Minggu, 08 September 2013

Paguyuban Kelas

Perjuangan relawan pendidikan: Meretas Batas Sekolah melalui Paguyuban Kelas

Nyonya Jemi tak lagi khawatir perihal proses belajar mengajar anaknya di SD Penimbun, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. Jemi juga tak perlu waswas apabila anaknya yang saat ini duduk di bangku kelas 6 nakal atau membolos sekolah di luar pengawasannya.
Kini, sekolah semakin terbuka bagi dirinya dan masyarakat dengan keberadaan paguyuban kelas. Hubungan komunikasi yang terjalin searah antara wali murid dan sekolah menjadikan informasi seolah berada dalam genggaman masng-masing wali murid. Paguyuban sendiri merupakan komunitas yang anggotanya terdiri dari orang tua atau wali murid dan wali kelas. Dari forum ini, semua informasi mengenai aktivitas murid mulai dari saat berada di sekolah hingga pulang, disampaikan langsung oleh pihak sekolah kepada wali murid.
Nyonya Jemi mencontohkan, dulu ia kesulitan memantau perkembangan si anak, apakah nakal atau tidak saat di sekolah. Pertanyaan lain, apakah anaknya juga mengikuti pelajaran dengan baik atau tidak? Setelah paguyuban kelas berdiri, kalau anaknya yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik, dia bisa mendapatkan informasi langsung dari sekolah. "Kan semua orangtua mengikuti. Kami benar-benar tahu, tidak asal dituduhkan, " ujar Jemi, wanita paruh baya, di sela-sela mengikuti rapat paguyuban kelas 6 di salah satu ruang kelas SDN Penimbun, 2 Februari 2013 silam.
Selain Nyonya Jemi, dalam cuaca siang yang cukup panas itu, acara juga dihadiri puluhan wali murid anggota paguyuban kelas yang memenuhi ruang pertemuan. Rapat berjalan dengan lancar dan komunikatif. Interaksinya hidup. Ada tanya jawab antara pihak sekolah dan para wali murid.
Saat pertemuan paguyuban kelas itu, para wali murid diajak oleh pihak sekolah untuk juga mengawasi anak-anak saat di rumah. Salah satu poin penting, agar anak-anak benar-benar bisa mengikuti pelajaran yang disampaikan sekolah. "Kalau ada anak yang tidak mengikuti, mohon kami diberitahu. Biar bisa memantau juga di rumah," kata Jemi yang berharap kegiatan positif ini bisa berlangsung dan akan terus mendukung.
Jemi mengakui, memang ada juga beberapa wali murid yang kurang mendukung kegiatan ini. Hal ini terbukti dengan tidak hadirnya beberapa wali murid saat pertemuan. Meski demikian, apabila ada informasi baru, para wali murid yang hadir selalu getok tular kepada orang tua lain yang tak hadir tersebut.
"Kalau betul-betul tidak sibuk, mereka aktif kok. Karena sekarang kan musim panen, jadi lagi sibuk panen. Tidak semua bisa hadir," ujarnya.
Secara umum, perbedaan komite sekolah dan paguyuban kelas tidak begitu jauh. Komite sekolah berfungsi sebagai mediator antara sekolah dan masyarakat. Juga, sebagai pengontrol dan pengawas. Tetapi, paguyuban kelas, lebih pada peran serta masyarakat yang ikut membantu dalam kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah.
Secara pengakuan, komite sekolah sudah resmi diakui sebagai mitra sekolah. Kalau paguyuban kelas ini murni atas inisiatif masyarakat. Tidak pernah memikirkan apakah itu keharusan atau tidak. Tapi, benar-benar atas inisiatif masyarakat untuk perlu tahu tentang kondisi sekolah.
Berjalannya paguyuban juga tidak mulus. Pernah juga mengalami mati suri hingga satu tahun. Kepala SD Penimbun, Wagino SPd mengisahkan, paguyuban kelas di sekolahnya dimulai pada tahun 2010. Setelah itu mati suri. Sudah ada tetapi kegiatannya tidak berjalan bahkan setahun tidak berjalan. "Tetapi alhamdulillah setelah Plan PU Kebumen menggugah lagi, tahun sekitar awal 2011, paguyuban antusias lagi," katannya.
Pada minggu pertama tiap bulan, tepatnya hari Sabtu anggota berkumpul di sekolah. Masing-masing wali kelas mengampu paguyuban kelas. Misalnya, wali kelas 1 mengampu paguyuban kelas 1. Yang paling intens adalah kelas tinggi, seperti kelas 5 dan kelas 6.
Mulai tahun 2012, wali murid yang tergabung dalam paguyuban kelas mengajar anyaman pandan buat siswa. Sebab, di SDN Penimbun anyaman pandan adalah muatan lokalnya. Selain itu, ada juga wali murid yang mengisi apabila bapak/ibu berkepentingan. Misalnya, saat ada pertemuan Kelompok Kerja Guru (KKG), pihak sekolah akan memberitahu komite sekolah bahwa sekolah akan mengadakan KKG.
Kemudian, dia meminta komite sekolah agar mengisi kekosongan waktu dengan belajar anyaman dan kegiatan lainnya. "Siswa pun tidak rugi. Guru tetap bisa KKG, wali murid mengajar muatan lokal, anak-anak tetap punya kegiatan," ujar pria kelahiran Kebumen, 15 Oktober 1963 ini.
Menurut Wagino, dasar mendirikan paguyuban ini yakni mengenai kebutuhan sekolah, apabila ada informasi terkait sekolah bisa kita sampaikan, baik itu mengenai pelajaran atau informasi yang lain. Sehingga, wali murid menerima informasi itu dengan sejelas-jelasnya dan mau menerima. Tidak setengah-setengah. Memang sekarang luar biasa kemajuannya.
Dia mengisahkan, dahulu wali murid malu ke sekolah untuk menyampaikan uneg-uneg di hati. Sebelum ada paguyuban, biasanya hanya lewat bapak/ibu guru. Misalnya, dari kepala sekolah menyampaikan ke guru ke siswa. Kalau sekarang bisa lewat paguyuban, bisa juga langsung lewat anak, kalau ada kegiatan. Kini, malah wali murid tanpa takut ke sekolah untuk bertanya kejelasan informasi, misalnya saat studi tour siswa ke luar daerah.
"Hal ini mengurangi su’udzon masyarakat kepada sekolah. Itu yang kami tangkap. Betul-betul luar biasa. Terus kalau ada apa-apa, cepat bisa diatasi," paparnya.
Paguyuban kelas juga bermanfaat besar bagi sekolah. Pasalnya, semua informasi yang diterima dari atasan, bisa disampaikan dengan cepat. Contohnya, saat akan ujian nasional (UN). Saat UN banyak wali murid yang ingin segera mengetahuinya. Untuk yang kelas rendah, misalnya berkenaan dengan BOS, bisa disampaikan lewat paguyuban. Sehingga semua informasi cepat diterima wali siswa. "Itu manfaat yang luar biasa. Setidaknya, informasinya tidak keliru. Karena kadang anak menyampaikannya secara parsial atau tidak tepat," katanya.
Sejarah terbentuknya paguyuban awalnya dimulai dengan SD Penimbun yang masuk dalam gugus sekolah. Satu gugus terdiri dari SDN Kajoran 1, SDN Kajoran 2, dan SDN Penimbun. Diadakan semacam studi banding ke SD 2 Wonokriyo, Gombong, Kebumen. Di sana itu oleh Ibu Pembina diberi penjelasan Paguyuban Kelas itu seperti ini prosesnya. Diawali dengan penataran kemudian dilanjutkan dengan studi banding. Peserta tidak hanya perwakilan guru dan kepala sekolah tetapi juga beberapa wali murid.
Hambatan utama dalam program paguyuban sekolah ini menurut Wagino adalah pekerjaan warga. Mayoritas wali murid bekerja sebagai petani, sehingga pada waktu akan paguyuban tidak bisa berangkat karena warga ke sawah untuk bertani. "Sebenarnya kalau tidak ada kegiatan panen, banyak yang antusias datang," ujar Wagino yang menyatakan bahwa apabila ada yang tidak datang dimaklumi karena masing-masing orang punya kegiatan sendiri-sendiri.
Terkait proses, awalnya, Plan PU Kebumen menyelenggarakan pelatihan “Peran Serta Masyarakat di Sekolah”. Setelah itu, barulah melakukan studi banding. Setelah itu, masing-masing pengurus membentuk paguyuban di masing-masing kelas. Ada ketua, sekretaris, dan bendahara. Tiap tanggal 3 tiap bulan anggota masing-masing paguyuban kumpul untuk arisan. "Sampai sekarang masih eksis. Ini semua murni inisiatif paguyuban. Sekolah tidak ikut-ikutan," katanya.
Wagino mengaku bangga dengan suksesnya paguyuban kelas di sekolahnya. “Saya tidak sombong, di SD lain ada paguyubannya, tapi di SD ini yang masih tetap berjalan sampai sekarang. Di sini paguyubannya sangat antusias.”
Wagino mempunyai tiga harapan terkait keberadaan paguyuban sekolah ini. Pertama, paguyuban ini mampu meningkatkan prestasi siswa. Kedua, sekolah (guru) dan masyarakat (wali murid) bisa semakin dekat dan Ketiga, informasi cepat tertangkap oleh wali siswa.
Terbukti, beberapa siswanya berprestasi di tingkat daerah. Dia menyebut, baru-baru ini, kegiatan anyaman yang dirintis oleh paguyuban kelas berhasil menyabet juara 2 lomba anyaman di tingkat kecamatan Karanggayam. Selain itu, juga menyabet juara 1 Mocopat serta 9 besar nilai UN tingkat kecamatan.
"Harapan kami, prestasi terus meningkat. Masyarakat juga kian tinggi partisipasinya. Kami terbuka. Yang penting kami tidak menyalahgunakan. Peran masyarakat luar biasa," tandasnya.
Ketua Komite Sekolah SDN Penimbun, Warsidi menambahkan, kekurangan program ini, terletak pada persoalan administrasi. Menurutnya, di tiap kelas sudah ada pengurus paguyubannya. "Nah, saya sarankan agar para pengurusnya membuat administrasi. Administrasi yang tertib itu sangat penting," ujar pria kelahiran Kebumen, 25 Agustus 1968 ini.
Selama ini, Warsidi telah berupaya memfasilitasi pengisian administrasi. Misalnya, dana pengeluaran tiap kali pertemuan. "Inilah yang mulai tertib belakangan ini. tidak acak-acakan," imbuhnya.
"Jadi, kalaupun dari pihak guru tidak ada yang hadir, setidaknya salah satu anggota komite ada di situ memfasilitasi paguyuban dan Memantau di situ," katanya. Menurut Warsidi, agar paguyuban ini berjalan dengan baik setiap ada kegiatan juga dihadirkan anggota komite untuk memberi pelatihan.
Apa yang dilakukan SDN Penimbun, ternyata juga berdampak pada sekolah lain. Beberapa sekolah juga tertarik mengembangkan program ini di masing-masing sekolahnya. Di antaranya, sekolah-sekolah di Desa Kajoran, Logandu, Karangmojo, dan Kalirejo. "Masalah perjalanan masing-masing paguyuban kelas di SD itu saya kurang tahu. Pada awalnya, ada komunikasi antarpaguyuban. Sekarang sudah berkurang," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar