Senin, 24 Maret 2014

Makalah : Masjid dan Perkembangan Islam di Indonesia (1)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada masa klasik Islam, masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang. Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam. Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan peradaban pada suatu negeri. Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan kakinya di Madinah.
Praktek Rasulullah ini menjadi panutan bagi khalifah dan penguasa muslim sesudahnya. Pembangunan masjid terus berkembang di daerah-daerah kekuasaan Islam. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja dilakukan penguasa resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya masyarakat. Jumlah masjid terus bertambah sejalan dengan meluas dan majunya peradaban Islam. Tidak mengherankan bila pada abad ke-3 / 9 H, menurut catatan al-Ya'qubi, kota Baghdad saja memiliki tidak kurang dari 3000 masjid. Di pihak lain pengelana terkenal, Ibnu Zaubair (w. 614 H/1217 M) memperkirakan bahwa kota Alexandria (Iskandariyah) mempunyai sekitar 12.000 masjid. Al-Nu'aymi, sarjana Damaskus yang hidup pada abad ke-10 H/16 M, dalam bukunya ia mencatat di Damaskus jumlah masjid saat itu ada 500. Observasi para sarjana tersebut menunjukkan betapa banyaknya jumlah masjid di masa-masa awal kejayaan Islam, dan dalam konteks ini berarti semaraknya pendidikan Islam di lakukan dalam masjid-masjid tersebut.
Barangkali di tengah bayangan definisi pendidikan modern, orang bisa saja meragukan apakah pada periode paling awal ini kita telah bisa menganggap masjid sebagai lembaga pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi akademis masjid berkembang cukup pesat. Pada masa Umar bin Khattab kita bisa menjumpai tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Seiring dengan samakin pesatnya perkembangan islam yang mewarnai dunia, hingga akhirnya sampailah ke indonesia.

B.     Perumusan Masalah
Secara umum tulisan ini berusaha untuk menguraikan kembali tentang masjid dan pengembangan islam di Indonesia yaitu : Bagaimana peran, fungsi dan system yang digunakan dalam pengembangan islam di Indonesia? Pertanyaan tersebut kemudian diturunkan pada rumusan masalah yang lebih kecil, yaitu :
1. Bagaimana peran dan fungsi masjid dalam pengembangan pendidikan islam ?
2. Bagaimana system pendidikan yang di gunakan di masjid ?
3. Bagaimana perkembangan pendidikan islam di masjid ?


C. Tujuan Penulisan
Secara umum tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis masjid dan pengembangan pendidikan islam di indonesia. Secara spesifik tulisan ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana islam dalam memandang pendidikan secara holistik.
2. Untuk mengetahui tinjauan fungsi da peran masjid dalam konsep pendidikan islam.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pendidikan islam berbasis masjid.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Pendidikan Islam
Makna dan tujuan pendidikan adalah dua unsur yang saling berkaitan. Adanya perbedaan konseptualisasi dan perbedaan kedua unsur ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam memahami hakikat, peranan, dan tujuan hidup manusia di dunia, yang ternyata sangat berkaitan dengan serentetan pertanyaan mengenai hakikat ilmu pengetahuan dan realitas Mutlak. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai ‘pemelihara’ (khalifah) pada semesta-(Tafsir, 1994). Karenanya, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam.[1]
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisakan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum musliminin berkecimpung dalam naungan Ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, dimana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur.
Kamajuan peradaban dan kebudayaan islam pada masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, dimana kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan Illuminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum Samawi.
Kebodohan dan pengentasannya termasuk persoalan pendidikan, yang faktor penyebab dan tolok ukur kadarnya, dapat berbeda akibat perbedaan lokasi dan situasi. Karena itu Al-Quran tidak menetapkan kadarnya, dan tidak memberikan petunjuk operasional yang rinci untuk pengentasannya. Sebagai akibat dari tidak adanya definisi yang dikemukakan Al-Quran, maka para pakar Islam berbeda pendapat dalam menetapkan tolok ukur tentang kualitas pendidikan. Al-Quran dan hadis tidak menetapkan angka tertentu dan pasti sebagai ukuran kualitas pendidikan.

B. Sejarah Masjid
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi dari Abi Sa’id Al-Khudri berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadist yang lain Nabi Muhammad saw menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”. Masjid berasal dari kata sajada-sujud, salah satunya bermakna mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah berkaitan dengan alam raya. Dalam perkembangannya kata-kata masjid sudah memiliki pengertian khusus, yakni suatu bangunan yang berfungsi dipergunakan sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jumat maupun shalat hari raya.[2] Kata masjid di Indonesia menjadi istilah baku sehingga bila disebut kata-kata masjid maka yang dimaksudkan adalah tempat melaksanakan shalat jumat. Tempat-tempat shalat yang tidak dipergunakan untuk shalat jum’at maka tidak disebut masjid di Indonesia.
Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beberapa ayat dalam Al quran menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan .


C. Peran Dan Fungsi Masjid
Masjid dalam peradaban pendidikan islam di Indonesia selain berfungsi sebagai tempat ibadah, mempunyai peran sekaligus memiliki fungsi yang sangat vital dalam perkembangannya yaitu :[3]
1.      Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Islam Di Indonesia
Dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan Islam di Indonesia, sejak awal penyebaran Islam, masjid telah memegang peranan yang cukup besar. Kedatangan orang-orang Islam ke Indonesia yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, mereka hidup berkelompok dalam beberapa tempat, yang kemudian tempat-tempat yang mereka tempati tersebut menjadi pusat-pusat perdagangan. Di sekitar pusat-pusat dagang itulah, mereka biasanya membangun sebuah tempat sederhana (masjid), dimana mereka bisa melakukan shalat dan kegiatan lainnya sehari-hari. Memang tampaknya tidak hanya kegiatan perdagangan yang menarik bagi penduduk setempat. Kegiatan para pedagang muslim selepas dagangpun menarik perhatian masyarakat. Maka sejak itulah pengenalan Islam secara sistematis dan berlangsung di banyak tempat.
Awal penyebaran Islam tidak bisa terlepas dari jasa besar masjid, yang menjadi tempat bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Keterlibatan dua pihak yang saling bersepakat untuk bertemu di sebuah tempat yang bernama masjid. Masjid sangat diperlukan, mengingat tidak ada tempat yang lebih memadai dalam mewadahi proses itu. Bahkan dimasa lampau sebelum dikenalnya sekolah dan lembaga lainnya, masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan. Generasi awal muslim Indonesiapun, mulai dirintis melalui proses pendidikan Islam di masjid. Merekalah yang nantinya membuka jalan baru dalam membentuk masyarakat muslim di Indonesia dan menyebar sampai seluruh pelosok tanah air hingga terbentuknya kerajaan Islam di Indonesia.
Pada masa kerajaan Islam, para sultan memberikan dukungan yang sangat besar terhadap pengembangan masjid sebagai pusat pendidikan. Di jawa, Sultan Demak memerintahkan pembangunan masjid agung yang menjadi pusat keilmuan kerajaan di Bintara, kemudian dukungan kepada para wali yang bertanggung jawab terhadap kehidupan agama Islam di Demak dengan pusat kegiatannya di Masjid Agung Demak. Dari masjid itulah para wali merencanakan, mendiskusikan dan membahas perkembangan Islam di Jawa, dan pada akhirnya mereka berhasil mengislamkan Pulau Jawa.
Di Kutai, Sultan mendirikan masjid yang dijadikan sebagai tempat terhormat untuk menjadi tempat pendidikan dari kalangan bawah sampai atas, termasuk dari kalangan keluarganya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa masjid benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi seluruh rakyat Kutai dan sekitarnya untuk pengembangan pendidikan Islam.
Di Aceh, masjid dibangun dengan megah dan dijadikan tempat mendidik masyarakat kesultananan Aceh. Kehidupan masyarakat Aceh menjadi sangat baik dan damai, mereka sangat mencintai ilmu pengetahuan dan agama Islam. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan agama yang begitu kuat merupakan landasan untuk memahami kehidupan yang serba ibadah ini. Kecintaan ini kemudian dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, termasuk penghormatan terhadap diri alim ulama, ahli-ahli ilmu agama, kesediaan untuk berkorban, bekerja keras untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan kesediaannya untuk mengembangkannnya dalam lembaga yang sama tanpa memperdulikan hambatan dan rintangan yang bakal terjadi. Maka Aceh menjadi daaerah yang terkenal dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
Di Minangkabau, pola pendidikan Islam tersebar dalam surau-surau, masjid berukuran kecil. Kehadiran surau sebagai lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi surau dalam msayarakat Minangkabau. Pola pendidikan semacam ini terus berkembang sampai sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya, masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran secara informal maupun nonformal ini ternyata memberikan hasil yang cukup gemilang, yakni tersebarnya ajaran Islam keseluruh pelosok tanah air.


[1] Diambil dari Widodo – 2005. Masjid dan Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia. From : http://eprints.ums.ac.id/285/1/Bibliografi-wahyu.doc, 23 Agustus 2005

[2] Sidi Gazalba. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. (Jakarta : Pustaka Antara, 1971).
[3] Moh E Ayub. Menejemen Masjid. (Jakarta : Gema Insani Press, 1997).

4 komentar: