A.
Latar Belakang
Masjid
adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan Masjid
yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah
masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan
perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an
sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Selain
itu Masjid juga merupakan sarana pendidikan Islam karena bagaimanpun
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari
jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan
masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid.
Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat
sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Salah
satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran.
Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya
menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman
maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah,
walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid
biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun
pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup
seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya
pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Adapun
fungsi masjid yang ada di pedesaan cuman sebatas sarana untuk beribadah
seperti, shalat, mengaji saja, dan belum banyak yang menjadikan Masjid di
pedesaan/pedalaman sebagai tempat pendidikan yang sudah berkembanga saat ini.
Masjid
berarti tempat bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada
berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa
semitik). Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5
Sebelum Masehi. Kata masjid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau
"tempat sembahan". [1]Kata
masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata
mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan
dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.
C. Masjid Pertama
Ketika
Nabi Muhammad saw tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal
tahun pertama hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang
sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-,
yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid
Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat
mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung
kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi,
perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian.
Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh
orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid
al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
D. Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah
satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran.
Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya
menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman
maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah,
walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi.[2]
Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah
subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia,
dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu,
tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda
kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan
pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk
Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga
disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan
agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan
pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya
agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu
keislaman. selain dalam bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran
majelis ta’lim.
Salah
satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa
khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah
bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini
selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu
agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan
pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar
masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid,
karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah
tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat
sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid
disamping sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid
juga digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun
strategi perang. Rasulullah SAW tidak
hanya mengajarkan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan
lainnya yang berurusan dengan kepentingan umat.[3]
Orang
boleh saja meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global
ini. Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan
dapat dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika
dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat
dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat
pendidikan agama Islam.
Masjid
juga sudah ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun
berada. Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah,
tetapi keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat
muslimnya.
Mayoritas
penduduk kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini
minimal terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya
luas dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan
masjid. Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan
masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya
di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan
masjid jauh lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih
banyak, disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal
sebagai tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT,
komplek RW, komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan
mushalla, tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen,
adalah contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan
tiga bangunan masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan
pendidikan agama Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan
di masjid, secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep
memakmurkan masjid.
Keberadaan
bangunan masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas
wilayah dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at.
Masjid juga tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah
yang kecil. Bangunan masjid semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya
penduduk di Indonesia dan semakin banyaknya pembangunan komplek perumahan.
Semakin banyaknya masjid dan tuntutan mendirikan masjid menunjukkan bahwa
masjid sangat berpotensi untuk menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat
peradaban yang menyertai perkembangan kehidupan umat Islam sepanjang masa.[4]
Makmurnya
masjid juga berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam
dan tempat pembinaan umat. Pendidikan agama Islam di masjid pada umumnya
dilaksanakan secara konservatif atau tradisional. Pendidikan agama Islam dengan
cara tradisional adalah dengan metode bandungan atau sorogan. Pengajar
pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau ditirukan oleh santri
masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan untuk terjadinya Tanya
jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau kyai masjid.
Sejarah
perkembangan masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan
sosial. Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas
pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam
dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang
bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda
dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di
madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi
pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan
agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga
tahun.
Pendidikan
agama Islam yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu.
Konsep pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun
tidak dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa
dengan masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya
terbatas, hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter
masyarakat perdesaan.
Sesudah
negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia
berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala
macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. [5]Ketika
Nabi Muhammad saw. berhijrah dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah
di Quba, program yang pertama kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah
masjid yang kemudian beliau namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut
oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas
dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di
dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan
Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal
ini dimaksudkan oleh Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna
menunaikan shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt.,
saling bermusyawarah dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi
“Madhar”(manifestasi) bagi persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan
menjadikan masjid menjadi tempat pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan
nasihat dalam masalah agama, akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang masuk ke dalam masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau
belajar (mencari ilmu), maka ia bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama
Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah
saw. sendiri seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat
secara melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian
beliau menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka.
Dan jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya
seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga
kemudian di Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi
sebagai tempat pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan
Qira'atul Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan,
sehingga dapat menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama,
hukama, khulafa, umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah
negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia
berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam
pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal
ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di
Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid
Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja
berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan
yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya
dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu
ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu
falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu
hitung, dan lain-lain.
Saat
ini konsep sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau
sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep
sekolah-sekolah Islam terpadu dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah
Islam terpadu. Bahkan di sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya
pembangunan masjid di tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah
mendalam yang sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan
Rasulullah saw. di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya
tempat untuk mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang
terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung
Rasulullah juga melakukan berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat
yang lain seperti, di rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang.
Sesuai dengan ilmu dan ajaran yang akan disampaikannya.
Di
dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau
qolbunya pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui
sesuatu hal yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan
tidak juga hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan
kepada kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia
sebagai manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna). Karena pendidikan
merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik
sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi
kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:[6]
1. Afektif, yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur
serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai
hakiki ini ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah
menjalankan shalat, pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang
terkandung di dalam shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2. Kognitif, yang tercermin pada
kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah
bertasbih dan membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di
dalamnya. Dan sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama
melakukannya di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an
3. Psikomotorik, yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi
kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam
pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi
masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik
masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi
tempat pendidikan ini.
PENUTUP
Rasulullah di awal hijrahnya ke
Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga
menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh
penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau
qolbunya pendidikan. Sekolah-sekolah yang dibangun di seputar masjid dewasa ini
menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar di atas dapat berjalan bersamaan.
Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan kepandaian dalam olah ilmu
pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah, serta kemampuan fisiknya
dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah.
Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat awal hijrah Rasulullah
saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan masjid-masjid sebagai rumah
Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di masjid, mengikuti
pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan kajian-kajian baik
masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul karimah. Baik itu
masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di lingkungan
sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai panggilan shalat,
maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama melaksanakan shalat
berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan pendidikan yang diharapkan.
DAFTAR FUSTAKA
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997
Muhammad Natsir, Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah
Masjid se Dunia di Makkah, Jakarta, Perwakilan Rabitah Alam Islami , 1395H.
Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun
dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,Upaca Pemecahan Krisis Moral
dan Spiritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.
Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an , Tafsir Maudhu’I atas
Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara,
1971.
[1] Moh E Ayub. Menejemen Masjid.
(Jakarta : Gema Insani Press, 1997).
[2] Hasanudin. Hukum Dakwah,
Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia. (Jakarta : Pedoman Ilmu
Jaya, 1996).
[3] Sidi Gazalba. Masjid Pusat
Ibadat dan Kebudayaan Islam. 9Jakarta : Pustaka Antara, 1971).
[4] Moh E Ayub. Menejemen Masjid.
(Jakarta : Gema Insani Press, 1997).
[5] Muhamad Natsir. Keputusan dan
Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se Dunia di Makkah. (Jakarta :
Perwakilan Rabitah Alam Islami.)
[6] Nana Rukmana. Masjid dan
Dakwah, Merencanakan Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,
Upaya Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual. (Jakarta : Almawardi Prima,
2002).