Sabtu, 26 Oktober 2013

Partisipasi Anak

Dari luar, bangunan bercat hijau itu terlihat biasa saja. Pintu dan jendelanya berwarna merah muda. Lantainya berkeramik putih. Sekilas tampak seperti ruangan kelas. Sebuah papan putih yang tergantung di tepi atap dengan tulisan: Kelompok Anak CHILD AL-HABIB, Desa Logandu, Kec. Karanggayam.
Itulah markas kelompok anak di Logandu, sering disebut sanggar, tempat mereka berkreativitas maupun berkumpul dan berdiskusi. Beberapa meja kayu panjang, etalase kaca berisi buku-buku bacaan, filling cabinet, lemari kayu, papan informasi, TV, seperangkat sound system, dan pajangan foto-foto kegiatan mengisi ruangan. Benda-benda mati tersebut menjadi saksi aktivitas dan pencapaian kelompok yang mulai aktif sejak 1 Agustus 2007 ini.
Child Al-Habib didirikan oleh Komunitas Pemerhati Anak, yang kini berganti nama menjadi Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD), dan akhirnya dilegalkan melalui SK Kepala Desa No. 03/1/KEP/2011. Pendirian kelompok anak ini selaras dengan cita-cita Desa Logandu untuk menjadi Desa Ramah Anak. Apalagi Logandu dipromosikan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen sebagai Universitas Sosial Desa. Tentu, keberadaan Child Al Habib ini menjadi tantangan sekaligus harapan masa depan Logandu. Terutama harapan bagi lebih dari 1.200 anak di desa yang didominasi perbukitan ini.
Nama “Child Al Habib” sendiri berarti anak-anak yang tersayang. Selain menjadi ajang ekspresi minat dan bakat, di sinilah anak-anak Logandu ditempa kemampuan berpikir kritis, kreatif sekaligus berani mengampanyekan perlindungan anak melalui partisipasi aktif di forum-forum resmi, termasuk untuk merumuskan kebijakan desa.
“Wah untuk pelatihan yang sudah kami ikuti sudah banyak sekali, dan semua pernah menjadi wakil Child Al-Habib, tidak hanya orang tertentu saja. Dampaknya kami semua bisa maju bersama dan saling mendukung,” kata Ii Pujianti (17), sang ketua saat ini.
Beberapa pelatihan yang pernah diadakan, antara lain keorganisasian; Latihan Dasar Kepemimpinan; jurnalistik; kesehatan reproduksi remaja; teknik komunikasi, teater, dan pembuatan film dokumenter. Sementara itu, kunjungan belajar yang sudah pernah dilakukan yaitu ke Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga, dan Radio Anak Jogja
Khusus untuk pengembangan minat dan bakat, beberapa kegiatan pun digelar seperti pentas seni dan budaya, lomba lukis dan mewarnai, lomba pidato dan lomba menulis surat untuk bupati. Anak-anak yang lebih suka mengekspresikan minatnya lewat media film pun diakomodasi. Film dokumenter terakhir yang dibuat oleh Child Al Habib berjudul “Stop Pernikahan Dini”.
Satu lagi prestasi anak-anak Child Al Habib yang paling terlihat hasilnya adalah menerbitkan majalah anak D’Star. Sejak pertengahan 2009, sudah 10 edisi berhasil mereka produksi.
“Semuanya oleh anak, mulai dari konsep hingga pengerjaan. Jadi isu atau yang dibahas pun tentang anak meski banyak juga orang dewasa yang tertarik membaca. Dulu biayanya sempat didukung oleh Plan, tapi ke depan sudah bisa dengan dana dari desa dan donator,” ujar Ii.

Gaung mereka pun mulai terdengar melintasi batas kewilayahan. Menjadi wakil pada lokakarya anak tingkat kabupaten, mewakili Kebumen dan Jambore Remaja tingkat provinsi adalah sebagian dari pengakuan yang diberikan pihak di luar desa.
“Tapi bagi kami yang paling berkesan adalah saat dilibatkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Logandu periode 2011-2015. Pemdes mengakomodir suara anak dan berujung pada kebijakan alokasi Rp 1 juta per tahun bagi kelompok anak dan penerapan jam belajar di desa,” kata Ii.
Kelompok anak pun diberi jatah dua orang perwakilan duduk sebagai pengurus KPAD, yang memudahkan sosialisasi hak-hak anak di desa. Namun di balik semua pencapaian itu, bukan berarti perjalanan Child Al Habib tanpa tantangan.
“Kendala awal dulu tentu mengajak anak-anak bergabung. Terpaksa harus dijemput dan diantar satu per satu, baru mereka mau datang ke sanggar,” kata Mardiadi, pendamping anak sekaligus Ketua KPAD Logandu.
Benturan dengan kultur sebagian masyarakat pun kerap terjadi. Salah satunya saat beberapa orang protes menganggap anak-anak diajari memberontak terhadap orang dewasa. Pendekatan personal pun dilakukan Mardiadi untuk memberi pemahaman pada mereka.
Masalah klise lain yang kerap dialami kelompok anak, yaitu dana dan regenerasi, juga melanda Child Al-Habib. Untuk menyiasati soal dana, para pendamping mencari tambahan berupa menyewakan LCD Projector yang hasilnya lumayan bisa menutup kebutuhan.
“Saat ini juga sedang coba dijalin komunikasi dengan perantau asal Logandu yang sukses untuk memberi perhatian mereka terhadap pengembangan Child Al Habib,” ujarnya.

Sementara untuk regenerasi biasanya tersendat saat pengurusnya sudah hendak tamat SMA, yang biasanya pilihannya adalah keluar dari Logandu untuk bekerja atau kuliah. Namun Ii, yang kini juga kelas III SMA, sudah belajar dari masa lalu dan kini yakin bisa mengatasi masalah itu.
“Sejak tahun lalu, para pengurus yang masih kelas I SMA atau dibawahnya didorong lebih aktif ikut mengelola kegiatan. Mereka juga kadang bertemu dengan para alumni yang sudah berhasil untuk agar terus semangat dan keyakinan,” kata Ii mengungkap kiatnya.
Selain itu Child Al-Habib punya orang-orang yang peduli terhadap keberlanjutan dan perkembangannya. Tidak hanya Mardiadi, ada juga Edi Purnomo dsb yang rela meluangkan waktu, tenaga dan materi untuk kemajuan anak Logandu.
“Bukan kami orang dewasa, tapi anak-anaklah tokoh utamanya. Itu yang membuat orang dewasa ikut tertular semangatnya. Kreativitas dan partisipasi anak di desa meningkat pesat. Sumbangsih pemikiran mereka dalam penyusunan RPJMDES, misalnya, benar-benar di luar dugaan kami. Saat anak-anak Logandu kian maju, kami pun makin yakin cerahnya masa depan desa kami,” tegas Mardiadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar