Perlindungan anak dan partisipasi anak merupakan dua dari beberapa isu yang jadi fokus perhatian Plan di Kebumen. Kampanye Plan yang gencar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas isu-isu kekerasan anak dilandaskan pada Konvensi PBB tentang Hak Anak serta Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002. Selain itu, Plan juga terus berupaya menanamkan kesadaran akan pentingnya keterlibatan anak dalam berbagai aspek yang selama ini dianggap ranah kekuasaan orang dewasa, seperti pemerintahan.
Tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kebumen untuk perlindungan anak diwujudkan dengan pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada tahun 2007. Lembaga yang juga merupakan amanat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak ini diberi nama P2TP2A "KARTIKA" (Kebumen Aman, Ramah, dan Anti Kekerasan). Untuk level kecamatan telah dibentuk pula 26 PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) korban kekerasan anak.
Data dari P2TP2A menunjukkan bahwa kekerasan pada anak di Kabupaten Kebumen tergolong masih cukup tinggi dengan rincian sebagai berikut: 16 kasus pada tahun 2006, 26 kasus pada tahun 2007, 44 kasus pada tahun 2008, 34 kasus pada tahun 2009, 33 kasus pada tahun 2010, 44 kasus pada tahun 2011, dan 5 kasus hingga Mei 2012. Itu pun hampir 90 persen lebih merupakan kekerasan seksual pada anak perempuan.
Jumlah kasus kekerasan yang tinggi dari tahun ke tahun di Kebumen menunjukkan bahwa lembaga yang ada selama ini tidak berjalan dengan baik. Selain karena lembaga tersebut terfokus di level kabupaten, perannya juga lebih banyak pada penanganan, kurang pada sisi preventif. Apalagi kekerasan pada anak acap terjadi di level bawah, yakni masyarakat. Sementara penanganannya pun kurang, begitu juga penyadarannya. Sehingga makin banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan atau diproses, makin rentanlah anak-anak terhadap tindak kekerasan.
Apa yang menjadi penyebabnya bisa dirunut sebagai berikut. Pertama, rendahnya pemahaman terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak. Kedua, belum semua masyarakat di level desa memiliki institusi atau lembaga yang peduli pada perlindungan anak. Ketiga, kapasitas sumber daya dari institusi perlindungan anak masih terbatas. Keempat, akses informasi yang dimiliki masyarakat terkait institusi perlindungan anak di kabupaten masih terbatas. Kelima, yang paling krusial adalah belum beraninya masyarakat untuk melaporkan insiden kekerasan anak.
Untuk menjawab akar permasalahan itu, P2TP2A mengembangkan jejaring mulai dari akar rumput dengan berbagai lembaga non-profit, Plan salah satunya. Sebagai lembaga yang berkecimpung di bidang pemberdayaan anak, kerja sama itu pun disambut Plan dengan antusias.
Apalagi sejak 1997, Plan telah bekerja bersama 3.751 anak dan keluarganya di 21 desa. Selama ini Plan bekerja bersama aparat desa untuk melibatkan anak-anak dalam forum-forum perencanaan desa. Plan juga telah membentuk 41 kelompok anak di desa yang aktif di sanggar masing-masing dengan beragam acara anak-anak, pengembangan media, serta perlombaan-perlombaan. Di level kabupaten, Plan juga memfasilitasi dibentuknya Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) yang menjadi wadah aspirasi dan partisipasi anak untuk memperjuangkan dan mempromosikan hak-hak anak.
Untuk itu, sejak tahun 2009 Plan mulai intensif mengembangkan perlindungan anak berbasis masyarakat desa melalui Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD). Sejauh ini sudah ada 15 KPAD yang tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Karanggayam, Padureso, Prembun, dan Karangsambung.
Sebagai institusi dengan idealisme perlindungan hak anak berbasis desa, KPAD pun didorong untuk memiliki produk hukum sendiri. Untuk itu, Plan bekerja sama dengan Yayasan Bina Insani, Forum Masyarakat Sipil, LBH Pakis, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kebumen mengadakan pendampingan terbentuknya Peraturan Desa tentang Perlindungan Anak. Dalam hal ini, kelompok anak juga ikut dilibatkan melalui Focus Group Discussion untuk memberi masukan-masukan. Hasil akhirnya, Perdes tentang Perlindungan Anak telah disahkan oleh Badan Permusyawaratan Desa di 8 dari 15 desa yang ada KPAD-nya. Produk hukum ini bersifat mengikat bagi semua unsur di desa.
Untuk memperkuat dan melengkapi instrumen hukum ini, maka Plan dengan mitra menggagas pembuatan Raperda tentang Perlindungan Anak. Aspek pencegahan dan rehabilitasi menjadi fokus dari Raperda ini. Dalam penyusunan rancangannya, anak-anak juga dilibatkan untuk memberi masukan dan saran-saran terkait pasal per pasal. Raperda kemudian diajukan ke DPRD Kabupaten Kebumen untuk dibahas. Pada bulan Maret 2013, Perda tersebut ditargetkan untuk disahkan.
Sejalan dengan itu, KPAD pun memperkuat posisi mereka di level kabupaten dengan mendeklarasikan Forum KPAD pada 25 Februari 2013. Tidak hanya penguatan dari segi institusi, Forum KPAD Kebumen ini juga diharapkan mampu untuk lebih bersinergi dan bahu-membahu membantu pemerintah dalam upaya perlindungan anak.
Apa yang telah ditempuh pemerintah Kabupaten Kebumen, Plan, dan para mitra pun berbuah apresiasi dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada 2009, Kabupaten Kebumen terpilih sebagai salah satu rintisan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Menurut Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2011, KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.
Adapun indikator pencapaian KLA secara umum meliputi aspek kesehatan, sosial, pendidikan, hak sipil dan partisipasi, perlindungan hukum, perlindungan ketenagakerjaan, serta infrastruktur. Dengan kata lain, kebijakan KLA yang dikembangkan pemerintah ini bertujuan untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan.
Apa yang telah ditempuh Plan dengan bekerja bersama pemerintah dan para mitra dalam perlindungan dan partisipasi anak merupakan bentuk kepedulian yang nyata, dedikatif, dan sepenuh hati. Masyarakat yang menjadi ladang komunitas anak sehari-hari pun semoga jadi lebih responsif dan bertanggung jawab dalam melindungi hak-hak anak.
Kalau bukan kita, siapa lagi yang hendak diharapkan?
mBangun Desa mBangun Negara, kanggo maujudaken Tata Tentrem Kerta Raharjaning para Kawula
Sabtu, 26 Oktober 2013
Partisipasi Anak
Dari luar, bangunan bercat hijau itu terlihat biasa saja. Pintu dan jendelanya berwarna merah muda. Lantainya berkeramik putih. Sekilas tampak seperti ruangan kelas. Sebuah papan putih yang tergantung di tepi atap dengan tulisan: Kelompok Anak CHILD AL-HABIB, Desa Logandu, Kec. Karanggayam.
Itulah markas kelompok anak di Logandu, sering disebut sanggar, tempat mereka berkreativitas maupun berkumpul dan berdiskusi. Beberapa meja kayu panjang, etalase kaca berisi buku-buku bacaan, filling cabinet, lemari kayu, papan informasi, TV, seperangkat sound system, dan pajangan foto-foto kegiatan mengisi ruangan. Benda-benda mati tersebut menjadi saksi aktivitas dan pencapaian kelompok yang mulai aktif sejak 1 Agustus 2007 ini.
Child Al-Habib didirikan oleh Komunitas Pemerhati Anak, yang kini berganti nama menjadi Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD), dan akhirnya dilegalkan melalui SK Kepala Desa No. 03/1/KEP/2011. Pendirian kelompok anak ini selaras dengan cita-cita Desa Logandu untuk menjadi Desa Ramah Anak. Apalagi Logandu dipromosikan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen sebagai Universitas Sosial Desa. Tentu, keberadaan Child Al Habib ini menjadi tantangan sekaligus harapan masa depan Logandu. Terutama harapan bagi lebih dari 1.200 anak di desa yang didominasi perbukitan ini.
Nama “Child Al Habib” sendiri berarti anak-anak yang tersayang. Selain menjadi ajang ekspresi minat dan bakat, di sinilah anak-anak Logandu ditempa kemampuan berpikir kritis, kreatif sekaligus berani mengampanyekan perlindungan anak melalui partisipasi aktif di forum-forum resmi, termasuk untuk merumuskan kebijakan desa.
“Wah untuk pelatihan yang sudah kami ikuti sudah banyak sekali, dan semua pernah menjadi wakil Child Al-Habib, tidak hanya orang tertentu saja. Dampaknya kami semua bisa maju bersama dan saling mendukung,” kata Ii Pujianti (17), sang ketua saat ini.
Beberapa pelatihan yang pernah diadakan, antara lain keorganisasian; Latihan Dasar Kepemimpinan; jurnalistik; kesehatan reproduksi remaja; teknik komunikasi, teater, dan pembuatan film dokumenter. Sementara itu, kunjungan belajar yang sudah pernah dilakukan yaitu ke Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga, dan Radio Anak Jogja
Khusus untuk pengembangan minat dan bakat, beberapa kegiatan pun digelar seperti pentas seni dan budaya, lomba lukis dan mewarnai, lomba pidato dan lomba menulis surat untuk bupati. Anak-anak yang lebih suka mengekspresikan minatnya lewat media film pun diakomodasi. Film dokumenter terakhir yang dibuat oleh Child Al Habib berjudul “Stop Pernikahan Dini”.
Satu lagi prestasi anak-anak Child Al Habib yang paling terlihat hasilnya adalah menerbitkan majalah anak D’Star. Sejak pertengahan 2009, sudah 10 edisi berhasil mereka produksi.
“Semuanya oleh anak, mulai dari konsep hingga pengerjaan. Jadi isu atau yang dibahas pun tentang anak meski banyak juga orang dewasa yang tertarik membaca. Dulu biayanya sempat didukung oleh Plan, tapi ke depan sudah bisa dengan dana dari desa dan donator,” ujar Ii.
Gaung mereka pun mulai terdengar melintasi batas kewilayahan. Menjadi wakil pada lokakarya anak tingkat kabupaten, mewakili Kebumen dan Jambore Remaja tingkat provinsi adalah sebagian dari pengakuan yang diberikan pihak di luar desa.
“Tapi bagi kami yang paling berkesan adalah saat dilibatkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Logandu periode 2011-2015. Pemdes mengakomodir suara anak dan berujung pada kebijakan alokasi Rp 1 juta per tahun bagi kelompok anak dan penerapan jam belajar di desa,” kata Ii.
Kelompok anak pun diberi jatah dua orang perwakilan duduk sebagai pengurus KPAD, yang memudahkan sosialisasi hak-hak anak di desa. Namun di balik semua pencapaian itu, bukan berarti perjalanan Child Al Habib tanpa tantangan.
“Kendala awal dulu tentu mengajak anak-anak bergabung. Terpaksa harus dijemput dan diantar satu per satu, baru mereka mau datang ke sanggar,” kata Mardiadi, pendamping anak sekaligus Ketua KPAD Logandu.
Benturan dengan kultur sebagian masyarakat pun kerap terjadi. Salah satunya saat beberapa orang protes menganggap anak-anak diajari memberontak terhadap orang dewasa. Pendekatan personal pun dilakukan Mardiadi untuk memberi pemahaman pada mereka.
Masalah klise lain yang kerap dialami kelompok anak, yaitu dana dan regenerasi, juga melanda Child Al-Habib. Untuk menyiasati soal dana, para pendamping mencari tambahan berupa menyewakan LCD Projector yang hasilnya lumayan bisa menutup kebutuhan.
“Saat ini juga sedang coba dijalin komunikasi dengan perantau asal Logandu yang sukses untuk memberi perhatian mereka terhadap pengembangan Child Al Habib,” ujarnya.
Sementara untuk regenerasi biasanya tersendat saat pengurusnya sudah hendak tamat SMA, yang biasanya pilihannya adalah keluar dari Logandu untuk bekerja atau kuliah. Namun Ii, yang kini juga kelas III SMA, sudah belajar dari masa lalu dan kini yakin bisa mengatasi masalah itu.
“Sejak tahun lalu, para pengurus yang masih kelas I SMA atau dibawahnya didorong lebih aktif ikut mengelola kegiatan. Mereka juga kadang bertemu dengan para alumni yang sudah berhasil untuk agar terus semangat dan keyakinan,” kata Ii mengungkap kiatnya.
Selain itu Child Al-Habib punya orang-orang yang peduli terhadap keberlanjutan dan perkembangannya. Tidak hanya Mardiadi, ada juga Edi Purnomo dsb yang rela meluangkan waktu, tenaga dan materi untuk kemajuan anak Logandu.
“Bukan kami orang dewasa, tapi anak-anaklah tokoh utamanya. Itu yang membuat orang dewasa ikut tertular semangatnya. Kreativitas dan partisipasi anak di desa meningkat pesat. Sumbangsih pemikiran mereka dalam penyusunan RPJMDES, misalnya, benar-benar di luar dugaan kami. Saat anak-anak Logandu kian maju, kami pun makin yakin cerahnya masa depan desa kami,” tegas Mardiadi.
Itulah markas kelompok anak di Logandu, sering disebut sanggar, tempat mereka berkreativitas maupun berkumpul dan berdiskusi. Beberapa meja kayu panjang, etalase kaca berisi buku-buku bacaan, filling cabinet, lemari kayu, papan informasi, TV, seperangkat sound system, dan pajangan foto-foto kegiatan mengisi ruangan. Benda-benda mati tersebut menjadi saksi aktivitas dan pencapaian kelompok yang mulai aktif sejak 1 Agustus 2007 ini.
Child Al-Habib didirikan oleh Komunitas Pemerhati Anak, yang kini berganti nama menjadi Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD), dan akhirnya dilegalkan melalui SK Kepala Desa No. 03/1/KEP/2011. Pendirian kelompok anak ini selaras dengan cita-cita Desa Logandu untuk menjadi Desa Ramah Anak. Apalagi Logandu dipromosikan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen sebagai Universitas Sosial Desa. Tentu, keberadaan Child Al Habib ini menjadi tantangan sekaligus harapan masa depan Logandu. Terutama harapan bagi lebih dari 1.200 anak di desa yang didominasi perbukitan ini.
Nama “Child Al Habib” sendiri berarti anak-anak yang tersayang. Selain menjadi ajang ekspresi minat dan bakat, di sinilah anak-anak Logandu ditempa kemampuan berpikir kritis, kreatif sekaligus berani mengampanyekan perlindungan anak melalui partisipasi aktif di forum-forum resmi, termasuk untuk merumuskan kebijakan desa.
“Wah untuk pelatihan yang sudah kami ikuti sudah banyak sekali, dan semua pernah menjadi wakil Child Al-Habib, tidak hanya orang tertentu saja. Dampaknya kami semua bisa maju bersama dan saling mendukung,” kata Ii Pujianti (17), sang ketua saat ini.
Beberapa pelatihan yang pernah diadakan, antara lain keorganisasian; Latihan Dasar Kepemimpinan; jurnalistik; kesehatan reproduksi remaja; teknik komunikasi, teater, dan pembuatan film dokumenter. Sementara itu, kunjungan belajar yang sudah pernah dilakukan yaitu ke Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga, dan Radio Anak Jogja
Khusus untuk pengembangan minat dan bakat, beberapa kegiatan pun digelar seperti pentas seni dan budaya, lomba lukis dan mewarnai, lomba pidato dan lomba menulis surat untuk bupati. Anak-anak yang lebih suka mengekspresikan minatnya lewat media film pun diakomodasi. Film dokumenter terakhir yang dibuat oleh Child Al Habib berjudul “Stop Pernikahan Dini”.
Satu lagi prestasi anak-anak Child Al Habib yang paling terlihat hasilnya adalah menerbitkan majalah anak D’Star. Sejak pertengahan 2009, sudah 10 edisi berhasil mereka produksi.
“Semuanya oleh anak, mulai dari konsep hingga pengerjaan. Jadi isu atau yang dibahas pun tentang anak meski banyak juga orang dewasa yang tertarik membaca. Dulu biayanya sempat didukung oleh Plan, tapi ke depan sudah bisa dengan dana dari desa dan donator,” ujar Ii.
Gaung mereka pun mulai terdengar melintasi batas kewilayahan. Menjadi wakil pada lokakarya anak tingkat kabupaten, mewakili Kebumen dan Jambore Remaja tingkat provinsi adalah sebagian dari pengakuan yang diberikan pihak di luar desa.
“Tapi bagi kami yang paling berkesan adalah saat dilibatkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Logandu periode 2011-2015. Pemdes mengakomodir suara anak dan berujung pada kebijakan alokasi Rp 1 juta per tahun bagi kelompok anak dan penerapan jam belajar di desa,” kata Ii.
Kelompok anak pun diberi jatah dua orang perwakilan duduk sebagai pengurus KPAD, yang memudahkan sosialisasi hak-hak anak di desa. Namun di balik semua pencapaian itu, bukan berarti perjalanan Child Al Habib tanpa tantangan.
“Kendala awal dulu tentu mengajak anak-anak bergabung. Terpaksa harus dijemput dan diantar satu per satu, baru mereka mau datang ke sanggar,” kata Mardiadi, pendamping anak sekaligus Ketua KPAD Logandu.
Benturan dengan kultur sebagian masyarakat pun kerap terjadi. Salah satunya saat beberapa orang protes menganggap anak-anak diajari memberontak terhadap orang dewasa. Pendekatan personal pun dilakukan Mardiadi untuk memberi pemahaman pada mereka.
Masalah klise lain yang kerap dialami kelompok anak, yaitu dana dan regenerasi, juga melanda Child Al-Habib. Untuk menyiasati soal dana, para pendamping mencari tambahan berupa menyewakan LCD Projector yang hasilnya lumayan bisa menutup kebutuhan.
“Saat ini juga sedang coba dijalin komunikasi dengan perantau asal Logandu yang sukses untuk memberi perhatian mereka terhadap pengembangan Child Al Habib,” ujarnya.
Sementara untuk regenerasi biasanya tersendat saat pengurusnya sudah hendak tamat SMA, yang biasanya pilihannya adalah keluar dari Logandu untuk bekerja atau kuliah. Namun Ii, yang kini juga kelas III SMA, sudah belajar dari masa lalu dan kini yakin bisa mengatasi masalah itu.
“Sejak tahun lalu, para pengurus yang masih kelas I SMA atau dibawahnya didorong lebih aktif ikut mengelola kegiatan. Mereka juga kadang bertemu dengan para alumni yang sudah berhasil untuk agar terus semangat dan keyakinan,” kata Ii mengungkap kiatnya.
Selain itu Child Al-Habib punya orang-orang yang peduli terhadap keberlanjutan dan perkembangannya. Tidak hanya Mardiadi, ada juga Edi Purnomo dsb yang rela meluangkan waktu, tenaga dan materi untuk kemajuan anak Logandu.
“Bukan kami orang dewasa, tapi anak-anaklah tokoh utamanya. Itu yang membuat orang dewasa ikut tertular semangatnya. Kreativitas dan partisipasi anak di desa meningkat pesat. Sumbangsih pemikiran mereka dalam penyusunan RPJMDES, misalnya, benar-benar di luar dugaan kami. Saat anak-anak Logandu kian maju, kami pun makin yakin cerahnya masa depan desa kami,” tegas Mardiadi.
Transparansi terbuka lebar
Sistem yang baik tidak diciptakan oleh dewa. Sistem yang kondusif dirancang, dibangun, serta dipelihara oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. Tak ubahnya tubuh manusia. Jika ada salah satu bagian yang sakit, maka yang lain akan ikut merasakan.
Hal itu disadari betul oleh Sarlan (49), Kepala Desa Logandu, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Menurutnya sepandai apapun pemimpin desa , tidak ada artinya tanpa dukungan masyarakat. Itulah sebabnya dia sangat bersyukur memimpin masyarakat desa yang tingkat partisipasinya tinggi dalam perencanaan pembangunan.
“Bedanya sebelum Plan mulai bekerja di Logandu, tahapan partisipasi sangat sederhana. Sekarang menjadi lebih optimal dan fokus,” katanya.
Optimal berarti jumlah masyarakat yang berpartisipasi lebih banyak dan luas, sedangkan fokus berarti topik yang dibahas tidak melebar sehingga memudahkan pencarian solusi. Perubahan ini berdampak pada meningkatnya inisiatif dan kepedulian warga, misalnya tidak pasif menunggu perintah maupun lebih aktif terlibat di pelaksanaan pembangunan seperti gotong royong membangun proyek tertentu.
Bahkan akhirnya dengan difasilitasi Plan, masyarakat Desa Logandu berhasil mewujudkan good governance yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) yang dicapai dengan partisipasi aktif semua unsure termasuk anak.
Namun Sarlan tidak sekedar diam menikmati keaktifan masyarakatnya. Untuk mendapat masukan dari anak-anak misalnya, tak segan dia hadir di kegiatan mereka dan mendengarkan langsung apa yang mereka inginkan.
“Salah satu hasil interaksi langsung dengan anak adalah kebijakan penetapan jam belajar jam 7-8 malam,” katanya.
Perhatian pada anak ini memang sangat terlihat di Desa Logandu, salah satunya dengan berkurangnya angka putus sekolah. Pendidikan Anak Usia Dini pun kini sudah punya gedung sendiri, berkat keberhasilan mengakses bantuan dana PNMP Mandiri.
Prinsip Sarlan adalah melibatkan masyarakat sejak perencanaan pembangunan agar dukungan mereka besar misalnya dalam hal pemeliharaan. Baginya status kepala desa hanya salah satu cara berkontribusi pada desa.
“Kalau memang saya tidak jadi kepala desa, saya akan ikut membantu pelaksanaan di desa. Prinsipnya, sebagai warga desa tetap mendukung apalagi pondasinya sudah cukup kuat begini,” katanya.
Satu hal tekadnya adalah tidak meninggalkan peningkatan kapasitas warga berbarengan dengan pembangunan fisik. Itulah yang menjadi peninggalan utama Plan selama bekerja di Logandu.
“Kita tidak boleh membiarkan masyarakat bodoh, karena kalau masyarakat jadi pintar bisa bersama-sama membangun desa dengan lebih baik.”
Hal itu disadari betul oleh Sarlan (49), Kepala Desa Logandu, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Menurutnya sepandai apapun pemimpin desa , tidak ada artinya tanpa dukungan masyarakat. Itulah sebabnya dia sangat bersyukur memimpin masyarakat desa yang tingkat partisipasinya tinggi dalam perencanaan pembangunan.
“Bedanya sebelum Plan mulai bekerja di Logandu, tahapan partisipasi sangat sederhana. Sekarang menjadi lebih optimal dan fokus,” katanya.
Optimal berarti jumlah masyarakat yang berpartisipasi lebih banyak dan luas, sedangkan fokus berarti topik yang dibahas tidak melebar sehingga memudahkan pencarian solusi. Perubahan ini berdampak pada meningkatnya inisiatif dan kepedulian warga, misalnya tidak pasif menunggu perintah maupun lebih aktif terlibat di pelaksanaan pembangunan seperti gotong royong membangun proyek tertentu.
Bahkan akhirnya dengan difasilitasi Plan, masyarakat Desa Logandu berhasil mewujudkan good governance yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) yang dicapai dengan partisipasi aktif semua unsure termasuk anak.
Namun Sarlan tidak sekedar diam menikmati keaktifan masyarakatnya. Untuk mendapat masukan dari anak-anak misalnya, tak segan dia hadir di kegiatan mereka dan mendengarkan langsung apa yang mereka inginkan.
“Salah satu hasil interaksi langsung dengan anak adalah kebijakan penetapan jam belajar jam 7-8 malam,” katanya.
Perhatian pada anak ini memang sangat terlihat di Desa Logandu, salah satunya dengan berkurangnya angka putus sekolah. Pendidikan Anak Usia Dini pun kini sudah punya gedung sendiri, berkat keberhasilan mengakses bantuan dana PNMP Mandiri.
Prinsip Sarlan adalah melibatkan masyarakat sejak perencanaan pembangunan agar dukungan mereka besar misalnya dalam hal pemeliharaan. Baginya status kepala desa hanya salah satu cara berkontribusi pada desa.
“Kalau memang saya tidak jadi kepala desa, saya akan ikut membantu pelaksanaan di desa. Prinsipnya, sebagai warga desa tetap mendukung apalagi pondasinya sudah cukup kuat begini,” katanya.
Satu hal tekadnya adalah tidak meninggalkan peningkatan kapasitas warga berbarengan dengan pembangunan fisik. Itulah yang menjadi peninggalan utama Plan selama bekerja di Logandu.
“Kita tidak boleh membiarkan masyarakat bodoh, karena kalau masyarakat jadi pintar bisa bersama-sama membangun desa dengan lebih baik.”
Perencanaan Desa partisipatif
Kurun waktu 3 tahun terakhir ini Perencanaan desa partisipatif, artinya perencanaan pembangunan desa yang melibatkan semua unsur masyarakat, berbasis hak anak dan gender menjadi model perencanaan yang paling strategis dan terbukti bisa menampung semua aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang ada di tingkat desa. Hal itu tentunya menjadi trend tersendiri bagi setiap desa untuk melakukan perencanaan partisipatif.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang Desa Bab VI tentang Perencanaan Pembangunan Desa Pasal 63 disebutkan bahwa:
1. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota;
2. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya;
Desa Logandu Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen, adalah salahsatu desa yang telah mengimplementasikan dengan menyusun Perencanaan partisipatif. Penyusunan yang dilakukan berpedoman pada panduan P2DP (Perencanaan Pembangunan Desa Partisipatif) dengan melibatkan anak dalam proses penyusunannya. Artinya anak-anak diberikan ruang tersendiri untuk berpatisipasi aktif dalam menyampaikan pendapatnya untuk perencanaan 5 tahun mendatang.
Keterlibatan anak dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan desa yang dilaksanakan dalam forum Musyawarah Khusus anak itulah yang menjadi daya tarik tersendiri, mengapa dalam 3 tahun terakhir ini Desa Logandu menjadi tempat Studi kunjungan dari beberapa daerah untuk belajar tentang pemerintahan yang baik (good governance) dan Perencanaan yang pro anak dan gender.
Hari Jum’at, 18 Oktober 2013 kembali Desa Logandu mendapat kunjungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang. Kunjungan yang kedua kali ini terdiri dari Kepala Bappeda, Kepala BPMKB, Disnakertransos, Kabag Hukum dan Pimpinan serta staff Plan PU Rembang. Mereka diterima dengan baik oleh perangkat desa dan lembaga desa Logandu di Gedung Sanggar Anak Child Alhabib. Selama kurang lebih 3 jam mereka berdiskusi dan mendapatkan penjelasan secara detail mekanisme dan alur penyusunan Perencanaan Desa partisipatif dari Ketua Tim Pokja Mardiadi.
“Melibatkan anak dalam musyawarah desa memang bukan hal yang mudah, karena ketika anak diajak berkumpul bersama orangdewasa mereka tidak akan berani untuk menyampaikan pendapatnya. Belum lagi orang dewasa terkadang masih menganggap bahwa anak itu belum mampu untuk berpikir tentang desa, maka salahsatu caranya adalah dengan memfasilitasi mereka melalui forum musyawarah khusus anak”. Demikian penjelasan Mardiadi selaku Ketua Tim Pokja Perencanaan Desa ketika ditanyakan mengapa anak-anak harus dilibatkan dalam perencanaan desa dan bagaimana caranya.
Lebih lanjut Mardiadi menerangkan bahwa: “Ketika anak dilibatkan ternyata banya masukan dari anak-anak yang tidak terbayang sebelumnya oleh orang dewasa, misalnya pentingnya media untuk menampung kreatifitas anak baik berupa majalah dinding, pagelaran seni, event anak sarana olahraga”. Begitu juga dengan kaum perempuan juga harus melalui forum Musyawarah Khusus Perepmpuan, agar mereka lebih fokus dan berani menyampaikan pendapatnya.
Para tamu dari kabupaten Rembang terlibat sangat tertarik dan antusias untuk lebih mendalami tentang beberapa pengalaman dan mekanisme penyusunan perencanaan yang pro anak dan gender. Namun karna waktunya dan kebetulan hari Jum’at, maka jam.11.30 acara terpaksa harus diselesaikan. Namun untuk lebih memberi pemahaman dari Pemerintah Desa Logandu memberikan kenang-kenangan berupa Film Penyusunan RPJMDesa yang merupakan hasil kreatifitas anak-anak Desa Logandu yang tergabung dalam Kelompok Anak Child Alhabib.
Langganan:
Postingan (Atom)