto:QS.Al-Maidah:48-49
MUQODDIMAH
a.        Kesadaran atas keharusan hidup bermasyarakat dengan persyaratannya.
b.        NU:Jamiyah Diniyah berfaham Ahlussunnah Waljamaah,berhaluan salah satu dari mazhab empat.
c.        NU:gerakan keagamaan meningkatkan kualitas insan bertaqwa.
d.        Dalam berupaya mencapai cita-cita NU, terbentuklah kepribadian khas NU yang kemudian disebut sebagai Khittah NU

PENGERTIAN
a.        Khittah NU: Landasan berpikir,bersikap dan bertindak warga NU.
b.        Landasan ini ialah faham Ahlussunnah Waljamaah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
c.        Khittah NU juga digali dari intisari sejarah NU.


DASAR-DASAR FAHAM KEAGAMAAN NU
a.        NU mendasarkan faham keagamaannya kepada sumber-sumber Al-Quran, Al-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas
b.        NU menggunakan jalan pendekatan (al-mazhab):
1.      Dibidang akidah mengikuti faham Ahlussunnah Waljamaah yang dipelopori oleh Imam Asyari dan Imam Maturidi.
2.      Dibidang fikih mengikuti salah satu dari mazhab empat.
3.      Dibidang tasawuf mengikuti mazhab Imam Baghdadi, Imam Ghazali dan imam-imam lainnya.                             
c.      NU mengikuti pendirian bahwa Islam adalah agama fitri, menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang ada pada manusia, ciri-ciri yang baik milik sesuatu kelompok manusia dan tidak menghapusnya.

SIKAP KEMASYARAKATAN NU
a.        Sikap tawassuth dan I’tidal:
1.        Sikap tengah berintikan keadilan ditengah kehidupan bersama.
2.        Menjadi kelompok panutan, bertindak lurus, bersifat membangun, tidak ekstrem.
b.        Sikap tasamuh:
1.      Toleran didalam perbedaan pendapat keagamaan.
2.      Toleran didalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan.

c.      Sikap tawazun:
1.      Keseimbangan dalam berkhidmat kepada Allah SWT, berkhidmat kepada sesama manusia dan kepada lingkungan hidup.
2.      Keselarasan antara masa lalu, masa kini dan masa depan.
d.      Amar ma’ruf nahi munkar:
1.      kepekaan untuk mendorong perbuatan baik.
2.      mencegah hal yang dapat merendahkan nilai-nilai kehidupan.

PERILAKU YANG DIBENTUK OLEH DASAR KEAGAMAAN DAN SIKAP KEMASYARAKATAN.
a.        Menjunjung tinggi norma-norma agama Islam.
b.        Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
c.        Menjunjung tinggi sifat keikhlasan, berkhidmah dan berjuang.
d.        Menjunjung tinggi ukhuwah, ittihad dan saling mengasihi.
e.        Meluhurkan akhlak karimah,menjunjung tinggi kejujuran (al-shidiq) dan berpikir, bersikap dan bertindak.
f.         Menjunjung tinggi kesetiaan kepada agama, bangsa dan negara.
g.        Menjunjung tinggi amal (kerja dan prestasi) sebagai bagian dari ibadah.
h.        Menjunjung tinggi ilmu dan ahli ilmu.
i.          Siap menyesuaikan diri dengan perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
j.          Menjunjung tinggi kepeloporan, mempercepat perkembangan masyarakat.
k.        Menjunjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.


IKHTIAR-IKHTIAR YANG DILAKUKAN OLEH NU
a.        Peningkatan silaturrahmi antar ulama
b.        Peningkatan kegiatan dibidang keilmuan
c.        Peningkatan kegiatan penyiaran Islam,pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial.
d.        Peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat.

FUNGSI ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN ULAMA DIDALAMNYA
a.        Menggunakan organisasi dengan struktur tertentu untuk mencapai tujuannya.
b.        Menempatkan ulama sebagai mata rantai pembawa faham aswaja pada kedudukan kepemimpinan yang sangat dominan.

NAHDLATUL ULAMA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA
a.        Dengan sadar mengambil posisi aktif, menyatukan diri didalam perjuangan nasional bangsa Indonesia
b.        Menjadi warga negara RI yang menjunjung tinggi Pancasila/UUD 1945.
c.        Memegang teguh ukhuwah dan tasamuh.
d.        Mendidik untuk menjadi warga negara yang sadar akan hak/kewajibannya.
e.        Tidak terikat secara organisatoris dengan organisasi politik atau organisasi kemasyarakatan manapun.
f.         Warga NU adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik.
g.        Warga NU menggunakan hak politiknya secara bertanggung jawab, menumbuhkan sikap demokratis, konstitusional, taat hukum dan mengembangkan mekanisme musyawarah.

KHATIMAH
a.        Khittah NU merupakan landasan dan patokan-patokan dasar.
b.        Dengan seizin Alloh keberhasilan perwujudan Khittah ini tergantung kepada kegiatan para pemimpin dan warga NU.
c.        Jamiyah NU akan mencapai cita-citanya dengan melaksanakan Khittah ini.
B.   Mabadi’ khoirul ummah
Secara etimologi, mabadi’ khoirul ummah terdiri adari tiga kata dalam bahasa Arab yaitu :
1.        Mabadi’ artinya : dasar, landasan dan prinsip.
2.        khoiro artinya yang terbaik, ideal.
3.        Ummah artinya : masyarakat / rakyat
            Secara epistemologi adalah prinsip-prinsiup yang digunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanan masyarakat yang ideal dan terbaik yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
            Pendapat para tokoh NU untuk menanamkan Khoirul Ummah dengan menanamkan nilai-nialai sebagai berikut :
a.        Al-shidqu artinya kejujuran atau transparansi
b.        Al-amanah wa al-wafa bil-‘ahdi artinya komitmen. Dengan dasar Firman Alloh : “ Sesungguhnya Alloh memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya (QS AnNisa : 58 )
c.        At-Ta’awun artinya : komunikatif dan solutif atau tolong menolong (mutual help). Alloh berfirman : “Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan tolong menolong kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Al Maidah ; 2)
d.        Al ‘Adalah artinya keadilan, yang mengandung pengertian obyektif, porprosional dan taat asas.
e.        Al Istiqomah artinya kesinambungan, keberlanjutan dan kontinuitas.
C.   Ukhuwwah Nahdliyah
            Secara etimologi, ukhuwah nahdliyah bersal dari bahasa arab, yakni : ukhuwah yang artinya persatuan dan nahdliyah artinya perspektif kelompok NU.
            Secara epistemologi artinya formulasi sikap persaudaraan, kerukunan, persatuan dan solidaritas oleh seseorang dengan orang lain atau kelompok satu dengan kelompok lain dalam interaksi sosial dalam menjunjung tinggi nilai agama, tradisi, dan sejarah bangsa yang menjunjung tinggi prinsip-prinsipo ahlus sunah wal jama’ah.
            Menurut KH. Muhith Muzadi, 2003;234 dikalangan nahdliyin dikenal dengan tri ukhuwah, yaitu :
1.        ukhuwah islamiyah, artinya persaudaraan, kerukunan berdasarkan ajaran agama Islam
2.        Ukhuwah wathoniyah, artinya persaudaraan antar sesama bangsa.
3.        Ukhuwah insaniyah, artinya persaudaraan antar sesama manusia.
D.   Qoidah fiqhiyah sebagai dasar pembentukan perilaku nahdliyin.
Dasar pembentukan peerilaku, etik, moral kaum nahdliyin dengan memegang prinsip-prinsip atau kaidah sebagai berikut :
1.        Al ’adal al muhakammah artinya sebuah tradisi dapat menjelma menjadi pranata sosial keagamaan.
2.        Al muhafazhoh ’ala alqodimal shohih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah, artinya upaya pelestarian nilai-nilai yang baik dimasa lalu dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang lebih baik.
3.        Al hukmu yaduru ma’a ilatihi wujudan wa’adaman, artinya sebuah keputusan yang terkait dengan sebabnya.
4.        Idza ta’arodlo mafsadatani ru’iya a’damuhuma dlororon birtikabi akhoffihima, artinya jika terjadi kemungkinan komplikasi yang membahayakan maka yang dipertimbangkan adalah resiko terbesar dengan caramelaksanakan yang resikonya paling kecil.
5.        Mala yatimu al wajib illabihi fahuwa wajib, artinya jika sebuah keharusan tidak bisa ideal kecuali dengan unsur lain, maka unsur yang lain dapat menjadi keharusan.
6.        Dar’u almafasid muqodam ’ala jalb almasholih, artinya mencegah marabahay lebih utama daripada meraih kebaikan
7.        Tashorruf al-imam manuthun bilmaslahah al-ro’iyyah, artinya kebijakan pemimpin harus mengacu pada kebaikan rakyatnya.
E.   Perilaku warga NU
Perilaku keagamaan warga NU menggunakan sistem bermadzhab dengan spesifikasi tiga bidang yaitu :
a.        Bidang Aqidah, yakni mengembangkan keseimbangan antara logika dan teks ilahiyyah
b.        Bidang Syari’ah, dengan berpegang teguh pada Al Qur’an dan al Hadits
c.        Bidang tasawwuf, yakni pensucian hati dan pembentukan sikap penghambaan diri kepada Alloh SWT
Perilaku politik adalah menjunjung tinggi demokrasi, bersikap konstitusional dan menegakan supermasi hukum.
F.    Amaliah Nahdlotul ’Ulama
1.        Memuliakan Al Qur’an dan melestarikan kemurniannya. Sabda Rosululloh SAW : ”Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang belajar AlQur’an dan mengamalkannya”. (HR. Bukhori)
2.        Refleksi kelahiran nabi (maulid), membaca sholawat, diba’an, penyebutan titel ”sayyidina” didepan nama Nabi Muhammad
3.        Melakukan ritual ziaroh kubur dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an, tahlil dan doa permohonan ampunan, disamping sebagai washilah juga bertujuan  sebagai refleksi dan intropeksi diri.
4.        Mengajarkan bahwa hisab tidak dapat untuk menentukan awal bulan (Romadlon, Syawal, Dzulhijah) tetapi dengan cara rukyah.
5.        Melaksanakan sholat Id dimasjid dengan alasan mengejar keutamaan. Sabda Nabi SAW : ” Tempat yang paling baik adalah masjid dan tempat yang paling buiruk adalah pasar”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar