C.
Sistem
Pendidikan Berbasis Syari’ah
Seperti
diungkapkan di atas, bahwa sistem pendidikan Islam merupakan alternatif solusi
mendasar untuk menggantikan sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah
gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.
1. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang
bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) Islami. Antara lain:
Pertama,
berkepribadian Islam (shaksiyah islamiyah).
Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang
Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (’aqliyyah)
dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.
Untuk
mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus
ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:[1]
1.
Menanamkan akidah
Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut,
yaitu sebagai ‘aqîdah ‘aqliyyah (akidah yang muncul dari proses
pemikiran yang mendalam).
2.
Mengembangkan
kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa
mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah
islâmiyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
3.
Menanamkan sikap
konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar
cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang
diyakininya.
Kedua,
menguasai perangkat ilmu dan pengetahuan (tsaqâfah) Islam.
Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran
kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1.
Ilmu yang termasuk
fardhu ‘ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim,
yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam;
bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran,
ulumul hadis, ushul fikih, dll.
2.
Ilmu yang dikategorikan
fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup
sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika,
kedokteran, pertanian, teknik, dll.
Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, dan Seni/IPTEKS).
Menguasai IPTEKS diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan
baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu
jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi,
fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Begitu pula dengan
penguasaan terhadap seni, dimana seni merupakan sesuatu yang dibutuhkan pula
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyelaraskan teknologi dengan
fitrah manusia yang menyenangi keindahan (sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan syara’).
Keempat, memiliki keterampilan yang
memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan
praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu
tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan
IPTEKS, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah,
yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa
industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.
2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu
Agar keluaran pendidikan menghasilkan
SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu.
Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem
pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan
yang unggul. Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu:[2]
Pertama,
sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga
unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini
ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing
unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar. Buruknya pendidikan anak di
rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan
persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks
bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang
buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di
tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimal. Apalagi jika
pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah
kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Kedua,
kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga
Perguruan Tinggi. Kurikulum
sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan
pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Selain muatan penunjang
proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai
dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK,
keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya
serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya
masing-masing.
Pada tingkat dasar atau menjelang usia
baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat
mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya.
Khalifah Umar bin al-Khaththab,
dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan,
“Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan
ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik.”
Di tingkat Perguruan Tinggi (PT),
kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme
atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim
setelah mereka memahami mabda Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain
mabda Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk
dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta
ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia, agar menjadi pemahamaan untuk
menguraikan kerusakan mabda selain islam tersebut.
Ketiga,
berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas
merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas
menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam merupakan sebuah sistem yang
memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap
solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam
konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban
untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan
dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.
Ibnu Hazm,
dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah)
berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang
digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam,
kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan
rakyatnya. Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan
sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium,
observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang
terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad
(w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca
atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang
diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para
mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku
secara teratur. Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas
perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak
200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan
Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar
terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang
ditulisnya.
4. Sistem Pendidikan Islam bersifat
Multidisipliner
Sistem pendidikan Islam juga sekaligus
merupakan sub sistem yang tak terlepas dari pengaruh sub sistem yang lain dalam
penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik, sosial-budaya, dan idoelogi akan
sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan yang
berbasiskan aqidah dan syari’ah islam. Sebagaimana telah diuraikan di atas
bahwa dengan sistem ekonomi yang islami maka penyediaan dana pendidikan akan
menjadi perhatian penting negara agar dapat dialokasikan dari kas negara dalam
jumlah yang memadai, yang sumber-sumbernya dapat diperoleh dari hasil
pengelolaan kepemilikan umum yang saat ini di Indonesia misalnya, jumlahnya
masih melimpah seperti barang tambang, mineral, hasil hutan, kekayaan laut,
maupun dari hasil penyitaan kembali asset rakyat yang dikorupsi oleh para
pejabat, pemerintah, dan pengusaha. Sistem politik yang islami akan mengarahkan
penguasa untuk mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat sebagai
konsekuensi dari aktifitas politiknya yaitu riayah syu’unil ummah
(mengatur urusan-urusan ummat) termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan yang
harus didasarkan pada aqidah dan syari’ah islam. Sistem sosial-budaya yang
islami akan mengarahkan masyarakat memiliki perspektif yang benar tentang
wajibnya berpendidikan, memiliki motivasi yang tinggi untuk menggali ilmu
pengetahuan, teknologi, keterampilan dan menciptakan berbagai kreasi yang
bermanfaat untuk kemaslahatan hidup. Selain itu sistem sosial-budaya yang
islami juga akan mampu menjadi filter dan pengendali terhadap berbagai
aktifitas yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat, dimana satu sama lain
akan menyadari tentang kewajiban amar ma’ruf nahyi munkar, yang dengan
aktifitas ini maka hasil pendidikan di sekolah dapat bersinergi dengan
pengaplikasiannya di masyarakat. Adapun ideologi, merupakan aspek yang sangat
berpengaruh terhadap pendidikan karena antara keduanya saling mempengaruhi,
yakni pendidikan merupakan salah satu proses menginternalisasikan ideologi
kepada semua warga negara dan ideologi merupakan asas bagi penyelenggaran
sistem pendidikan tersebut.
Dengan demikian maka pengaruh berbagai
sistem lainnya terhadap keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan islam
memiliki keterkaitan yang erat. Sedangkan Boundary (sistem yang menaungi
semua sistem) terhadap berbagai sistem tersebut adalah sistem pemerintahan/
negara. Oleh karenanya penjuangan terhadap terlaksananya sistem pendidikan yang
berbasis syari’ah juga tidak terlepas dari perjuangan terhadap wajibnya
menegakan kembali institusi Daulah Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang
akan menjamin penerapan hukum-hukum islam dalam semua aspek secara kaffah.
BAB III
KESIMPULAN
Saat ini kehidupan
kaum muslimin di berbagai negeri tengah didera oleh ideologi kapitalisme maupun
sosialisme-komunisme. Tidak terkecuali dengan Indonesia yang merupakan salah
satu negeri muslim terbesar di dunia kini tengah mengalami berbagai macam
keterpurukan akibat mengemban ideologi tersebut. Secara praktis, mafahim,
maqayis, dan qanaah yang dimiliki oleh masyarakatpun tidak sepenuhnya diberikan
kepada Islam, melainkan kepada kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Oleh
karena itu merupakan suatu kewajiban pula bagi kaum muslimin untuk
mengembalikan unsur 2MQ tersebut kepada mabda Islam melalui aktifitas dakwah
yang dilakukan secara berjamaah dalam berinteraksi dengan masyarakat hingga
dapat menanamkan nilai-nilai baru ditengah-tengah masyarakat secara
berkesinambungan. Dalam pendekatan sistemik, diantara ushlub (strategi)
dakwah yang dapat dilakukan adalah melalui perubahan sistem pendidikan nasional
yang saat ini berkarakteristik sekuler agar menjadi sistem pendidikan yang
berbasiskan syari’ah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baghdadi,
Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan
di Masa Khilafah Islam. Bangil-Jatim: Al-Izzah
Muhamad
Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di
Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel. www.khilafah1924.org, diakses tanggal 10 Juni 2011.
Panduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI
2006.
______.
Struktur Negara Khilafah. 2005: HTI Press
PP No.
19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
UU No.20/2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
[1] Abdurrahman Al Baghdadi. Sistem
Pendidikan di Masa Khalifah Islam. (Jawa Timur : Al Izzah, 1996).
[2] MUhammd Shiddiq. Pendidikan
di Indonesia, Masalah dan Solusinya. (http://khilafah1924.org,
diakses tanggal 10 Juni.2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar