Salah
satu upaya untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah (School Improvement
Program = SIP) adalah menciptakan sekolah yang ramah anak.
Apakah ciri-ciri Sekolah Ramah
Anak itu?
Suatu
sekolah dikatakan ramah anak apabila sekolah yang dimaksud mempunyai ciri-ciri
antara lain:
1.
Sikap
terhadap murid:
a. Perlakukan adil
bagi murid laki-perempuan, cerdas-lemah, kaya-miskin, normal-cacat, anak
pejabat-anak buruh
b. Penerapan norma agama, sosial dan budaya setempat
c. Kasih sayang kepada murid, memberikan perhatian bagi
mereka yang lemah dalam proses belajar. Memberikan
hukuman phisik maupun non phisik bisa menjadikan anak trauma
d. Saling
menghormati hak-hak anak baik antar murid, antar tenaga kependidikan serta
antara tenaga kependidikan dan murid
Contoh-contoh:
-
Guru dan/atau Kepala Sekolah menunggu kedatangan
murid didepan sekolah pada pagi hari dengan raut muka ceria dan berjabat tangan
serta memberikan ucapan “salam”, “selamat pagi” kepada setiap murid.
-
Guru dan/atau Kepala Sekolah menanyakan sesuatu
yang sederhana kepada murid: “tadi malam belajar sama siapa, nak?”, “sakitnya
sudah sembuh?”
2.
Methode
pembelajaran:
a. Terjadi
proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa merasakan senang mengikuti
pelajaran, tidak ada rasa takut - cemas dan was-was, siswa menjadi lebih aktif
dan kreatif serta tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman siswa
lain
b. Terjadi
proses belajar yang efektif dihasilkan oleh penerapan methode pembelajaran yang
variatif dan inovatif. Misalnya: belajar tidak harus didalam kelas. Guru
sebagai fasilitator proses belajar menggunakan alat bantu untuk meningkatkan
ketertarikan dan kesenangan dalam pengembangan kompetensi, termasuk lingkungan
sekitar sekolah sebagai sumber belajar (pasar, kebun, sawah, sungai, laut, dll)
c. Proses
belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu
ajar/ peraga sehingga membantu daya serap murid
d. Guru
sebagai fasilitator menerapkan proses belajar mengajar yang kooperatif,
interaktif baik belajar secara individu maupun kelompok
e. Terjadi
proses belajar yang partisipatif. Murid lebih aktif dalam proses belajar. Guru
sebagai fasilitator proses belajar mendorong dan memfasilitasi murid dalam
menemukan cara/ jawaban sendiri dalam suatu persoalan
f. Murid dilibatkan dalam berbagai aktivitas yg
mengembangkan kompetensi dengan menekankan proses belajar melalui berbuat
sesuatu (learning by doing, demo, praktek, dll)
3.
Penataan
kelas
a. Murid
dilibatkan dalam panataan bangku, dekorasi dan ilustrasi yang menggambarkan
ilmu pengetahuan, dll. Penataan bangku secara klasikal (berbaris ke belakang)
mungkin akan membatasi kreatifitas murid dalam interaksi sosial dan kerja
diskusi kelompok.
b. Murid
dilibatkan dalam menentukan warna dinding atau dekorasi dinding kelas sehingga
murid menjadi betah didalam kelas
c. Murid
dilibatkan dalam memajang hasil karya murid, hasil ulangan/ test, bahan ajar
dan buku sehingga artistik dan menarik serta menyediakan space utk baca (pojok
baca)
d. Bangku
dan kursi sebaiknya ukurannya disesuaikan dengan ukuran postur anak Indonesia
serta mudah untuk digeser guna mencipatakan kelas yang dinamis
4.
Lingkungan
sehat
a. Murid
dilibatkan dalam mengungkapkan gagasannya dlm menciptakan lingkungan sekolah (penentuan
warna dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman-kebun sekolah,
dll)
b. Tersedia fasilitas air bersih, hygiene dan sanitasi,
fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan
c. Fasilitas sanitasi seperti toilet, orinoir, tempat cuci,
dls disesuaikan dengan postur dan usia anak. Misalnya: bak mandi yang tidak
terlalu tinggi sehingga bisa dijangkau oleh tangan anak kelas-1.
d. Disekolah
diterapkan kebijakan/ peraturan yang mendukung kebersihan dan kesehatan. Kebijakan/ peraturan ini disepakati – dikontrol – dan
dilaksanakan oleh semua murid (dari-oleh-untuk murid).
Contoh-contoh:
-
ada murid bertugas piket
mengontrol murid lain tentang kebersihan kuku didepan pintu kelas dan langsung
diadakan pemotongan kuku bagi yang kedapatan panjang dan kotor
-
ada murid bertugas piket mengairi taman didepan
kelas
-
kedapatan membuang sampah didalam kelas atau
lingkungan sekolah mendapatkan hukuman bernyanyi didepan kelas sambil membawa
sampah yang dibuang tsb.
Apa ciri-ciri proses pembelajaran
di sekolah yang partisipatif?
Proses
pembelajaran yang partisipatif dapat dilaksanakan dengan berbagai metode antara
lain:
1.
Metode
Diskusi
Metode diskusi ini adalah salah satu metode yang sangat disukai oleh
murid, karena melalui metode ini murid mendapatkan kesempatan seluas-luasnya
untuk mengemukakan pendapat tanpa rasa takut salah, karena dalam diskusi
tersebut disepakati tidak ada pendapat yang
salah. Jenis diskusi adalah diskusi kelompok dan diskusi panel. Diskusi
kelompok adalah diskusi diantara sekelompok yang ditentukan lebih kurang 7-9
murid.
Guru memberikan kesempatan/ tugas kepada kelompok murid untuk mengadakan
perbincangan ilmiah guna menyimpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Hasil kesepakatan dari
diskusi kelompok ini akan dipresentasikan dalam diskusi yang disebut sebagai diskusi
pleno yang mana pesertanya adalah seluruh murid dalam satu kelas. Argumentasi pendapat akan terjadi antar kelompok selama
diskusi pleno tersebut. Dalam hal ini guru memfasilitasi diskusi pleno agar:
-
tidak terjadi dominasi pembicaraan
-
pembicaraan tidak keluar dari
topik utama
-
menghindari perselisihan pribadi atau kelompok
-
menyimpulkan hasil diskusi dengan win-win solution
(semua pihak merasa menang-senang-puas)
2.
Metode
Brainstorming (menggali ide/pendapat/jawaban)
Peran guru (sebagai fasilitator) menggali
ide/pendapat/jawaban sebanyak-banyaknya dari muird. Dalam
proses ini guru harus berlaku adil dan memberikan kesempatan bagi murid yang
pasif supaya tidak terjadi dominasi peran dari murid yang merasa dirinya lebih
superior. Guru secara bijak perlu meluruskan dan mengurai manakala ada murid
yang menyampaikan pendapat namun kurang/belum/tidak sesuai dengan pokok
bahasan, sehingga tidak menjadikan murid tersebut jadi jera. Pada akhir dari
proses brainstorming, guru menyimpulkan berbagai alternative jawaban dari pokok
bahasan.
3.
Metode
Simulasi/ Bermain Peran
Murid bisanya akan riang saat belajar di kelas dengan metode simulasi
ini. Guru sebagai fasilitator mencipatakan ide permainan yang sedang nge-trend
dilakukan oleh anak, tetapi permainan tersebut mengandung pelajaran.
Contoh-contoh:
- Pelajaran
matematika kelas-3 dengan bermain ular tangga: Pada
setiap langkah bidak sesuai undian angka pada dadu, murid sebagai pemain harus
“mengalikan” angka tersebut dengan angka yang ada pada kedudukan bidak semula. Pada
kotak tertentu, pemain bertugas membuka kartu pesan yang isinya “soal” yang
harus dijawb. Dls. Guru membuat variasi
soal-soal pada kartu pesan yang bisa diambil dari buku pelajaran. Jadi
anak belajar sambil bermain.
- Pelajaran sains kelas-3 dengan bermain peran (sebagai
surveyor/ seorang dokter, ahli geologi): Murid dibagi dalam kelompok tergantung pada kesukaan
mereka yaitu: kelompok ayam, kelompok batu, kelompok manusia, dan kelompok air.
Semua kelompok diminta untuk mengamati benda sesuai nama kelompok
masing-masing. Kelompok ayam selama 10 menit mengamati dan mencatat apa saja
yang diketahui tentang ayam (dibelakang sekolah). Kelompok manusia selama 10
menit mengamati apa saja tentang manusia disekitar sekolah, demikian juga
dengan kelompok lain. Setelah 10 menit semua kelompok berkumpul dibawah pohon
dan harus melaporkan hasil pengamatan mereka. Ada yang melaporkan: ayam perlu
makan, manusia perlu minum, batu tidak berubah, dll. Kelompok lain akan
melengkapi laporan dari kelompok berbeda sesuai yang mereka pahami. Pada akhir
dari pelajaran, guru menyampaikan bahwa saat itu murid sedang belajar yang
namanya makhluk hidup dan benda mati. Guru
mengulang dan memerinci ciri-ciri makhluk hidup dan benda mati.
4.
Metode Demonstrasi
Metode ini dapat mengurangi waktu yang biasa
dipakai oleh guru untuk “menerangkan” menjadi memperlihatkan sesuatu kepada
murid. Keuntungan dari metode ini dismaping informasi menjadi bermakna dan
mudah serta cepat dimengerti, juga mengurangi kesalahpahaman murid terhadap konsep
atau prosedur yang diajarkan.
Contoh:
Guru membuat alat peraga sederhana dari tanah atau
pasir yang dibuat mirip 2 buah gunung. Gunung yang satu ditumbuhi rumput (ambil
tanah rumput betulan) sedang gunung yang satu tanpa ditumbuhi apapun. Dua
gunung tersebut mendapatkan percikan atau siraman air (sebagai air hujan).
Murid akan melihat proses yang namanya “erosi”
Masih
banyak lagi metode partisipatif lain yang bisa dikembangkan sesuai kondisi lokal.
*** disarikan dari berbagaai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar