Selasa, 03 September 2013

Kisah Inspiratif: Jago Matematika, Ingin Jadi Psikolog

Sore itu hujan mengguyur Desa Logandu. Jalanan sepi. Para warga berkemul di rumahnya masing-masing. Berlindung dari tempias hujan.
Seorang siswi berjilbab dengan seragam lengkap membukakan pintu rumah. Rumah yang lokasinya berdekatan dengan sanggar Kelompok Anak Child Al-Habib. Ia memperkenalkan diri sebagai Ii Pujianti.
Sembari melantai, ia semangat bercerita mengenai aktivitas sekolahnya. Maklum, siswi kelas XII IPA 3 SMAN 1 Karanganyar ini sedang sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Tiada hari tanpa les. Kadang sehari bisa dua kali. Pagi sebelum pelajaran dimulai dan sore sepulang sekolah.
Kesibukan akademik itu pula yang membuat waktunya menurun drastis untuk mengurus Kelompok Anak Child Al-Habib. Tahun 2013, Ii seharusnya sudah melakukan reorganisasi. Tapi, belum jua terlaksana.
“Sebagai ketua, saya merasa gagal melakukan regenerasi. Itu yang jadi ganjalan kenapa saya belum juga reorganisasi. Padahal saya akan lulus dan mungkin kuliah di luar kota,” ujar dara kelahiran 10 Maret 1995 ini dengan nada sedikit menyesal.
Kendati demikian, dia sudah membidik beberapa temannya di Child Al-Habib yang berpotensi menggantikan dirinya. Salah satunya Sikin yang kini duduk di kelas 1 SMKN 1 Karanggayam. “Ia berani bicara di depan umum, berani adu pendapat, dan banyak pengalaman di kelompok anak ini,” bebernya.
Gadis berkacamata ini jadi Ketua Kelompok Anak Child Al-Habib sejak 2009. Saat itu, dari empat calon ketua yang diajukan, ia mendapat suara terbanyak. Ia tak menyangka karena baru setahun bergabung di Child Al-Habib. Bisa jadi karena ia dilihat punya kepercayaan diri yang tinggi.
Ia masih ingat ketika pertama kali gabung di Child Al-Habib. Ia kelas 2 SMP waktu itu. Ia diajak oleh kakak kelasnya yang serta-merta menyodorkan surat padanya agar ikut pelatihan jurnalistik di Benteng Van Der Wijk, Gombong.
“Pelatihannya menyenangkan. Melihat teman-teman berani ngomong, saya jadi ingin ikut berani bicara. Di sesi terakhir diumumkan peserta teraktif dan itu jatuh pada saya. Itu menambah rasa percaya diri saya. Wah, ternyata saya bisa berbicara di forum,” kenangnya sembari tersenyum.
Sekembali ke desa, ia kian giat di organisasi. Banyak aktivitas yang ia lakukan selama berkecimpung di kelompok anak. Ia dan teman-teman bikin majalah yang sampai saat ini telah mencapai 10 edisi. Mereka dapat pelatihan membuat film dan teater, studi banding ke kelompok belajar Qaryah Thayyibah di Salatiga, serta kunjungan ke radio komunitas di Yogyakarta. Selain itu, tiap ada pertemuan dengan pemerintah Kebumen yang melibatkan anak, ia dan kawan-kawan dari Child Al-Habib juga diundang. Belum termasuk berbagai workshop yang diinisiasi Plan.
“Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan. Salah satu perubahan positif yang saya rasakan adalah saya jadi berani ngomong di depan umum. Di kelas, misalnya, saya jadi berani maju presentasi dan berpidato. Saya juga jadi berani berpendapat atau menjawab pertanyaan dadakan dari guru,” tutur pehobi baca novel ini.
Menurut Ii, anak-anak Logandu punya banyak bakat besar untuk dikembangkan. Hanya saja mereka terkendala oleh fasilitas serta kesadaran orangtua yang belum tinggi akan bakat anak-anaknya. Untuk itu, ia amat mendukung keberlanjutan gelar budaya yang diadakan tiap tahun se-Kecamatan Karanggayam.
“Walaupun nanti Plan pergi, saya ingin gelar budaya anak tetap ada. Anak punya bakat apa, ditampilkan di situ. Jadi, selain menunjukkan bakat mereka pada orangtua, juga agar orangtua menyadari potensi anak-anaknya. Sehingga mereka bisa didukung untuk mengembangkannya.”
Lebih-lebih, Kelompok Anak Child Al-Habib pernah beberapa kali dapat kunjungan dari luar negeri, seperti Belanda dan Vietnam. Hal itu merupakan kebanggan tersendiri baginya.
“Ternyata anak-anak Logandu bisa melakukan hal-hal yang kelihatannya sepele, tapi bagi orang luar dianggap sangat bagus,” cetusnya dengan mata berbinar.
Ii sungguh fokus di Child Al-Habib. Ia bahkan tidak tertarik untuk ikut organisasi di sekolah kendati sempat ditawari masuk OSIS. Sebab, di kelompok anak sendiri ia sudah banyak kegiatan. Ia khawatir tidak bisa menjalaninya dengan imbang. Apalagi ia masih siswi yang tugas utamanya adalah belajar.
Giat di kelompok anak, tidak menyurutkan prestasi akademik Ii Pujianti. Sejak kelas satu hingga kelas tiga SMA, ia selalu ranking 1. Bahkan, saat kelas kelas 3 SMP, ia mendapatkan nilai 10 sempurna untuk UN matematika. Hal itu memicunya ingin masuk Pendidikan Matematika di Unes. Alternatif lain, ia ingin kuliah di Psikologi UGM.
“Awalnya saya ingin jadi guru matematika. Meski sampai sekarang nilai matematika saya tinggi di kelas, tapi tidak semenarik dulu. Sekarang saya lebih tertarik ke psikologi. Menurut saya kalau jadi psikolog itu, kita bisa menangani orang. Kita memberi masukan-masukan. Dan, itu juga bisa jadi pelajaran buat diri saya, untuk keluarga, juga anak-anak saya nanti,” tutur gadis yang mengaku sering dicurhati oleh teman-temannya itu.
Faktor ibu tak ditampik berperan besar dalam diri Ii. Ibunya yang saat ini bekerja di Jakarta sebagai pembantu rumah tangga, terus menyemangatinya untuk meraih cita-cita.
“Jika saya dapat prestasi, ibu saya bilang, ‘Terima kasih ya buat usaha kamu selama ini untuk membahagiakan orangtua. Ibu bangga sama kamu.’ Kadang ibu juga bilang, ‘Ibu capek. Rasanya ingin menangis. Tapi, ini semua ibu lakukan demi kamu. Biar kamu sekolah.’ Nah, itu jadi semangat sendiri buat saya. Saya harus lebih rajin belajar. Saya tidak mau mengecewakan ibu yang telah berjuang,” ucapnya terharu.
Untuk itulah, ii selalu berusaha untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Baginya, waktu adalah ilmu yang selalu baru. Ia tidak segan-segan belajar dari pengalaman orang lain. Hal yang mana kian menguatkan cita-citanya jadi psikolog.
Semoga cita-citamu tergapai, ii!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar