Masalah, timbul karena adanya konflik atau perbedaan antara keadaan satu
dengan lainnya dalam rangka untuk mencapai tujuan. Atau dengan kata lain
munculnya kesenjangan antara das Sein dan das Sollen. Dalam mencari pemecahan
terhadap problem solving tersebut ada aturan (ruler) yang akan membawa
seseorang kepada pemecahan masalah tersebut. Aturan ini akan membawa petunjuk
untuk pemecahan masalah. Ada dua hal aturan pokok yaitu Algoritma dan Holistik.
Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, abapila aturan ini diikuti
dengan benar maka akan ada jaminan adanya pemecahan terhadap masalah.
Aturan Holistik adalah merupakan strategi penyelesaian masalah yang
didasarkan pada pengalaman dalam menghadapi masalah, yang mengarah pada
pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan. Strategi
umum holistik dalam menghadapi masalah, yaitu bahwa masalah tersebut dianalisis
atau dipecah pecah menjadi masalah-masalah yang lebih kecil, masing-masing
mengarah pada pendekatan pemecahannya.
Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving.
1.
Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan. Problem Solving tidak mengharapkan hanya sekedar mendengarkan, mencatat,
kemudian menghafal materi, akan tetapi melalui Problem Solving kita berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2.
aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah
maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3.
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah
adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini
dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir
ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan
atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah
adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai
memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005).
Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari
pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang
sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang mengandung
unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di dalam banyak
organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk mempekerjakan para
manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang yang tidak
memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang manajer
(Whetten & Cameron, 2002).
Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa
sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial,
maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan
masalah menjadi sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan Jump to
conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa
melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti
atau informasi yang akurat. Ada kecenderungan bahwa orang-orang, termasuk para
manajer mempunyai kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama yang masuk
akal yang muncul dalam benak mereka (March & Simon, 1958; March, 1994;
Koopman, Broekhuijsen, & Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan pertama yang
mereka ambil seringkali bukanlah solusi terbaik. Secara tipikal, dalam
pemecahan masalah, kebanyakan orang menerapkan solusi yang kurang dapat
diterima atau kurang memuaskan, dibanding solusi yang optimal atau yang ideal
(Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah yang tidak optimal ini, bukan
tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit dibandingkan
dengan masalah awal.
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang berbeda, yaitu
analitis dan kreatif. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif, serta perbedaan-perbedaan yang
ada diantara keduanya, maka pada bagian berikut, saya akan menjelaskan secara
singkat hal tersebut di atas.
1.
Pemecahan Masalah Secara Analitis
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup
terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan
peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk
meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu
dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah secara
analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi besar
(misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan
Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini
sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka
(Whetten & Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer dapat
berfungsi efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang
menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif Porsche,
Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi informasi
yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui manfaatnya bila
kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan memberikan
bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah rencana, sebelum
menerapkan rencana yang bersangkutan.
A.
Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah
mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis
terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian
kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai
contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-nya yang kerapkali
tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang telah ditentukan.
Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf yang
bersangkutan. Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari
permasalahan yang lebih mendasar lagi, seperti misalnya masalah kesehatan,
moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau kurang efektifnya proses
kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat
memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada
gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah,
diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya,
agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini
adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
- Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
- Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
- Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
- Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi.
- Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah.
- Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.
B.
Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif
penyelesaian masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk
memilih hanya satu solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan.
Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan
masalah (contohnya oleh March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas
solusi-solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai
alternatif (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut
adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:
- Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
- Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif, dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
- Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
- Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
- Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket kompensasi yang menarik.
- Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
C.
Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam
proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi terhadap
alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita
perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari
masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang
terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih
alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:
- Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
- Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
- Tingkat kemungkinan penerapannya
- Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi; misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah
karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif pemecahan
masalah yang baik:
- Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
- penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
- Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya.
- Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
- Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D.
Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti
Langkah terakhir
dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi yang telah
diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, kita
perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari
orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada
semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan
meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh
orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari
solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah
karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
- Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
- Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit" dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan dukungan.
- Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses pertukaran informasi
- Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
- Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
- Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik, walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.
Dari beberapa kajian proses
penyelesaian masalah yang biasa digunakan, dalam masyarakat adalah melalui :
1. Insight (ada pengertian yang menuntun), ciri-cirinya adalah pemecahan
masalah diperoleh secara tiba-tiba, apa yang telah dipelajari dapat diterapkan
dengan masalah yang mirip, ada transfer positif, masalahnya hanya sedikit dan
dapat bertahan lama.
2. Mengatasi masalah dengan Triall and Error. Biasanya kurang disertai
pemikiran yang mendalam, tanpa adanya pandangan yang menyeluruh dari
persoalannya. Biasanya hanya coba-coba saja hingga akhirnya dapat menyelesaikan
tugasnya.
Oleh: Yulaida, Psi (Psikolog)
Disampaikan pada Pelatihan Penanganan Kasus Kekerasan pada
Anak bagi pengurus KPAD