Kesulitan belajar seringkali diartikan sebagai gangguan yang terlihat pada kesulitan
dalam menguasai dan kemampuan memahami kompetensi dasar yang diajarkan.
Kesulitan belajar dapat berhubungan dengan perkembangan siswa seperti gangguan
motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, kesulitan
belajar dalam penyesuaian perilaku sosial atau berhubungan dengan kemampuan
akademik seperti kegagalan dalam penguasaan ketrampilan membaca, menulis,
berhitung, dan kompetensi lainnya.
Sementara ini yang sering terjadi, tinjauan terhadap kesulitan belajar
siswa lebih banyak dibebankan kepada peserta didik. Mereka dianggap kurang
serius dalam belajar, kemampuan intelegensinya rendah, bimbingan orang tua
kurang dan masih banyak alasan serupa lainnya. Padahal dalam pembelajaran
banyak unsur yang terkait dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Dalam
konteks korelasi antara input-process-out
put bisa kita lihat multi unsur yang
memberikan andil hasil belajar. Input
berupa raw input (peserta didik), inviromental input (lingkungan), dan instrumental input (kurikulum). Pada
proses kita dapat melihat perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
maupun sistem penilaian yang dikembangkan. Input dan proses tersebut akan
mewarnai hasil belajar peserta didik
berupa out put dan out come. Oleh karena itu, tidaklah adil
apabila hasil belajar yang rendah hanya dibebankan kepada peserta didik
dikarenakan pembelajaran bersifat kompleks.
Adi Gunawan
dalam Born to Be a Genius (2003)
menyatakan bahwa faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar
adalah dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu adalah unik dengan
gaya belajar yang berbeda satu dengan lainnya. Tidak ada gaya belajar yang
lebih unggul dari gaya belajar lainnya. Semua sama uniknya dan semua sama
berharganya. Kesulitan yang timbul selama ini lebih disebabkan oleh gaya
mengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar. Dan yang lebih parah lagi
adalah kalau anak sendiri tidak mengenal gaya belajar mereka.
Kenyataan
lapangan yang mendukung pendapat di atas adalah guru yang cenderung menggunakan
satu cara saja dalam mengajar yaitu gaya visual. Guru mengajar
dengan menggunakan media papan tulis dan buku (visual). Murid belajar dengan
buku dengan kegiatan mencatat, mengerjakan tugas, dan mengerjakan tes juga
secara tertulis (visual).
Banyak pakar psikologi yang berpendapat bahwa panca indera merupakan pintu
gerbang masuknya ilmu pengetahuan ke otak kita. Setiap peserta didik bersifat
unik yang berbeda satu dengan lainnya, ketajaman panca indera mereka juga
berbeda. Hal ini membentuk gaya belajar yang berbeda antara peserta didik yang
satu dengan lainnya. Ada lima gaya belajar yang berbeda di ataranya visual
(penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik (perabaan/gerakan),
olfactori (penciuman), dan gustatori (pengecapan). Dari kelima gaya belajar
itu, ada tiga gaya belajar yang dominan dan paling sering digunakan yaitu gaya
belajar visual, auditori, dan
kinestetik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas belajar peserta didik
dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal. Unsur eksternal berupa materi yang
dipelajari, cara pembelajaran guru, media yang digunakan, lingkungan belajar,
dan lainnya. Sedangkan faktor internal berkaitan dengan kemampuan diri seperti
tingkat kecerdasan, bakat dan minat, ketajaman panca indera yang membentuk gaya
belajarnya, kemampuan mengolah informasi yang diterima, berimajinasi, dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar