Kamis, 24 April 2014

Antara cinta dan nafsu

       
Sudah banyak kalangan yang mendefinisikan arti cinta. Mulai dari para pemikir Islam seperti al-Ghazali, ilmuwan, penyair, ahli tafsir, kalangan orang tua, orang muda, dan bahkan berbagai pengertian parsial-individual pun mencoba memaknai arti cinta. Tidak mengherankan, dengan tafsiran parsial-individual itu banyak muda mudi yang terjerumus ke lembah kemaksiatan, zina (seks bebas) yang mengatas namakan cinta.
Puguh Hendrawan dalam buku The Pillow of love kembali menjelajah polemik tersebut. Mengurai arti cinta. Mulai dari pengertian, kemunculan, pembinaan, dan hingga kehancuran atau keharmonisan dalam dunia ini. Cinta adalah persaan sayang kepada lawan jenis. Perasaan ingin memiliki dan menghabiskan waktu bersamanya. Dari pernyataan itu, dapat diketahui bahwa cinta tidak sama dengan seks. Pada kenyataannya, banyak orang yang jatuh cinta dan menunjukkan cintanya dengan seks. Berarti ia tidak dapat memahami arti cinta yang sesungguhnya. Kasih sayang adalah dua hal yang menjadi satu, yang dicurahkan kepada orang yang dicintainya. Sedangkan cinta tidak ada hubungannya dengan seks (The Pillow of love Hal. 97).
Begitulah kiranya orang-orang dan para pemuda dan pemudi mengartikan cinta. Jika sudah cinta berarti segala kepemilikannya menjadi milik pasangannya. Termasuk dalam hal ini alat pemuas nafsu yang diincar. Dan tak jarang pula tren dunia modern sekarang memaknai cinta sama dengan nafsu. Jika sudah cinta berati ada kesukarelaan dalam menikmati tubuh seorang gadis. Sehingga terjadi pergaulan seks bebas. Hamil di luar nikah, yang laki-laki menghilang setelah gadis yang dicintainya dihamili di luar nikah. Setelah itu, penyesalan baru terasa oleh para pemudi yang hamil di luar nikah.
Saat ini, banyak orang menjadikan cinta sebagai alasan untuk melakukan yang di luar batas. Dalam pacaran, sering terjadi kontak fisik saat berduaan, bahkan memilih tempat sepi untuk berduaan. Oleh karena itu, banyak pasangan terjerumus dalam hal negatif karena tidak mampu mengendalikan diri. Hubungan yang mulanya istimewa, berubah menjadi hubungan yang penuh dosa dan menghancurkan masa depan keduanya. Biasanya mereka melakukan semua itu dengan alasan cinta, padahal tidak seharusnya cinta melakukannya (The Pillow of love Hal. 99).
Cinta bukan segalanya yang harus merusak kehidupan ini. Namun, cinta memberi segalanya yang mampu membangun bahterah kehidupan ini. Tentunya melalu cinta yang murni bukan karena pengaruh apapun. Jika cinta hanya karena nafsu belaka, maka cinta itu tidak akan bertahan lama. Jika cinta hanya karena sesuatu yang diinginkan, maka cinta itu akan cepat goyah ketika yang menjadi objeknya tercapai. Cinta dan nafsu tentulah berbeda. Jika cinta, tidak harus melakukan hubungan seksual yang berdasar pada nafsu belaka.
Cinta bukan untuk melakukan perbuatan dosa, tetapi cinta merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga kesuciannya. Cinta sejati tidak menimbulkan kewajiban, tetapi menimbulkan tanggung jawab, tidak menuntut balasan, tetapi lebih banyak memberi. Banyak penjelasan tentang cinta yang tentu saja tidak sama dengan seks. Seks terjadi karena cinta yang menuntut pamrih atau yang digerakkan oleh nafsu. Nafsu tidak bisa mengendalikan dirinya. Sehingga banyak orang melakukan perbuatan yang menyakiti hati orang lain. Orang menjadi sakit hati karena tidak memahami cinta yang sebenarnya (The Pillow of love Hal. 100).
Terkadang pada saat ini para pemuda dan pemudi mengartikan cinta bukan lagi melihat pada masa depan yang akan dijalani. Namun, mayoritas cinta diartikan sebagai bentuk kesetiaan dengan menyerahkan apa yang dimilikinya, utamanya oleh kaum perempuan yang sering mendapata ancaman akan diputus jika tidak mau diajak bersenggapa. Dan tak jarang pula ketika tidak mau melakukan hal tersebut, seorang pemuda akan berkata “kamu sudah tidak cinta lagi padaku”. Ketika begitu, dengan mudah seorang pemudi yang dirinya ingin menunjukkan kesetiaan dan rasa cintanya ia harus kehilangan keperawanannya saat usia muda belia tanpa jalan yang sah (nikah). Sehingga terkadang akibatnya ia harus aborsi, atau masa depannya buram hingga tak jelas arahnya. Dari sini, sudah jelas cinta jangan dimaknai segalanya. Cinta bukan segalanya, cinta itu suci dan tidak akan menodai pemiliknya.
Sering kita mendengar sebuah pepatah yang menyatakan bahwa “cinta itu buta”. Itu merupakan kata-kata yang sering digunakan sebagai alasan. Sebab, cinta membuat seseorang tidak mampu berpikir rasional dan nyata. Jika kita menganggap bahwa cinta itu buta, maka kita harus berhati-hati dalam mengambil langkah agar tidak jatuh jauh ke dalam lubang dan terjerumus ke jalan yang salah (The Pillow of love Hal. 104).
Dalam upaya menanggapi berbagai pamaknaan tentang cinta, arah dan tujuan cinta itu yang yang secara moral disalah artikan, buku ini mengajak para pembaca, khususnya para pemuda dan pemudi yang suka bercinta agar tidak terjerumus ke jurang kenistaan dalam hidup ini. Karena memang banyak teori mengenai cinta, namun masih banyak orang yang kesulitan dalam mendefinisikannya. Maka dari itu, buku ini sebagai alternatif dalam mengupas tentang cinta. Mulai dari pencarian, pemilihan, penyesuaian, hingga cara menjaga keutuhannya.
Peresensi : Junaidi Khab Wakil Direktur Gerakan IAIN Sunan Ampel Menulis (Gisam) IAIN Sunan Ampel Surabaya.
See more at:  suar.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar